Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Solidaritas Bencana di Tahun Politik
Kita prihatin dan berduka untuk warga Palu yang tengah dirundung pilu, dan masyarakat Donggala yang sedang dilanda bala.
Editor: Hasanudin Aco
Introspeksi, apakah kita telah merusak alam atau banyak dosa sehingga alam dan Tuhan pun murka kepada kita?
Introspeksi, apakah iman kita kepada Allah sudah cukup mendalam sehingga sudah siap menghadapi ujian dan cobaan-Nya? Allah berjanji untuk tidak memberikan cobaan melebihi kemampuan hamba-Nya.
Di sisi lain, bencana menuntut adanya solidaritas dari semua pihak, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat pada umumnya untuk bersatu padu, bergotong-royong, dan bahu-membahu mengatasi dampak bencana. Apalagi, tsunami di Palu-Donggala merenggut korban ribuan orang.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berapologia, sejumlah faktor menjadi penyebab banyaknya korban. Faktor-faktor itu mencakup kemampuan mitigasi tsunami baik dari sisi manusia maupun tata ruang.
Buoy, alat pendeteksi tsunami, di seluruh Indonesia mengalami kerusakan sejak 2012 dan hingga kini belum diperbaiki. BMKG pun sempat mencabut peringatan tsunami. Ironis, bukan?
Kalau memang buoy-buoy itu rusak, mengapa tidak segera diperbaiki atau bahkan dibelikan yang baru, yang anggarannya tentu saja jauh lebih kecil daripada kerusakan infrastruktur, atau bahkan korban jiwa yang tak ternilai harganya akibat tsunami? Ini pelajaran yang sangat berharga bagi pemerintah, khususnya BMKG dan BNPB.
Presiden Joko Widodo telah terjun langsung ke lapangan dan menginstruksikan seluruh stakeholders, termasuk TNI dan Polri, untuk melakukan aksi tanggap darurat di Palu-Donggala.
Langkah pertama adalah melakukan evakuasi korban, baik yang meninggal maupun yang masih hidup, dan memberikan makanan, pakaian dan obat-obatan kepada para pengungsi. Jokowi menargetkan dalam sepekan Palu-Donggala kembali normal.
Parpol-parpol peserta Pemilu 2019 pun tak mau ketinggalan. Mereka mengirimkan bantuan dan tenaga medis maupun sukarelawan ke Palu-Donggala. Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, calon presiden penantang Jokowi di Pilpres 2019, juga akan datang ke lokasi bencana, sebagaimana saat gempa Lombok.
Lembaga-lembaga penyiaran publik seperti televisi dan radio, serta media massa, bahkan sekolah-sekolah berlomba menghimpun donasi untuk korban tsunami Palu-Donggala, dan dalam sekejap berhasil mengumpulkan sumbangan puluhan miliar rupiah.
Ungkapan simpati dan ucapan duka cita mengalir dari segala penjuru dunia, seperti Amerika Serikat, Rusia, Inggris, Perancis, Afrika Selatan, Australia, India, Singapura, Filipina, Malaysia hingga Sekjen PBB Antonio Guterres. Australia dan Singapura bahkan siap memberikan bantuan langsung kepada Indonesia. Uni Eropa siap mengucurkan bantuan Rp 25,9 miliar dan Korea Selatan Rp 15 miliar.
Terbukti bencana telah mempersatukan umat manusia, terlepas dari sekat-sekat politik dan wilayah. Itulah blessing in disguise (berkah di balik musibah) yang bisa kita petik di balik bencana Palu-Donggala, Lombok, dan sebagainya. Para politisi pun dapat memetik blessing in disguise serupa untuk kepentingan politiknya di tahun politik ini, termasuk Jokowi dan Prabowo, meskipun itu bukan tujuan utama.
Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menunjukkan, kunjungan Jokowi ke Lombok telah meningkatkan dukungan terhadap petahana ini.
Peneliti LSI, Ardian Sopa, Kamis (27/9/2018), menyatakan 67,9% responden mengaku pernah mendengar dan mengetahui Jokowi mengunjungi korban gempa di Lombok. Sebanyak 94,5% masyarakat suka terhadap kunjungan Jokowi ke korban gempa Lombok, dan hanya 3,0% yang menyatakan tidak suka, sementara 2,5% tidak menjawab.