Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Diplomasi Sukun Goreng dan Papeda untuk Sentani
Bagaikan menggelindingkan bola salju. Awalnya sekepalan tangan, kemudian menggelinding kian besar dan semakin besar.
Editor: Hasanudin Aco
Catatan Egy Massadiah
TRIBUNNEWS.COM - Bagaikan menggelindingkan bola salju. Awalnya sekepalan tangan, kemudian menggelinding kian besar dan semakin besar.
Itulah analogi yang pas untuk menggambarkan usaha Kepala BNPB Doni Monardo melakukan pencegahan dan penanggulangan bencana alam.
Dalam banyak kesempatan Doni Monardo menegaskan, salah satu faktor terjadinya bencana alam adalah “kesalahan manusia”, atau lebih ekstrem, “keserakahan manusia”.
Yang dimaksud adalah ulah manusia yang tidak menjaga alam. Padahal, kalau saja manusia menjaga alam, maka dipastikan alam akan menjaga manusia.
Adapun faktor lain terjadinya bencana adalah fenomena alam dan kehendak Tuhan. Dua-duanya di luar kendali manusia.
Baca: Ketika Ikan Bisa Menjadikan Anak Papua Menjadi Presiden
Ibarat pepatah “untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak”. Karenanya, menjaga lingkungan, merawat lingkungan, adalah usaha maksimal yang bisa dilakukan manusia dalam usaha mencegah bencana, meminimalisir nyawa melayang sia-sia.
Hampir empat bulan menjabat Kepala BNPB, Doni Monardo tak bosan-bosan mengajak semua pihak untuk menjaga lingkungan.
Kinerja Doni diuji menangani berbagai bencana alam yang menimpa bangsa kita.
Banjir bandang Sentani Sabtu 16 Maret yang pelatuknya dipicu intensitas hujan tinggi ini, mengakibatkan 112 warga meninggal dunia dan 17 warga dilaporkan hilang. Kerugian materi pasti besar.
Anak anak terhambat masuk sekolah. Bumi Papua pun berduka.
Nah, momentum mengatasi problem pasca musibah, menjadi hikmah bagi Doni untuk kembali menggelindingkan “bola salju” bernama “jaga lingkungan”.
Bencana banjir bandang di Sentani, diyakin ada faktor “kesalahan manusia”.
Melalui serangkaian pendekatan tak kenal lelah, satu demi satu pihak yang berkepentingan diajak sama-sama peduli lingkungan.