Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Jokowi dan Urungnya Diskusi Pemakzulan

Ketika musuh terlalu kuat untuk diserang, seranglah sesuatu yang berharga yang dimilikinya.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Jokowi dan Urungnya Diskusi Pemakzulan
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Presiden Joko Widodo berjalan saat meninjau kesiapan penerapan prosedur standar new normal (normal baru) di Stasiun MRT Bundaran HI, Jakarta, Selasa (26/5/2020). Dalam tinjauan kali ini, Jokowi menyampaikan pengerahan TNI/Polri secara masif di titik-titik keramaian untuk mendisiplinkan masyarakat dengan tujuan agar masyarakat mematuhi protokol kesehatan sesuai ketentuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Oleh: Karyudi Sutajah Putra 

TRIBUNNEWS.COM - "Senjata paling ampuh dalam sebuah perang adalah strategi” (Sun Tzu, 544-470 SM). 

Strategi ke-2 dari 36 strategi ala Sun Tzu adalah, "Kepung Wei untuk menyelamatkan Zhao".

Ketika musuh terlalu kuat untuk diserang, seranglah sesuatu yang berharga yang dimilikinya.

Seranglah sesuatu yang berhubungan atau dianggap berharga oleh musuh untuk melemahkannya secara psikologis. 

Strategi ini pulalah yang digunakan Sri Krishna dalam perang Bharatayuda demi melumpuhkan Drona, begawan yang tak terkalahkan itu.

Krishna menyebar hoaks bahwa Aswatama, putra semata wayang Drona, telah gugur di medan Kurusetra.  

Berita Rekomendasi

Padahal, yang sengaja dibunuh adalah seekor gajah yang Krishna beri nama Aswatama.

Demikianlah, lawan-lawan politik Presiden Joko Widodo kini terus menyusun strategi dan mencari celah yang tepat untuk melakukan serangan.

Tikaman itu dilancarkan dari dan diarahkan langsung ke "jantung" Jokowi.

Teranyar adalah diskusi virtual yang digelar di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta yang diinisiasi Constitutional Law Society (CLS) atau Komunitas Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UGM, Jumat (29/5/2020).

Temanya pun ngeri-ngeri sedap: "Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan".

Setelah ada kritik dari salah seorang dosen UGM bahwa tema diskusi tersebut makar, lalu direvisilah tema itu menjadi, "Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan".

Namun, diskusi virtual tersebut urung digelar setelah konon pihak pembicara, moderator dan narahubung mengalami teror. Dor!

UGM adalah almamater Jokowi ketika dulu mantan Walikota Surakarta ini kuliah di Fakultas Kehutanan dan lulus tahun 1980. 

Dus, UGM adalah "rumah" kedua yang sangat berharga bagi Jokowi.

Serangan politik kepada Jokowi langsung dilakukan dari dan menyasar ke "rumah" keduanya ini.

Pratikno, Menteri Sekretaris Negara, adalah Rektor UGM periode 2012-2014. Maka, serangan itu pun kian terasa telak. 

UGM, yang merupakan "rumah" kedua Jokowi dan Pratikno dipersepsikan "memusuhi" mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Selain Jokowi dan Pratikno, ada lima alumni UGM lainnya yang ada di kabinet, yakni Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimoeljono, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.

Beruntung, Jokowi tidak (belum) punya saudara dekat atau ipar yang terjun ke dunia politik.

Bila punya, mungkin sudah dimanfaatkan pihak lawan untuk menyerang Jokowi. Ini seperti Rachmawati Soekarnoputri "menyerang" kakak kandungnya, Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDI Perjuangan "seumur hidup" itu.

Ngeri-ngeri Sedap

Ngeri-ngeri sedap. Betapa tidak? Tema diskusi itu bisa menggiring opini publik ke arah "impeachment" atau pemakzulan Jokowi di tengah penanganan pandemi Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19 yang tak kunjung beres.

Jokowi akan dipersepsikan gagal.

Soal faktanya, apakah Jokowi benar-benar gagal atau tidak, itu urusan belakangan, yang penting persepsi sudah terbangun, karena politik adalah persepsi.

Kondisi mencekam coba dihadirkan lewat tema itu. Berkelindan dengan isu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1 Tahun 2020 yang beberapa waktu lalu disahkan DPR RI menjadi UU. Perppu 1/2020 ini dipersepsikan mencekam karena di dalamnya ada semacam imunitas atau kekebalan hukum bagi pejabat yang menangani Covid-19.

Perppu tersebut dipersepsikan sebagai antisipasi kegagalan Jokowi dalam menangani Covid-19, sehingga layak dimakzulkan.

Tema tersebut memang kurang bersahabat dengan Jokowi, bahkan cenderung "kejam".

Bagaimana bisa di tengah wabah corona, di saat dibutuhkan soliditas bangsa ini untuk bersama-sama melawan Covid-19, orang bicara pemakzulan presiden?

Apakah tidak ada tema lain yang lebih seksi? Mengapa seakan ada upaya menggunting di lipatan, menyalip di tikungan?

Beredar diskusi bertema pemberhentian presiden diberhentikan karena dicap makar. (Twitter).
Beredar diskusi bertema pemberhentian presiden diberhentikan karena dicap makar. (Twitter). (Via Tribun Manado)

Dugaan teror itu pun bak simalakama bagi Jokowi. Maju kena, mundur kena. Persepsi awam yang sudah terlanjur terbangun adalah para terduga pelaku teror merupakan pendukung Jokowi, entah oknum aparat negara atau lainnya.

Sebab itu, siapa pun terduga pelakunya, padahal bisa saja lawan politik yang menyusup, nama Jokowi-lah yang sudah terlanjur babak belur.

Maka tak bisa lain, kecuali aparat keamanan harus segera menangkap terduga pelaku teror untuk mengetahui apa motifnya dan siapa dalangnya.

Sebaliknya, bila dugaan teror itu hanya isapan jempol belaka, pihak-pihak yang menyebarkan adanya teror harus bertanggung jawab secara hukum.

Kembali ke "jantung", serangan-serangan politik Amien Rais terhadap Jokowi juga terasa lebih telak karena mantan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) yang kini sedang galau mau mendirikan partai baru ini adalah Guru Besar UGM dan berasal dari kampung halaman yang sama dengan Jokowi: Solo!

Gejayan, cikal bakal lahirnya gerakan reformasi 1998, juga dekat dengan UGM. Makanya di Gejayan pula beberapa kali dihelat aksi demonstrasi untuk menyerang kebijakan-kebijakan Jokowi.

Saat Pemilihan Presiden 2019, posko pemenangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno didirikan di dekat rumah Jokowi di Sumber, Banjarsari, Solo. Ketua Tim Pemenangan Prabowo-Sandi, juga orang Solo, yakni Djoko Santoso, kini almarhum.

Seolah hendak dibangun persepsi, masyarakat yang dekat di sekitar Jokowi saja tidak mendukungnya, apalagi masyarakat yang jauh. Itulah!

* Karyudi Sutajah Putra: Analis Politik pada Konsultan dan Survei Indonesia (KSI), Jakarta.

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas