Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Sebastian Geraldo Bhaskara Putra Sibbald Mengaku Menjadi Musisi Bukanlah Cita-citanya

Sebastian Geraldo Bhaskara Putra Sibbald, yang mengaku, menjadi musisi bukanlah cita-citanya. Impian Bass malah ingin menjadi pesepakbola. Ini bermula

Editor: Toni Bramantoro
zoom-in Sebastian Geraldo Bhaskara Putra Sibbald Mengaku Menjadi Musisi Bukanlah Cita-citanya
dok pribadi
Sebastian Geraldo Bhaskara Putra Sibbald 

GOLDEN WORD  ‘Keuletan dan kerja keras tidak menghianati hasil’ memang benar adanya. Kepiawaiannya meniup saksofon kerap membawa lelaki rupawan ini melanglang ke berbagai negara untuk mengisi varian pentas musik Jazz. Di Indonesia, jam terbangnya pun kian mumpuni.

Namun perannya di ranah Jazz, tidak lantas menerbangkan popularitasnya. Meski popularitas memang bukan tujuan akhir. Misi dan visi utamanya adalah, jika karyanya bisa membuat ekstase penikmat musik. Ini prinsip lelaki keturunan Belanda Jawa itu. 

Sebastian Geraldo Bhaskara Putra Sibbald    foto1
Sebastian Geraldo Bhaskara Putra Sibbald

Adalah Sebastian Geraldo Bhaskara Putra Sibbald mengaku menjadi musisi bukanlah cita-citanya. Impian Bass malah ingin menjadi pesepakbola. Ini bermula ketika menyaksikan keseruan grand final World Cup tahun 2002. Waktu itu Brazil versus Jerman. "Ingin benar menjadi Ronaldo, tapi ternyata jalan hidup berkata lain," ungkap Bass, mulai berkisah.

 Perjalanan musiknya menyimpan banyak keunikan. Ada suka duka, ada tawa dan sedih. Dia lantas mengungkap fakta, bahwa bermain Saksofon ternyata bukan pula pilihannya. Di usia 6 tahun dengan arahan papanya yang berprofesi sebagai business man sekaligus pemain saksofon, Bass seolah 'dipaksa' mengikuti jejak sang kaka, Genoneva Gerardia Geacinta Gadisvania Sibbald alias Gadiz, yang lebih dulu menekuni saksofon.  

Ketika Bass mengiyakan ajakan tersebut, Bass wajib berhadapan dengan ‘komitmen’. "Papa bilang kalau sudah mau, gak boleh setengah-setengah. Harus punya komitmen. Namanya anak kecil, saya ngga ngerti apa itu komitmen," tutur Bass lugu.  Lantaran postur tubuhnya yang masih kecil, Bass mengawali bermain saksofon jenis terkecil Baby Sopranino.

Bersama Gadiz akhirnya Bass tekun berlatih membaca notasi, pelatihan jari (fingering), pernapasan (menguasai teknik circular breathing) juga untuk pembentukan tone disertai play along maupun ensemble untuk pembentukan musikalitasnya. "Latihannya bisa 3 sampai dengan 4 jam sehari," kenang lelaki kelahiran 8 Juni 1994 yang juga khatam bermain flute, trompet, klarinet, piano, drums, perkusi dan bass itu. Berdamai dengan waktu, terbukti Bass disiplin berlatih. Ketika tubuhnya mulai tumbuh, ia juga memainkan semua varian saksofon termasuk Bariton yang belakangan menemani penampilannya. 

AS FLAGSHIP (BRAND AMBASSADOR) SAXOPHONE TAIWAN 

Berita Rekomendasi

Bass G merupakan nama panggilan panggungnya. Setelah berlatih rutin dan keras selama setahun, Bass mulai berani bermain secara professional bersama kakaknya dalam formasi duo saksofon G&B (Gadiz V & Bass G).  Tahun 2003 menjadi catatan tersendiri bagi G&B, yang mendapat endoresement dan sponsor dari perusahaan pembuat saxophone Taiwan. Tugas mereka adalah untuk memperkenalkan, memasarkan dan memasyarakatkan saksofon dengan brand Gadiz V & Bass G (G&B Sax). 

Bersama Gadis, Bass membawa misi bahwa saksofon itu bisa dimainkan oleh siapun untuk segala usia, dimainkan untuk semua jenis genre, tidak hanya terpaku untuk musik jazz saja. 

Tahun 2005, Bass bahkan menerima penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai saksofonis pria professional termuda Indonesia."Kebanyakan orang menganggap saksofon itu ekslusif, mahal, dan hanya untuk jazz. Padahal kenyataannya bisa buat semua genre musik, mulai pop, rock dangdut dan lainnya," sergah Bass. 

KELUAR DARI ZONA NYAMAN

G&B mulai membukukan diskografinya di tahun 2004.  Mereka merilis album perdana yang sukses, dengan title “Excotic Saxes” di bawah label Betari Musik. Lalu menyusul album kedua “Sax Chemistry”  yang sempat kolaborasi dua lagu dengan Tompi. Masing-masing “Benarkah” dan  “Kuingin  Lebih Dari Itu”. “Saya bangga bisa bekerjasama dengan mereka.

Usia muda bukan penghalang bagi Musisi untuk berkarya dengan maksimal dan indah,” tulis dr.Tompi dalam prakata album kedua tersebut. Sedangkan album ketiga “Sax Anatomy”, G&B menggandeng Glenn Fredly alm.

Memainkan lagu berjudul “Penting”. “Saya tak akan lelah untuk menyemangati generasi muda, untuk ikut merayakan Musik Indonesia,” ujar alm Glenn suatu ketika. Tentu ini juga berlaku untuk G&B!! 

Halaman
123
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas