Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Bahaya Resistensi Antimikroba Sudah Diingatkan Prof Wiku
PADA pekan kedua November setiap tahun selalu diadakan perayaan World Antibiotic Awareness Week (WAAW).
Editor: Toni Bramantoro
PADA pekan kedua November setiap tahun selalu diadakan perayaan World Antibiotic Awareness Week (WAAW).
Selama sepekan tersebut satu pekan yang diisi oleh kegiatan maupun kampanye untuk menyuarakan betapa pentingnya masalah kesehatan dunia yang diakibatkan oleh resistensi antimikroba.
Selain dalam hal meningkatkan kepedulian masyarakat, kampanye ini juga ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan kebijakan terkait kesehatan untuk mencegah penyebaran resistensi antimikroba lebih lanjut.
Pada perayaan WAAW tahun 2018, tema yang diangkat adalah “Think Twice, Seek Advice. Misuse of Antibiotics Puts Us All at Risk.”
Dikutip dari Word Health Organization (WHO), Antimicrobial Resistance (AMR) atau yang disebut Resistensi Antimikroba adalah kemampuan mikroorganisme seperti bakteri, virus, dan beberapa parasit untuk tidak merespon kerja antimikroba dalam melawan mikroorganisme tersebut atau dalam kata lain antimikroba menjadi tidak mempan terhadap mikroorganisme.
Kondisi tersebut menyebabkan pengobatan standar tidak efektif lagi, dan infeksi tetap berlangsung, bahkan dapat menular pada banyak orang. Antibiotik merupakan bagian dari antimikroba.
Jika antibiotik ditujukan pada obat-obatan untuk membunuh bakteri, istilah antimikroba ditujukan pada obat-obatan untuk membunuh bakteri, virus, dan beberapa parasit.
Berdasarkan laporan Review on Antimicrobial Resistance pada tahun 2014, angka kematian akibat resistensi antimikroba mencapai 700.000 per tahun.
Cepatnya penyebaran penyakit infeksi tanpa didukung tindakan yang nyata untuk mengurangi laju resistensi, maka di tahun 2050 angka kematian akibat AMR diperkirakan mencapai 10 juta jiwa.
Resistensi antimikroba terjadi ketika mikroorganisme terpapar oleh antimikroba, mikroorganisme yang lebih lemah akan menyerah, namun meninggalkan mikroorganisme yang lebih resisten atau tidak mempan dengan antimikroba.
Kemampuan mikroogranisme tersebut untuk resisten kemudian dapat diwariskan pada keturunan hasil perkembangbiakkan mereka sehingga menambah jumlah mikroorganisme yang resisten.
Sebenarnya, resistensi mikroba adalah fenomena evolusi alami yang penyebabnya adalah mutasi DNA mikroorganisme, yang memungkinkan mikroorganisme untuk terus menyesuaikan susunan genetiknya dan menjadi semakin kuat.
Seperti yang dikatakan oleh Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Syamsul Ma’arif pada puncak perayaan World Antibiotics Awareness Week tanggal 18 November 2018, “Resistensi antibiotik itu peristiwa alami, memang terjadi. Hanya saja bagaimana caranya agar laju resistensi tersebut bisa kita kendalikan.”
Pada perayaan tersebut juga FAO bersama dengan Kementerian Pertanian kembali menegaskan komitmen untuk mencegah resistensi antimikroba.