Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Kaum Muda dan Politik
Ditinjau dari realitas historis perjalanan perpolitikan Indonesia, keterlibatan kaum muda dalam upayah mentransformasi sistem, nilai-nilai dan proses
Dengan demikian, sumpah pemuda sejatinya dijadikan sebagai acuan pola pikir dan tindakan kaum muda dalam mencekal dan meretas pemikiran dan tindakan pragmaris para para elit politik, sekaligus membangun pradigma pembangunan politik yang holistik dan humanis.
Revitaliasi nilai Kemerdekaan
Tanggal 17 Agustus 1945, Negara Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Hal ini tentu disambut dengan suka cita dan antusiasme yang besar oleh masyarakat Indonesia kala itu, terutama kaum muda yang ikut terlibat dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Tanggal 17 Agustus 1945 merupakan moment kemerdekaan yang telah dibayar lunas oleh pengorbanan jiwa dan kehilangan harta benda. Peperangan dan berbagai aksi heroik terjadi di mana-mana.
Kobaran semangat dan daya juang menggema di langit nusantara demi harapan kebebasan dan kemerdekaan dari kolonialisme dan imperialisme bangsa penjajah.
Baca: Caleg Nasdem Ditangkap Terkait Sabu 105 Kg
Sejenak menengok realitas peristiwa sebelum dan sesudah teks proklamasi kemerdekaan dibacakan oleh bung Karno, ada banyak aliran peristiwa dan ketegangan terjadi dan dialami oleh rakyat Indonesia terutama kaum muda.
Satu di antaranya ialah perisriwa Rengasdengklok yang terjadi pada 16 Agustus 1945. Peristiwa ini terjadi disebabkan adanya desakan golongan muda kepada golongan tua untuk mempercepat pembacaan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia, setelah kota Hirosima dan Nagasaki dijatuhi bom atom oleh Amerika Serikat.
Namun golongan tua terutama Soekarno dan Hatta tetap mempertahankan agar teks proklamasi dibacakan sesuai yang telah diagendakan oleh PPKI. Akhirnya, Soekarno diculik oleh golongan muda dan di bawa ke daerah Rengasdengklok.
Sejarah telah membuktikan bahwa kaum muda telah menjadi 'play maker' dalam mencetak kemerdekaan Indonesia. Kaum muda dengan lantang dan berani menyuarakan suara kemerdekaan meskipun jiwa dan raga dipertaruhkan untuk Merah Putih.
Beberapa hari yang lalu, tepat pada hari Jumat, 17 Agustus 2018, masyarakat Indonesia telah memperingati moment bersejarah itu, yaitu hari kemerdekaan Negara Republik Indonesia ke 73.
HUT kemerdekaan ini nyatanya dimeriahkan oleh berbagai seremoni kebangsaan yang dilakukan masyarakat terutama kaum muda, mulai dari tingat rt/rw, kecamatan, kabupaten/kota, hingga provinsi.
Tambah lagi, aksi heroik dari Yohanes Ande Kala alias Joni, bocah asal NTT itu, memanjat tiang bendera setinggi 20 meter untuk menyelamatkan Merah Putih yang terlepas saat apel kemerdekaan pada jumat 17 Agustus 2019 di Belu, NTT (detik.com).
Melihat rentetan peristiwa di hari kemerdekaan Indonesia, ada dua aspek nilai yang tersimpul dari kibaran merah putih (red. Kemerdekaan) yang nantinya menjadi titik acuan dan 'pegas' pendorong bagi kaum muda dalam memobiliasi serta mengontrol kehidupan politik Indonesia era milenial saat ini, yaitu nilai pengorbanan dan pengabdian.
Peristiwa kemerdekaan Indonesia telah mengukir tinta emas dan makna dari sebuah pengorbanan dan pengabdian. Pengorbanan timbul dari hasrat dan keinginan hati dan pikiran untuk bebas dari segala tekanan dan tindakan keji bangsa penjajah.
Dan pengabdian lahir dari semangat nasionalisme yang tinggi, menempatkan bangsa dan negara sebagai 'tuan' atas kedamaian dan keadilan.