Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Habis Munir, Terbitlah Novel
Habis Munir, terbitlah Novel. Setelah Munir Said Thalib, kini giliran Novel Baswedan muncul sebagai ikon perlawanan
Editor: Hendra Gunawan
Tulisan Dr Sumaryoto Padmodiningrat MM
TRIBUNNEWS.COM - Habis Munir, terbitlah Novel. Setelah Munir Said Thalib, kini giliran Novel Baswedan muncul sebagai ikon perlawanan terhadap pemerintah.
Bedanya, Munir dalam hal hak asasi manusia (HAM), Novel dalam pemberantasan tindak pidana korupsi (KPK).
Nasib keduanya pun sama: diteror! Bedanya, Munir kehilangan nyawa, Novel "hanya" kehilangan sebelah mata.
Munir yang saat itu Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) meninggal dunia di dalam pesawat Garuda Indonesia dalam penerbangan dari Bandara Changi, Singapura, menuju Amsterdam, Belanda, 7 September 2004 untuk melanjutkan studi. Munir tewas karena racun arsenik yang masuk lewat minumannya.

Tiga orang kemudian ditetapkan sebagai tersangka, yakni pilot senior Garuda Pollycarpus Budihari Priyanto, Direktur Utama Garuda Indra Setiawan, dan Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN) Muchdi Poerwopranjono.
Pollycarpus divonis 20 tahun penjara, Indra divonis 1 tahun penjara, sedangkan Muchdi divonis bebas.
Sebelum terbunuh, Munir sangat vokal soal HAM, khususnya terkait kondisi di Aceh dan Papua.
Sebab itulah, Munir dianggap "menjual" negara, dan untuk itu menurut mereka harus dilenyapkan.
Namun, aktor intelektual pembunuh Munir sampai kini atau hingga lebih dari 15 tahun berlalu tetap tak tersentuh. Yang dihukum hanya eksekutor lapangan.
Pasca-kematian Munir, perlawanan terhadap pemerintah dalam soal HAM terus disuarakan, termasuk dengan aksi-aksi jalanan.
Novel Baswedan, penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), diserang dengan siraman air keras oleh orang tak dikenal pada 11 April 2017 saat dalam perjalanan pulang dari masjid di kompleks perumahannya di Kelapa Gading, Jakarta Utara, usai salat subuh. Novel kehilangan mata kiri akibat penyerangan itu.
Hampir tiga tahun kemudian, dua orang ditetapkan sebagai tersangka, yakni Ronny Bugis dan Rahmat Kadir.
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (11/6/2020), dua oknum polisi itu dituntut hukuman 1 tahun penjara.

