Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Kontroversi RUU Haluan Ideologi Pancasila: Catatan Kritis dari DPP KNPI
Pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) oleh Pemerintah dan DPR memantik polemik dan kontroversi di tengah masyarakat.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) oleh Pemerintah dan DPR memantik polemik dan kontroversi di tengah masyarakat.
Narasi yang muncul sebagai respon publik atas RUU HIP bermuara pada 3 isu utama: tidak masuknya TAP MPRS XXV/MPRS/1996 dalam konsideran; diperasnya lima sila Pancasila menjadi trisila dan ekasila; dan masuknya frasa ketuhanan yang berkebudayaan dalam naskah.
Isu pertama terkait TAP MPRS XXV/MPRS/1996 berkaitan dengan Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia Bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan Untuk Menyebarkan Atau Mengembangkan Faham Atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme.
Tidak masuknya TAP MPRS XXV/MPRS/1996 dalam konsideran RUU HIP, dipandang sebagai sikap politik yang memberi peluang hidupnya kembali faham komunis yang dianggap sebagai musuh utama Pancasila.
Pada poin ini, RUU HIP mendapat tentangan keras dari berbagai kelompok masyarakat, khusunya dari kelompok masyarakat unsur agama, yang memiliki catatan historis tersendiri dengan faham komunis.
Dua isu lainnya, terkait dengan diperasnya lima sila Pancasila menjadi trisila dan ekasila, serta ditulisnya frasa ketuhanan yang berkebudayaan, sejatinya merupakan bagian dari perdebatan sejarah yang panjang.
Baca: Ditolak MUI, Mahfud MD Pasang Badan Jika Ada yang Ganti Pancasila dengan Komunis di RUU HIP
Kedua isu ini memiliki akar historis pada Pidato 1 Juni yang disampaikan Bung Karno. Sehingga, polemik pada dua isu ini dirasa masih dapat diberdebatkan sebagai bagian dari diskursus akademik yang
merupakan bagian unsur yang inheren dalam sebuah proses pembentukan peraturan perundang-undangan.
Baca: Karyawannya di Bagian Dapur Ini Diduga Dipakai Ruben Onsu untuk Dapatkan Resep Ayam Geprek Sujono
Di luar tiga isu utama tersebut, Bidang Penegakan Ideologi Pancasila DPP KNPI memandang terdapat isu lain yang lebih substantif dan masih belum dominan dibahas publik.
Yakni, isu terkait kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia.
Baca: Kinto One, Layanan Sewa Mobil Toyota Berlangganan Layaknya Punya Kendaraan Sendiri
Sehingga, Bidang Penegakan Ideologi Pancasila DPP KNPI beranggapan tidak tepat meringkus Pancasila menjadi sebuah produk hukum di level UU, mengingat kedudukan Pancasila jauh lebih tinggi dan mendasar dibanding UU.
Selain itu, dalam lanskap yang lebih luas, polemik yang berkembang diseputar RUU HIP, sejatinya bukan sesuatu yang benar-benar baru.
Diskursus tentang Pancasila sudah menjadi bahan perdebatan lama, bahkan umur perdebatannya sama dengan usia republik.
Tema perdebatan seputar Pancasila, bahkan menyasar banyak dimensi lain yang lebih luas, seperti: relasi Pancasila dan agama; posisi Pancasila dalam peta ideologi dunia; momentum hari kelahiran Pancasila; penjabaran Pancasila sebagai ideologi negara; dan berbagai isu yang lain yang mudah kita temukan dalam berbagai literatur.
Dengan kata lain, perdebatan di seputaran RUU HIP, sejatinya hanya bagian kecil dari diskursus panjang tentang Pancasila.