Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Perang Melawan Korupsi Bukan Cuma pada Tanggal 9 Desember
Korupsi mulai terjadi di semua lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif serta lembaga bisnis. Korupsi mulai merambah dari kota hingga ke pelosok
Editor: Malvyandie Haryadi
Oleh: Emerson Yuntho
Pegiat Antikorupsi
TRIBUNNERS - Setiap tanggal 9 Desember sejumlah negara termasuk di Indonesia memperingati Hari Anti Korupsi Internasional. Acara rutin tahunan ini dimaksudkan untuk mengingatkan semua pihak akan bahaya korupsi dan bagaimana cara mencegahnya.
Namun ketika semua pihak merayakan hari anti korupsi, pada saat yang bersamaan muncul suasana keprihatinan yang mendalam terhadap praktik korupsi di Indonesia yang diyakini masih terjadi setiap hari.
Fenomena korupsi di negeri ini ibarat penyakit kanker yang secara perlahan lahan mulai mengerogoti dan menjalar ke seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa.
Korupsi mulai terjadi di semua lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif serta lembaga bisnis. Korupsi mulai merambah dari kota hingga ke pelosok desa-desa.
Maraknya praktek korupsi di Indonesia bisa dilihat dari sejumlah upaya penindakan yang dilakukan oleh institusi penegak hukum.
Ironisnya para pemimpin di negeri ini - khususnya kepala daerah - yang diharapkan dapat menjadi pelopor pemberantasan korupsi namun faktanya banyak yang menjadi pelaku korupsi.
Masih banyak pejabat yang bertindak dan bertingkah laku jauh dari semangat anti korupsi. Selain itu tidak sedikit pula aparat penegak hukum yang harusnya memberantas korupsi malah terlibat dan menjadi tersangka kasus korupsi.
Suasana prihatin ditengah perayaan hari anti korupsi juga karena Indonesia - selama sepuluh tahun terakhir - masih belum keluar dari zona negara terkorup di dunia berdasarkan penilaian Tranparency International.
Dengan skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) terendah 0 dan tertinggi 100, Indonesia selalu meraih rapor merah atau dibawah skor 50.
Terakhir tahun 2018, skor IPK Indonesia bertambah satu poin menjadi 38 dan berada pada urutan ke-90 dari 176 negara. Peringkat Indonesia tertinggal jauh jika dibandingkan negeri jiran seperti Singapura dan Malaysia.
Harus diakui tidak mudah menyelesaikan persoalan korupsi di Indonesia yang sudah sedemikian terstruktur, sistimatis dan massif.
Belum ada obat mujarab yang jitu untuk menyembuhkan penyakit korupsi di Indonesia. Meski demikian upaya memerangi atau mengurangi praktik korupsi yang luar biasa (extra ordinary) harus dilakukan dengan cara-cara yang luar biasa pula dan melalui pendekatan yang juga terstruktur, sistimatis dan massif.
Salah satu cara luar biasa memerangi korupsi adalah dengan upaya penindakan atau penegakan hukum yang keras dan tanpa kompromi terhadap pelaku korupsi.
Selama ini banyak instiusi penting yang bekerja memberantas korupsi yaitu KPK, Kejaksaan, Kepolisian dan Pengadilan maupun Tim Saber Pungli.
Sebagai upaya memberikan efek jera, terhadap pelaku yang terbukti korupsi sebaiknya tidak hanya dihukum penjara dengan seberat-beratnya dan mengembalikan uang korupsi ke kas negara namun juga perlu dimiskinkan dengan menggunakan regulasi anti pencucian uang.
Tindakan yang keras untuk koruptor baik secara hukum maupun administrative setidaknya memberikan dampak mengurangi niat orang lain untuk melakukan korupsi.
Meskipun pendekatan penindakan atau penegakan hukum tetap penting dan harus dilakukan namun langkah ini masih dinilai belum mampu menyelelesaikan semua masalah korupsi di negeri ini.
Oleh karenanya pemberantasan korupsi sebaiknya tidak saja berfokus pada upaya penindakan namun juga harus berkesinambungan dengan upaya pencegahan antikorupsi.
Upaya-upaya pencegahan korupsi harus tetap menjadi prioritas untuk mempersempit ruang gerak para koruptor untuk mencuri uang rakyat maupun melakukan penyimpangan.
Sesungguhnya di lingkungan eksekutif, legislative dan yudikatif sudah banyak program anti korupsi yang ditawarkan dalam rangka mencegah adanya penyimpangan atau praktik korupsi.
Namun yang sangat diperlukan saat ini adalah memastikan program pencegahan tersebut dilaksanakan sungguh-sunguh dan bukan sekedar seremoni belaka.
Namun demikian langkah penindakan dan pencegahan anti korupsi tersebut hanya akan berjalan dengan baik jika didukung dengan komitmen yang kuat dari pemimpin dimasing-masing lembaga, baik di lingkungan eksekutif, legislative dan yudikatif.
Sinergisitas antar lingkungan kekuasaan dan penegak hukum akan menjadi faktor pendorong yang efektif dalam memerangi korupsi di negeri ini.
Lembaga pemberantasan korupsi yang sudah ada sebaiknya juga harus diperkuat bukan justru sebaliknya diperlemah atau dibubarkan.
Selain langkah represif dan preventif, upaya pemberantasan korupsi akan sangat efektif jika dilakukan melalui pendidikan moral dalam rangka menanamkan nilai-nilai anti korupsi kepada masyarakat sejak usia dini maupun dalam lingkup keluarga.
Nilai-nilai anti korupsi yang dimaksud antara lain kejujuran, kepedulian, kemandirian, keadilan, tanggung jawab, kerja sama, sederhana, keberanian dan kedisiplinan. Intinya adalah agar membiasakan setiap individu atau keluarga untuk berperilaku anti korupsi setiap harinya dan dimanapun ia berada.
Pada akhirnya untuk mengingatkan semua pihak agar tetap berkomitmen anti korupsi ataupun terus berjuang melawan korupsi sebaiknya tidak hanya dilakukan setahun sekali atau setiap tanggal 9 Desember semata.
Perlu dibangun kesadaran bagi seluruh elemen masyarakat, aparatur negara, para pejabat maupun pemimpin di negeri ini bahwa setiap hari adalah hari anti korupsi. Artinya setiap hari tidak boleh lakukan korupsi dan setiap hari harus memberantas korupsi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.