Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Perppu Pilkada, Kepastian di Tengah Ketidakpastian Covid-19

Ditengah peperangan melawan covid-19, Pemerintah mengeluarkan Perppu No 02 Tahun 2020 tentang Pilkada.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Perppu Pilkada, Kepastian di Tengah Ketidakpastian Covid-19
Istimewa
David V H Sitorus 

Oleh: David V H Sitorus

TRIBUNNEWS.COM - Pandemi Covid-19 datang bagai tamu tak diundang dan tetiba menjungkirbalikkan kehidupan normal menjadi kehidupan normal baru.

Sontak seluruh manusia terkejut, Covid-19 ini bergerak menulari manusia yang satu kepada yang lainnya begitu massif, tidak terstruktur dan tidak sistematis.

Bak dalam peperangan, pergerakan Covid-19 ini berhasil membuat gagap bahkan ahli strategi perang sekalipun.

Perang pun dimulai, strategi ditetapkan, dan bersiap menjalankan taktik untuk melawan musuh tak terlihat ini.

Strategi pertama, Social Distancing untuk memutus pergerakan musuh yang begitu massif.

Taktiknya melaksanakan aktivitas di rumah, belajar di rumah, bekerja di rumah, dan beribadah di rumah.

Berita Rekomendasi

Strategi Kedua, Kebijakan Kesehatan untuk membunuh musuh, melindungi tenaga kesehatan dan mengidentifikasi musuh tak terlihat ini.

Baca: Hino Hentikan Sementara Kegiatan Produksi di Pabrik Hingga 5 Juni 2020

Taktiknya menyiapkan rumah sakit penanganan covid-19, menyiapkan alat pelindung diri tenaga medis, melakukan test cepat untuk mengidentifikasi penyebaran covid-19.

Strategi ketiga, menyiapkan “stimulus ekonomi” melalui Perppu No 1 Tahun 2020 untuk menjaga pertahanan masyarakat.

Taktiknya membagikan bantuan kebutuhan pokok kepada masyarakat selama masa pandemi, membiayai kebutuhan melawan covid-19 dan biaya memulihkan keadaan.

Perang pun akan terus berlanjut sampai musuh berhasil dilumpuhkan sampai ke akar-akarnya. Untuk memenangkan peperangan, semua bergerak dalam satu komando.

Setiap kesalahan membuat strategi maupun taktik dapat menimbulkan jatuhnya korban bahkan kalah dalam peperangan. Untuk itu, tidak ada ruang salah dalam strategi maupun taktik.

Ditengah peperangan melawan covid-19, Pemerintah mengeluarkan Perppu No 02 Tahun 2020 tentang Pilkada.

Dalam Perppu ini terdapat beberapa revisi terhadap UU Pilkada sebelumnya yaitu Penetapan Pilkada diundur dan dilaksanakan pada Desember 2020, Penetapan Pilkada Lanjutan ditetapkan KPU bersama Pemerintah dan DPR, dan Penundaan Pilkada dapat dilakukan akibat bencana non alam.

Pengaturan sebelumnya adalah dalam UU No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada itu dikatakan bahwa Pilkada hasil Pilkada 2015 dilaksanakan pada September 2020, KPU dapat menetapkan penundaan Pilkada, Pilkada Lanjutan ditetapkan oleh Gubernur atau Menteri atas usul KPU, dan Penundaan Pilkada dapat dilakukan akibat bencana.

Jika secara teliti mengamati UU Pilkada No 10 Tahun 2016, dan dihubungkan dengan terbitnya Perppu No 2 Tahun 2020 akan memunculkan beberapa pertanyaan, apakah terbitnya Perppu No 2 Tahun 2020 sebagai sebuah kegentingan yang memaksa?

Apakah terdapat kekosongan hukum sehingga harus diterbitkan Perppu? Jika UU tidak “ideal”, apakah jalan membuat “ideal” melalui penerbitan Perppu?

Baca: Sindiran Tak Punya Uang Untuk Kencan Picu Penusukan Wanita Muda di Hotel Wilayah Tamansari

Singkatnya Perppu memiliki hierarki yang sama dengan UU.

Perppu dibentuk jika dalam keadaan kegentingan yang memaksa tidak dimungkinkan untuk membuat UU sebab dibutuhkan secara cepat.

Perppu bertujuan untuk mengembalikan keadaan kepada keadaan normal secepat mungkin. Kewenangan Penerbitan Perppu ada pada Presiden.

Kegentingan memaksa Perppu 02 Tahun 2020

Merujuk kepada putusan MK No. 138/PUU-VII/2009 yang menetapkan tiga kategori kegentingan yang memaksa, yaitu Pertama, adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan UU.

Kedua, UU yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada UU tetapi tidak memadai.

Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU melalui prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut memerlukan kepastian untuk diselesaikan.

Terhadap kategori pertama yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan UU.

Dalam UU Pilkada dikatakan bahwa terhadap Hasil Pilkada tahun 2015 akan dilaksanakan Pilkada pada September 2020, hal ini dianggap menjadi masalah hukum yang harus secara cepat diselesaikan.

Dalam perppu tersebut disebutkan bahwa Pelaksanaan Pilkada September 2020 ditunda dan akan ditetapkan dilaksanakan pada Desember 2020.

Masalah hukum penetapan Pilkada pada September 2020 yang secara eksplisit disebutkan dalam UU Pilkada memiliki mekanisme yang telah diatur pula secara eksplisit.

Apabila timbul bencana, KPU dapat menetapkan penundaan Pilkada. Tidak ada kebutuhan yang mendesak harus menerbitkan Perppu untuk melakukan penundaan Pilkada.

Justru dengan adanya Perppu tersebut mengakibatkan adanya ketidakharmonisan.

Sebab kewenangan penundaan Pilkada yang ada pada KPU dan penetapan Pilkada Lanjutan ada pada Gubernur atau Menteri diambil alih oleh Presiden dengan menerbitkan Perppu.

Baca: Sejumlah Vendor di Jogja Berikan Paket Pernikahan Gratis bagi Petugas Medis yang Rawat Pasien Corona

Tidak hanya itu, penetapan Pilkada Desember 2020 dengan kondisi covid-19 yang belum dapat dipastikan akan berakhirnya, kembali menuai kontroversi apabila nantinya bencana ini tidak kunjung selesai menjelang Desember 2020.

Terhadap kategori kedua, terjadi kekosongan hukum atau ada UU tetapi tidak memadai.

Dalam Perppu 02 tahun 2020 terdapat perubahan bahwa Penetapan Pilkada lanjutan melalui KPU bersama dengan Pemerintah dan DPR.

Dalam Perppu ini terdapat pula penambahan alasan penundaan Pilkada akibat adanya bencana non alam.

Kewenangan Penetapan Pilkada lanjutan baik dalam Perppu maupun UU Pilkada telah memiliki mekanisme yang jelas.

Dalam UU Pilkada disebutkan Penetapan Pilkada Lanjutan dilakukan oleh Gubernur untuk Pilkada Kabupaten/Kota atas usul KPU Kabupaten/Kota atau Menteri untuk Pilkada Provinsi atas usul KPU Provinsi.

Perubahan kewenangan penetapan Pilkada lanjutan menjadi pada KPU bersama dengan Pemerintah dan DPR adalah mekanisme baru menggantikan mekanisme yang lama.

Sehingga sebenarnya tidak ada kekosongan hukum atau setidak-tidaknya UU tersebut telah memadai.

Kemudian kategori ketiga otomatis tidak terpenuhi sebab kategori ketiga mengatakan apabila terdapat kategori pertama dan kategori kedua dan tidak memungkinkan membentuk UU yang baru maka dapat diterbitkan Perppu.

Kategori pertama tentang kebutuhan mendesak akan mekanisme hukum tidak terpenuhi, dan kategori kedua tentang kekosongan hukum atau UU tidak memadai tidak juga terpenuhi. Sehingga kategori ketida dengan sendirinya tidak terpenuhi.

UU Ideal bukan dibentuk lewat Perppu

Setelah melihat Perppu 02 Tahun 2020 dengan syarat diterbitkannya sebuah Perppu, maka sifat-sifat kegentingan memaksa maupun kekosongan hukum tidak dapat ditemukan didalamnya.

Adapun konflik kepentingan dan niatan penyempurnaan UU Pilkada sebaiknya tidak dilakukan melalui mekanisme penerbitan Perppu.

Idealnya UU itu dibentuk oleh lembaga legislatif dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), lembaga eksekutif dalam hal ini Kepresidenan merupakan pelaksana dari UU.

Ketidaksempurnaan UU produk hasil DPR adalah sebuah keniscayaan sebab UU merupakan produk politik.

DPR yang terdiri dari berbagai partai politik yang berbeda dengan ideologi politik yang berbeda-beda tentu akan memandang sebuah isu secara berbeda pula.

Oleh sebab itu kadang kala akan menghasilkan keputusan politik yang merupakan hasil penyaringan dari setiap kepentingan politik.

UU produk DPR ini biasanya merupakan hasil kompromi politik masing-masing kekuatan partai politik di dalamnya.

Tidak soudzon tentang kepentingan politik, biasanya perbedaan pandangan ini karena latarbelakang ideologi yang berbeda maupun keyakinan yang berbeda-beda dari berbagai partai politik.

Pada akhirnya akan menghasilkan produk politik yang “biasanya” tidak ideal.

Tidak idealnya sebuah produk politik, hanya dapat dibatasi dengan dua hal yaitu, pertama apabila tidak ideal dalam arti bertentangan dengan konstitusi maka produk politik ini dapat diuji kepada UU Dasar melalui Mahkamah Konstitusi yang dikenal dengan Judicial Review.

Baca: Indonesia Butuh Rp 104,4 Triliun untuk Menutupi Defisit APBN, Pinjaman ADB Rp 22,3 T Segera Cair

Kedua, apabila tidak ideal, usulan perubahan UU dapat dilakukan oleh atau melalui DPR itu sendiri.

Ketidakidealan sebuah UU seharusnya dapat dilakukan melalui mekanisme perubahan UU yang ada. Perppu sebenarnya bertujuan untuk menyelesaikan kegentingan yang memaksa agar keadaan dapat dipulihkan menjadi normal.

Apalagi dalam hal ini tidak dapat dilihat secara rasional alasan keadaan yang mendesak maupun kekosongan hukum di dalamnya.

Sebaiknya jika terdapat usulan terhadap perubahan UU diusulkan melalui DPR untuk dibahas dan ditetapkan oleh DPR itu sendiri.

Disamping itu, penetapan waktu pelaksanaan Pilkada yang secara eksplisit disebutkan dalam UU Pilkada juga bukanlah merupakan kategori UU yang baik.

UU itu sifatnya harus umum dan abstrak, sementara penetapan itu sifatnya Individual dan Konkrit.

Penetapan Pelaksanaan Pilkada pada September 2020 ataupun Desember 2020 merupakan hal yang Individual dan Konkrit.

Seharusnya dapat diterbitkan melalui sebuah Keputusan, bukan dimasukkan kedalam peraturan dalam hal ini UU.

Akhirnya apabila telah dipastikan pelaksanaan Pilkada pada Desember 2020 sementara covid-19 belum dapat dipastikan kapan berakhirnya, akan menjadi permasalahan baru.

Sampai lupa soal perang melawan covid-19, perang masih berlanjut, strategi masih tetap walaupun dibutuhkan kerja-kerja yang lebih ekstra agar dapat memutus rantai penyebaran covid-19 dan menemukan pengobatan terhadap yang telah terinfeksi.

Perihal peperangan melawan covid-19 ini, telah ditetapkan sebagai keadaan darurat, sehingga segala kebutuhan yang diperlukan untuk memerangi covid-19 berada dalam kewenangan Pemerintah sebagai pemegang komando.

Masyarakat harus mematuhi komando dari Pemerintah, dan Pemerintah harus memberikan komando yang tepat.

*David V H Sitorus, S.H., M.H: Sekretaris Umum Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia 2018-2020, Alumni Sarjana Hukum Universitas Katolik Parahyangan Bandung dan Alumni Pasca Sarjana Hukum Universitas Indonesia (UI) Jakarta.

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas