Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

RUU Cipta Kerja dan Reposisi Kewenangan Presiden

Sesungguhnya Isu ini menjadi penting untuk dibahas saat ini. Penegasan sistem Presidensial sangat kuat terasa dalam RUU Ciker ini.

Editor: Sanusi
zoom-in RUU Cipta Kerja dan Reposisi Kewenangan Presiden
Surya/Ahmad Zaimul Haq
Ribuan buruh yang tergabung dalam Gerakan Tolak Omnibus Law (Getol) Jawa Timur menggelar aksi pemanasan menolak Omnibus Law, di Kota Surabaya, Jawa Timur, Rabu (11/3/2020). Aksi yang sengaja dipusatkan di Bundaran Waru karena tempatnya strategis untuk menyuarakan penolakan Omnibus Law dan 11 Maret ini merupakan momen penting untuk menyampaikan kepada pemerintah pusat agar tidak membahas RUU Cipta Kerja (Omnibus Law) dengan DPR RI. Surya/Ahmad Zaimul Haq 

 Oleh: Hari Prasetiyo, Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Indonesia

TRIBUNNEWS.COM - Pembahasan RUU Cipta Kerja banyak mendapatkan sentimen negatif dari berbagai pihak.

Di luar berbagai substansi yang kontroversial, ada satu klaster isu yang sebetulnya layak untuk tetap dibahas.

Salah satu klaster isu yang diatur adalah tentang administrasi pemerintahan.

Sesungguhnya Isu ini menjadi penting untuk dibahas saat ini. Penegasan sistem Presidensial sangat kuat terasa dalam RUU Ciker ini.

Dalam RUU ini, beberapa kali ditegaskan bahwa Kekuasaan Pemerintahan adalah milik Presiden. Kepala Daerah dan Menteri merupakan pembantu Presiden.

Kepala Daerah Bukan Raja Daerah

Berita Rekomendasi

Reposisi kewenangan Presiden menjadi penting saat ini. Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.

Selama ini, atau paling tidak semenjak reformasi 1998, sistem pemerintahan Indonesia berubah. Daerah diberikan kewenangan untuk mengatur dirinya sendiri, melalui otonomi daerah. Kepala Daerah pun kemudian memiliki kewenangan yang legitimate untuk melaksanakan otonomi daerah.

Pelaksanaan otonomi daerah pada dasarnya tidak menjadikan Kepala Daerah tidak lagi menjadi bawahan atau pembantu Presiden. Pun Kepala Daerah tidak lagi ditunjuk oleh Presiden melainkan dipilih langsung oleh Presiden, tidak menjadikan para Kepala Daerah tidak memiliki subordinansi kepada Presiden.

Dari kacamata tersebut, walaupun memang dalam UU Pemerintah Daerah telah dibagi menjadi Urusan Wajib dan Urusan Konkuren, dalam pelaksanaannya Kepala Daerah tetap harus sejalan dengan Kebijakan yang telah ditetapkan oleh Presiden.

Penegasan kembali bahwa seluruh kewenangan pelaksanaan Pemerintahan merupakan Kewenangan Presiden menjadi penting untuk menegaskan bahwa kewenangan Kepala Daerah Otonom adalah bagian dari Kewenangan Presiden yang kemudian di delegasikan kepada Kepala Daerah. Pemahaman seperti ini perlu dipahami para Kepala Daerah Otonom agar mereka tidak bertindak seolah-olah sebagai Raja Kecil di Daerahnya.

Pembatalan Perda

Isu menarik lainnya terkait dengan klater isu Administrasi Pemerintahan adalah terkait dengan Kewenangan Presiden untuk membatalkan Perda. Secara hukum, putusan Mahkamah Konstitusi telah menyatakan bahwa kewenangan Pemerintah Pusat untuk mencabut atau membatalkan Perda adalah inkonstitusional.

Halaman
123
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas