Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Runtuhnya "Geger Boyo" saat Gunung Merapi Meletus 2006 Bisa Terulang

Bau belerang sangat kuat, dan suasana aneh. Saya sempat berpikiran kalau terjadi awan panas untuk masuk bunker.

Editor: Setya Krisna Sumarga
zoom-in Runtuhnya
Koleksi Pribadi A Lesto P Kusumo
Lesto P Kusumo bersama mobil Nissan Terrano di kawasan Kaliadem, Juni 2006 

OLEH : A LESTO P KUSUMO, Konsultan Migas & Petrokimia/Aktivis Merapi Rescue Community

BERBAGAI data petunjuk aktivitas Gunung Merapi saat ini mengingatkan peristiwa letusan 2006. Data kegempaan, deformasi, dan letusan 21 Juni 2020 yang mengikis kubah lava di puncak barat daya. 

Saya turut jadi saksi hidup letusan Merapi 2006, menyaksikan dari dekat detik-detik runtuhnya apa yang disebut “Geger Boyo”.

JELANG LETUSAN MERAPI 2006
Asap solfatara mengepul cukup tebal dari puncak Merapi pada awal Juni 2006. Letusan bulan itu meruntuhkan kubah lava sektor selatan puncak gunung, menerjang kawasan Kaliadem, Cangkringan, Sleman.

Geger Boyo artinya “Punggung Buaya”. Ini sebutan lokal untuk menandai kubah lava yang menempel di dinding puncak selatan gunung ini.

Dari kejauhan, penampakan bagian kubah lava itu memang mirip punggung buaya. Awal 2006, BPPTK Yogyakarta menaikkan status aktivitas dari Aktif Normal ke Waspada.

Informasi dari media menyatakan sudah terjadi deformasi ke selatan/tenggara. Di saat yang sama kemunculan titik-titik asap solfatara cukup banyak.

Semakin hari semakin banyak secara terus menerus dengan intensitas yang lumayan padat, khususnya pantauan dari arah Kaliadem.

Foto situasi Gunung Merapi menjelang letusan 2006. Foto diambil pada 6 Juni 2006, asap solfatara mengepul cukup tebal dari puncak gunung.
Foto situasi Gunung Merapi menjelang letusan 2006. Foto diambil pada 6 Juni 2006, asap solfatara mengepul cukup tebal dari puncak gunung. (Koleksi Pribadi A Lesto P Kusumo)
Berita Rekomendasi

Kemunculan terbanyak pada area puncak sisi “Geger Boyo”. Dari pantauan kamera tele, terlihat adanya longsoran-longsoran di beberapa area dan terlihat sepertinya adanya jalur-jalur air baru.

Sejak bergabung dengan Relawan Balerante di awal 2006, saya selalu menginformasikan melalui radio VHF jaringan Balerante 149.070 adanya potensi longsoran akibat pendesakan ke arah “Geger Boyo”.

Motivasi saya bergabung dengan Relawan Balerante untuk memberi tambahan wawasan secara teknis tentang Geologi, Citra Satelit Cuaca MTSAT-1R, Citra Satelit Landsat hingga mengubah suara Seismograf menjadi data grafis visual di komputer sebagai perkuatan informasi, data dan fakta.

Pola-pola pergerakan aktifitas vulkanik dapat terpantau menjadi lebih akurat, termasuk bila akan ada guguran atau awan panas dan kegempaan vulkanik atau tektonik.

Sebagai seorang konsultan migas dan industri petrokimia, saat libur dimanfaatkan mengamati Merapi sejak 2005.

LETUSAN MERAPI 2006
Foto situasi lereng bagian selatan sesudah letusan yang meruntuhkan kubah lava (Geger Boyo) Juni 2006. Jejak abu vulkanik terlihat tebal di sepanjang lereng selatan.

Pada salah satu media disebutkan tidak perlu khawatir tentang Geger Boyo yang disebut kokoh.

Dari pengamatan series dan zoom Geger Boyo, menampakan adanya pelapukan dan perapuhan pada area tersebut. Perkembangan yang terjadi termasuk perubahan bentuk.

Salah satu yang saya ambil menjadi foto Merapi di Ensiklopedia Britannica. Bagian “Geger Boyo” tampak di foto itu.

Pada Juni 2006, saat ke Kaliadem, saya turun melihat Sabo Dam ESDM-1. Tahun itu saya belum bergabung menjadi narasumber di Kementerian PU, karena masih di Migas dan Petrokimia.

Terasa bau belerang yang kuat dan hembusan udara dingin yang aneh tidak seperti biasanya. Saat  berada di dekat bunker Kaliadem, saya sempat meminta beberapa warga turun.

Bau belerang sangat kuat, dan suasana aneh. Saya sempat berpikiran kalau terjadi awan panas untuk masuk bunker.

Saya pernah membaca bunker itu karya pakar sipil sebagai bagian proyek rumah perlindungan dari awan panas.

Tapi saya kemudian berpikiran lebih baik turun karena sudah mulai petang dan lokasi yang terlalu dekat jurang  Lalu saya mengendarai Terrano untuk turun, tidak jauh ke selatan terasa terjadi getaran kuat pada mobil.

Tadinya saya kira ban mobil bocor. Saya periksa, semua ban ternyata kondisi baik. Tiba-tiba terdengar suara teriakan di handy talky (HT). "Geger boyo runtuh...!!!"

Saya membalik badan dan melihat kepulan awan panas bergulung-gulung hitam. Suara gemuruh mulai menerjang Kaliadem yang hanya 3 kilometer dari puncak Merapi.

Segera saya masuk mobil, memacu kencang di tengah getaran-getaran yang terasa kuat. Mobil menyusuri jalan pinggiran jurang menuju Dusun Bronggang.

Saya berputar ke timur menuju Pos Balerante, Kemalang, Klaten. Tiba di Pos Balerante, kepulan hitam kemerahan awan panas masih terlihat jelas di Selatan-Tenggara kaki Merapi..

Kami mendengar ada dua orang dicari dan diperkirakan masuk ke bunker, yang ternyata bunker tersebut tertimbun material awan panas.

Setelah bertemu rekan-rekan Balerante, dan menceritakan pengalaman menegangkan mirip film Dante's Peak, saya serasa seperti baru saja menjadi Pierce Brosnan. (*)

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas