Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Modus Akali Suara Rakyat: Borong Partai atau Calon Boneka
Perilaku tidak sehat ini tampak jelas menjelang Pilkada 2020 yang akan digelar serentak di seluruh Indonesia.
Editor: Hasanudin Aco
Oleh: Rudi S Kamri
TRIBUNNEWS.COM - Suksesi kepala daerah dengan menempatkan suara rakyat sebagai penentu tertinggi untuk memilih, yang diasumsikan sebagai "vox populi vox dei" (suara rakyat adalah suara Tuhan), yang diwujudkan dalam pemilihan kepala daerah (pilkada), akhir-akhir ini mengalami ujian sangat serius.
Para politikus dan cukong politik dengan berbagai modus atau cara mencoba mengakali kemurnian proses demokrasi dan aturan main atau rule of the game yang berlaku.
Perilaku tidak sehat ini tampak jelas menjelang Pilkada 2020 yang akan digelar serentak di seluruh Indonesia.
Pilkada 2020 akan digelar di 270 daerah, terdiri atas 9 provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota.
Pilkada serentak kali ini merupakan gelombang keempat setelah helatan yang sama digelar pada 2016, 2017, dan 2018.
Baca: Maruf Amin Sebut Netralitas ASN dan Pemilih Ganda Jadi Persoalan Pilkada 2020
Salah satu modus yang akhir-akhir ini marak dilakukan adalah membeli, bahkan memborong dukungan partai politik-partai politik di daerah dengan tujuan tidak ada pasangan calon lain yang bisa maju ke Pilkada 2020 selain jagoan sang cukong.
Biasanya praktik pembajakan demokrasi ini dilaksanakan di akhir waktu pendaftaran agar pasangan lain tidak sempat lagi mencari dukungan rakyat melalui jalur independen.
Dengan demikian, pasangan calon dari sang cukong akan melawan kotak kosong dan terpilih!
Pada saat praktik curang demokrasi ini mulai terendus, para mafia pilkada ini punya strategi lain yaitu memunculkan pasangan calon boneka yang didesain pasti kalah.
Pasangan calon abal-abal ini biasanya diambil oleh para mafia dari kelompok mereka sendiri.
Modus pembajakan demokrasi ini terendus terjadi di berbagai daerah.
Di samping memborong dukungan parpol, mereka juga sedang mempersiapkan pasangan calon boneka.
Kalau para petinggi pelaksana dan pengadil pemilu seperti KPU dan Bawaslu saja tidak mau berkomentar terkait praktik curang demokrasi ini, sungguh sangat ironis dan mengenaskan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.