Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Seto? Ya Cuma Satu!
Berbondong-bondong orang-orang meminta klarifikasi mengenai benar tidaknya postingan Seto Mulyadi di akun Facebook-nya itu.
Editor: Choirul Arifin
Merasa sudah memiliki semua. Dan tidak terlihat ada gelagat keputus-asaan.
Alhasil, akal sehat mengatakan, apa kepentingannya bagi Kak Seto untuk tiba-tiba membuat posting politik rendahan dengan bahasa murahan di media 'kacangan'?
Ringkasnya, Seto Mulyadi pertama -si juru hoax- adalah anak ingusan yang gagal total menyaru sebagai Seto Mulyadi kedua -si guru anak-anak.
Seto pertama -entah siapa- cuma genit berkoar-koar, sedangkan Seto kedua adalah sosok ketenangan yang membungkus ghirah yang berkobar-kobar.
Lain kisah. Kak Seto dekat dengan semua penguasa. Semasa Pak Harto berkuasa, Kak Seto difasilitasi untuk merealisasikan sekian banyak legacy.
Ada Istana Anak-anak yang megah di Taman Mini Indonesia Indah. Ada perhelatan tahunan Hari Anak Nasional. Dan lain-lain. Bersih politik.
Semasa Bu Mega menjadi RI-1, Kak Seto ditanyai ketertarikannya untuk terjun ke partai politik. Kak Seto menolak. Pasti seraya tersenyum. Lagi, bersih politik.
Di era Pak SBY, kursi salah satu menteri disodorkan ke Kak Seto. Ditolak lagi. Semakin nyata, bersih politik.
Masuk ke rezim Jokowi, entah sudah berapa kali Kak Seto hilir mudik ke Istana Negara. Tapi tetap sama sekali tidak bawa-bawa politik.
Yang si Poni sampaikan sebatas kerisauannya tentang bahaya LGBT, ajakan untuk bermain, serta imbauan agar teratur minum obat cacing.
Bahwa ada spekulasi konon Kak Seto adalah orangnya Jokowi, atas nama azas independensi saya tidak bisa konfirmasi di sini. Yang penasaran, silakan kontak saya via japri.
Hehehe....
Karena menolak tawaran politik berulang kali, pertanyaan saya ajukan lagi, "Kenapa?"
Jelas Kak Seto, "Dengan begini saja saya sudah bisa ke sana-sini, ke pelosok kampung, ke luar negeri." Sesederhana itu.