Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Gus Baha', Aset NU yang Patut Dibanggakan

Selain keturunan raja dan ulama Jawa, Gus Baha adalah seorang alim yang menguasai fiqh, tafsir dan hadis.

Editor: Husein Sanusi
zoom-in Gus Baha', Aset NU yang Patut Dibanggakan
Youtube Progresif TV
Gus Baha ceramah di PWNU Jawa Timur. 

Hanya saja, segala pemikiran dan prestasi Gus Baha’ tersebut tidak serta merta dapat dinikmati publik yang lintas batas. Hal ini bisa di lihat dari daftar 15 ustad-ustad/ Gus-gus yang populer di generasi milenial; suatu generasi baru yang akrab dengan dunia digital, dan memiliki karakter yang jauh lebih sederhana, tidak mau rumit, dan mencari rujukan-rujukan agama yang jauh lebih menghibur. Salah satu buktinya, followers, subscribers, dan viewers Gus Baha' kalah jauh dari ustad-ustad seperti Khalid Basalamah, Syafiq Riza Basalamah, Firanda Andirja, bahkan di bawah Gus Muwafiq, Gus Miftah, dan Ustad Yusuf Mansur sebagai representasi NU.

pandangan penulis, setidaknya ada tiga persoalan utama: Pertama, Selain kedalaman berpikir dan keluasan pengetahuan, dominasi bahasa Jawa menjadi karakter khasnya, Bahasa lokal Jawa seakan menjadi “kerangkeng” dan sekaligus bahan material mendefinisikan komunitas atau jamaah Gus Baha’. Audiens yang mendengarkan via media sosial terbatas pada mereka yang berkultur Jawa, setidaknya paham bahasa Jawa, sehingga mau tidak mau terbentuk identitas yang Jawa Sentris. ini membuat kapasitas intelektual Gus Baha' tidak bisa dinikmati komunitas/audiens lintas batas di Indonesia.

Kedua, tema-tema khazanah Klasik yang berat bagi sebagian orang awam, tentu hanya cocok untuk kalangan santri yang sudah mengenyam pendidikan pesantren. Hal ini tidak perlu dipermasalahkan, karena selain jadi kekurangan tapi juga keunggulan. Perlu ada penjaga gawang wacana-wacana turats klasik sekali pun itu susah dicerna publik luas yang jauh dari tradisi pesantren.

Ketiga, manajemen media sosial yang lemah. Dari berbagai channel yang mendokumentasikan ceramah-ceramah Gus Baha', jumlah subscribers, followers, dan viewersnya kalah bila dibanding beberapa ustad yang disebut di atas. Hal ini adalah persoalan manajemen media, dan tidak terkait sama sekali dengan profil dan konten ceramah Gus Baha'.

Masalah Dominasi Bahasa Jawa dan manajemen media sosial ini perlu segera dipecahkan. Sebagai langkah strategis untuk melebarkan sayap dakwah NU pada umumnya dan untuk meluaskan jangkauan ceramah Gus Baha' pada khususnya. Wallahu a'lam bis shawab.

*Penulis adalah alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015.

Berita Rekomendasi
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas