Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Siswa Sayat Tangan, Sekolah Harus Turun Tangan
Lima puluhan siswa SMP di Pekanbaru kedapatan menyayat-nyayat tangan mereka sendiri. Penyebab pastinya masih terus diteliti. Sejauh ini, sejumlah kemu
DIkirimkan oleh Reza Indragiri Amriel, Pengurus Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lima puluhan siswa SMP di Pekanbaru kedapatan menyayat-nyayat tangan mereka sendiri. Penyebab pastinya masih terus diteliti. Sejauh ini, sejumlah kemungkinan dikemukakan.
Mulai dari pengaruh minuman yang mengandung efek bius yang ditenggak anak-anak itu, hingga pengaruh media sosial berupa pesan yang menantang anak-anak melakukan perbuatan semengerikan itu.
Berbeda dengan menyakiti tubuh sebagai cara untuk mengakhiri hidup, tingkah laku para pelajar SMP di Riau itu boleh jadi berbeda.
Mereka melukai diri sendiri, bahkan pada bagian tubuh yang bisa berakibat fatal, namun tanpa niatan untuk bunuh diri.
Kelakuan semacam ini sudah menjadi cermatan para ilmuwan sejak sekitar satu dasawarsa lalu. Temuan demi temuan diperoleh.
Salah satunya, perilaku melukai diri sendiri tanpa maksud bunuh diri lebih banyak dijumpai di kalangan remaja perempuan.
Di kelompok remaja lelaki, modus yang lebih umum dipakai adalah membakar diri.
Baca: Asian Para Games 2018 Segera Digelar, Begini Cara Pembelian Tiketnya Secara Online
Karena banyak terjadi di kelompok usia remaja, maka penjelasan klasik tentang psikologinya anak baru gede menjadi relevan.
Bagaimana si puber merasa tidak nyaman dengan tubuhnya sendiri, caranya untuk mengomunikasikan tekanan batin yang tak terlisankan, unjuk kekuatan selaku sosok yang bukan lagi kanak-kanak, dan banyak lagi.
Tambahan lagi efek persuasif yang dimunculkan media sosial begitu mudah dilongok sebagai acuan sekaligus penguat eksternal bagi remaja dalam bertindak-tanduk.
Keren tidaknya, modern tidaknya, gaul tidaknya, asyik tidaknya, alhasil sangat ditentukan oleh informasi yang diserap si pancaroba.
Baca: Gara-Gara Pacari Anak Bawah Umur, Musa Akhirnya Dibui
Tanpa harus sampai ke titik ekstrim seperti yang diperagakan siswa-siswa SMP di Pekanbaru itu, kelakuan vivere pericoloso alias menyerempet-nyerempet bahaya pada dasarnya marak di kalangan anak-anak yang tengah bertransisi ke usia dewasa.
Kebut-kebutan maut, melibatkan diri dalam gank brutal, merajah dan memasang logam ke sekujur muka, adalah contoh yang semakin sering terlihat dalam keseharian.
![Baca WhatsApp Tribunnews](https://asset-1.tstatic.net/img/wa_channel.png)