Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Akal Sehat Bamsoet Sepanjang Tahun 2018 dan Daya Kritisnya
Buku ke -15 Bamsoet Kumpulan Tulisan Sepanjang Tahun 2018 dan Kritisnya
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA-Akal sehat bangsa ini tengah diuji. Apakah mampu berpikir secara jernih dan jujur, ataukah hanya diisi oleh syahwat kekuasaan, amarah dan kebencian pada kelompok yang berbeda dengannya.
Misalnya, pernyataan tentang petani, nelayan, maupun rakyat di pedesaan tidak membutuhkan infrastruktur. Mereka tidak makan semen dan pasir.
Ungkapan ini tidak tepat dan melawan akal sehat. Justru karena adanya infrastrukturlah, petani, nelayan, dan rakyat di pedesaan jadi mudah mendistribusikan produknya.
Pemerataan infrastruktur ini memungkinkan terjadinya distribusi kesejahteraan hingga daerah- daerah terpencil.
Mereka yang tinggal di desa atau dipinggir kota, tidak perlu mengontrak atau kos di kota hanya untuk keperluan bekerja atau semacamnya.
Baca: Usulkan Motor Masuk Tol, YLKI Sebut Ketua DPR Bamsoet Pembina Moge
Antara kota dan desa dapat ditempuh dengan waktu yang cepat tidak lagi berpuluh jam dan mempertaruhan nyawa di jalan yang krodit.
Hanya memang kita patut kritisi, insfrastruktur jalan tol yang dibangun selama ini belum memperhatikan kebutuhan mayoritas rakyat kita yang belum beruntung memiliki mobil dan masih mengandalkan moda transportasi kendaraan roda dua atau motor.
Singkat kata, Jalan tol yang dibangun hanya untuk orang kaya.
Akan lebih adil, jika di jalan tol yang akan dibangun nanti, atau jalan tol yang sudah ada dan lahannya masih memungkinkan, sebaiknya juga dibangun jalur khusus untuk motor.
Seperti jalan tol Cawang atau Halim-Bekasi, Halim-Bogor atau tol Salatiga-Semarang, misalnya.
Mereka yang tinggal di daerah-daerah itu yang biasanya menempuh jalan berjam-jam pakai motor dengan pertaruhan nyawa karena berbaur dengan mobil dan truk, dengan tol cukup menempuh dalam waktu 30-60 menit.
Tidak perlu kontrak atau kos di kota. Mereka bisa pulang-pergi.
Menegakan akal sehat berarti menjaga nuraninya untuk tidak menempatkan diri dalam kebohongan atau persengkongkolan, serta selalu berorientasi pada kepentingan rakyat.
Masa kampanye Pilpres dan pemilihan anggota parlemen masih akan berlangsung hingga 13 April 2019.
Namun udara politik kita semakin kotor dan menyesakkan. Karena masing-masing kubu pendukung capres/cawapres hanya meributkan isu-isu yang nyaris tidak substansial, dan juga tidak esensial.
Akibatnya, kampanye Pilpres tahun ini dinilai kurang bermutu. Alih-alih mendidik dan mencerdaskan generasi milenial, isu-isu kampanye yang digoreng secara berulang-ulang justru cenderung menyesatkan.
Sebagian besar masyarakat kecewa. Sementara roda perubahan zaman terus berputar, dan setiap perubahan selalu menghadirkan tantangan bagi setiap generasi.
Generasi milenial butuh calon pemimpin yang mampu mempersiapkan mereka menghadapi tantangan di masa depan.
Kesinambungan perkembangan teknologi sudah mengubah lanskap ekonomi, politik, sosial dan budaya. Perubahan ini meng-global.
Batasan atau sekat-sekat semakin tipis. Arus dana dan investasi nyaris tak lagi mengenal batas negara.
Saling memengaruhi pada aspek budaya pun begitu mudah berkat perkembangan teknologi media sosial.
Peta kekuatan ekonomi juga telah berubah. Telah muncul prediksi bahwa Cina akan menjadi kekuatan nomor satu perekonomian dunia.
Penetrasi kekuatan ekonomi Cina tampak nyata di berbagai belahan dunia.
Artinya, dinamika tantangan bagi orang muda Indonesia masa kini tidak sama dengan tantangan yang dihadapi orang tua mereka pada zamannya.
Kalau dulu orang muda Indonesia selalu melihat ke dunia barat, Eropa dan Amerika Serikat khususnya, generasi milenial dihadapkan pada alternatif lain.
Baca: Bamsoet Minta Musisi Dialog dengan DPR Terkait Polemik RUU Permusikan
Munculnya kekuatan baru di Asia sebagaimana diperlihatkan oleh Cina, India dan Korea Selatan, tentunya juga harus mendapatkan perhatian khusus orang muda Indonesia masa kini.
Karena itu, generasi milenial harus diajak dan didorong untuk memahami tantangan mereka di masa depan. Dalam konteks itu, peran orang tua, pemimpin masyarakat dan kaum pendidik menjadi faktor kunci.
Indonesia butuh pemimpin yang mampu membaca dan memahami perubahan zaman dengan segala tantangannya.
Dari pemahaman itu, para pemimpin masyarakat dituntut mampu memberi ruang dan waktu bagi generasi milenial mempersiapkan diri, agar pada waktunya nanti mereka mampu merespons tantangan.
Sekali lagi, pemilu sudah di depan mata. Apakah kita masih tetap mengabaikan akal sehat kita hanya untuk kekuasaan?
Simak ulasan tajamnya di dalam buku terbaru Bamsoet ke-15, kumpulan tulisan sepanjang 2018 dan refleksi kritisnya.