Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Jangan Lupa Bahagia
Upaya menuju bahagia menemukan entry point yang sama dengan ikhtiar dan langkah-langkah untuk mencapai kehidupan yang lebih baik (a Better Life).
Editor: Setya Krisna Sumarga
OLEH : HARSONO HADI, Learning Facilitator& Coach
AWALNYA saya secara konsisten menggunakan jargon ”Jangan Lupa Bahagia” ini sebagai topik bahasan sebuah acara talkshow di sebuah stasiun radio FM ibukota, yang mengusung ecolife style, beberapa tahun lalu.
Kemudian seperti biasa saya juga menuliskannya menjadi status pada beberapa akun media sosial saya.
Tanpa dinyana, kalimat yang menjadi judul acara radio dan status sosmed tersebut mendapat respon cukup banyak dan beragam. Baik pada saat talkshow berlangsung, maupun melalui beberapa komentar di akun saya.
Dari berbagai reaksi yang muncul saat itu, saya mengkategorikan ke dalam tiga cara respon yang berbeda-beda.
Pertama, saya mendapati sahabat-sahabat saya yang mengucapkan terima kasih karena frasa “Jangan Lupa Bahagia” benar-benar menyambar pikiran dan menyentuh perasaan paling dasar mereka.
Pada respon ini mereka merasa kalimat tersebut menjadi reminder tentang tujuan hidup sesungguhnya, yakni: BAHAGIA.
Apalagi selama ini kebanyakan di antaranya merasakan ter-alienasi, terasing dan mungkin memang sudah lupa apa dan bagaimana caranya menjadi ‘bahagia’.
Kedua, beberapa pendengar dan juga sahabat melalui telepon, SMS, chatting dan beberapa komentar pada akun sosmed saya juga turut melontarkan beberapa pertanyaan yang kebanyakan didorong rasa ingin tahu.
Seperti: “apa siy yang Anda maksud dengan bahagia itu?” atau “menurut Anda, mana yang lebih penting harus sukses atau bahagia?” dan banyak lagi.
Respon ketiga, ternyata tidak sedikit juga yang menunjukkan minat dan gagasan kemudian ikut terlibat.
Tidak sekedar menanyakan, namun menyampaikan dan menuliskan ide-ide dari sudut pandang mereka serta mendiskusikan aspek-aspek apa saja yang terkait topik di atas.
Termasuk di antaranya membagikan pengalaman dan kiat bagaimana memulai hidup menjadi lebih bahagia.
Jujur saja, saya merasa sangat berbahagia manakala mendengar dan membaca respon di atas, bagaimanapun caranya dan apapun bentuknya.
Ungkapan kalimat yang secara sederhana yang saya pilih ternyata mampu menggugah sisi paling dalam pada kesadaran banyak orang -paling tidak sahabat-sahabat saya.
Kemudian menjadi tergerak dan memiliki curiousity untuk menanyakan dan mencari tahu: sudahkah kita ‘bahagia’?
Atau jangan-jangan kita sendiri bahkan sudah lupa seperti apa ‘bahagia’ sebenarnya. Sampai beberapa saat sejak pertamakali mengangkat topik tersebut, saya semakin tergerak.
Saya ingin menuangkan beberapa pandangan dan gagasan yang mewakili concern pada apa yang sebenarnya saya alami sepanjang perjalanan hidup saya.
Mungkin juga menjadi pengalaman banyak sahabat saya. Setiap bangun pagi dan malam menjelang istirahat, kalimat “Jangan Lupa Bahagia” lalu menjadi begitu jelas menari-nari di benak saya.
Dari berbagai sesi pelatihan dan workshop, diskusi dan sharing dengan beberapa sahabat dan peserta pelatihan, saya tergerak untuk mengumpulkan beberapa artikel yang saya tulis mengenai personality, ethics dan perilaku positive yang menjadi concern saya.
Sebagian besar telah dipublikasikan di beberapa media dan sisanya berupa catatan harian, materi talkshow ataupun hand out pelatihan.
Dari tulisan-tulisan tersebut serta dari berbagai diskusi dan sharing session pada seminar dan training yang berlangsung bersamaan beberapa kesempatan mendampingi program konsultansi, ternyata terdapat pendekatan yang hampir sama memotret komitmen personal dalam kesadaran nilai dan perilaku sehari-hari.
Kesamaan pendekatannya adalah pertama, menyoal bagaimana menempatkan hidup bahagia sebagai tujuan hakiki hidup.
Kedua, bagaimana mendorong perilaku aktif yang bersumber dari kesadaran nilai-nilai dasar seperti integritas, fokus, persistensi, kemauan mengembangkan diri, disiplin dan kemaslahatan orang banyak.
Upaya menuju bahagia menemukan entry point yang sama dengan ikhtiar dan langkah-langkah untuk mencapai kehidupan yang lebih baik (a Better Life).
Ikhtiar ini semakin relevan bagi mereka yang hidup di kota-kota besar dengan kehidupan sosial kemasyarakatan yang heterogen dan kosmopolit yang semakin haus dengan maknakebahagiaan.
Kebahagiaan sendiri menurut Hurlockmerupakan gabungan dari adanya sikap menerima (acceptance), kasih sayang (affection) dan prestasi (achievement).
Ketiga hal tersebut menjadi aspek kebahagiaaan yang saling berkaitan dan mempengaruhi. Kebahagiaan sendiri pada konteks didefinisikan sebagai keadaan psikologis yang positif.
Seseorang memiliki emosi positif berupa kepuasan hidup, pikiran dan perasaan yang positif terhadap kehidupan yang dijalaninya.
Emosi positif bisa berhubungan dengan masa lalu, masa sekarang, atau masa depan, yang dengan mempelajari ketiganya, seseorang dapat menggerakkan emosi ke arah yang positif dengan mengubah perasaan tentang masa lalu, cara berpikir tentang masa depan, dan cara menjalani masa sekarang (Selligman).
Dalam beberapa pandangan klasik dan keagamaan, bahagia adalah ketika kita bisa mensyukuri segala nikmat-nikmat yang setiap hari, setiap detik kita rasakan dan kita lalui.
Untuk menjadi bahagia dan mencapai kehidupan yang lebih baik, dengan sendirinya memerlukan sebuah konsepsi yang menjelaskan apa sajakah yang kemudian perlu difahami, direncanakan dan kemudian dijalankan.
Jembatan yang menuju kedua hal tersebut adalah kesadaran tentang nilai-nilai hidup, prinsip etis yang menjadi penyangga dan pegangan menjalani kehidupan dengan lebih baik dan penuh makna.
Kesadaran nilai ini akan menjadi jembatan yang terbuka untuk siapapun dan akan memudahkan setiap yang menyeberanginya menuju bahagia.
Kesadaran tentang nilai (value) banyak menarik minat dan perhatian saya, baik saat menjalankan program pembelajaran personality development dan soft skill, maupun pada program pendampingan dan pengembangan budaya organisasi bersama beberapa perusahaan.
Bagi sebuah organisasi, kesadaran dan komitmen pada values menjadi fundamen yang memiliki korelasi sangat erat dan bermuara pada berjalannya budaya organisasi yang efektif.
Perusahaan besar karena membangun budaya dengan sungguh-sunguh karena keyakinan produktivitas perusahaan dan karyawan dapat didorong dengan menciptakan suasana kerja atau budaya kerja yang menyenangkan.
Beberapa ahli manajemen, salahsatunya Anthony Robbins mengungkapkan, konsep budaya perusahaan dalam beberapa dekade saat ini dipercaya sebagai salahsatu alat untuk mencapai keunggulan dan keberhasilan perusahaan, sehingga kemudian setiap perusahaan memiliki budaya yang unik dan berbeda.
Ada hubungan timbal balik dalam budaya perusahaan dan nilai pribadi. Nilai perusahaan (corporate values) terbentuk dari kesepakatan nilai-nilai pribadi individu-individu dalam perusahaan yang disepakati dan dikukuhkan sebagai nilai-nilai yang dipegang bersama, dan sebaliknya budaya perusahaan akan diserap oleh karyawan menjadi nilai-nilai pribadi mereka.
Salah satu insight dalam sesi pelatihan maupun rekomendasi yang sering muncul saat evaluasi implementasi budaya perusahaan adalah berkaitan dengan kuatnya pengaruh nilai-nilai korporat (corporate values).
Juga perilaku-perilaku kunci (key behavior) yang merefleksikan nilai tersebut terhadap efektivitas budaya sebuah perusahaan.
Jika kita memperhatikan suatu organisasi atau perusahaan, maka eksistensi, tumbuh dan berkembangnyabudaya perusahaan bukan semata-mata karena jargon, event, campaign dan banyaknya artefak-artefak budaya perusahaan yang disiapkan dan disosialisasikan.
Namun, sejatinya jauh lebih kuat tercermin pada bagaimana setiap individu didalam suatu organisasi/perusahaan memahami, menjalankan, memegang teguh dan mempunyai komitmen untuk menampilkan perilaku kunci yang menggambarkan setiap nilai yang sudah disepakati secara formal, kolektif dan mengikat pada perusahaan tersebut.
Nilai inti (core values) yang menggabungkan dan mengelompokkan perilaku-perilaku kunci sebagai pegangan yang terrefleksikan ke dalam komitmen seluruh elemen perusahaan untuk mengelola (manage) dan menjalankan operasional usahanya.
Nilai inti inilah yang menjadi guidance dan referensi yang dipegang teguh bagi seluruh individu karyawan, manajemen dan organisasi berkaitan dengan bagaimana mereka harus bertindak.
Pada sisi yang berbeda, cerminan perilaku ini sekaligus sebagai salahsatu identitas perusahaan yang akan mampu menjawab pertanyaan tentang bagaimana stake holder dan terutama customer mempersepsikan perusahaan.
Itulah mengapa budaya perusahaan menurut Prof DR Djokosantoso Moeljono didefinisikan sebagi sebagai “sistem nilai-nilai yang diyakini semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat, dan dapat dijadikan acuan berperilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan perusahaan yang telahditetapkan”.
Nah, karena sifatnya yang juga bergantung pada tafsir dan komitmen individu dalam sebuah entitas organisasi, kemudian saya meletakkan pendekatan penerapan nilai positive (positive values) untuk mengambil simpul atas ide dasar yang secara konsisten muncul dalam beberapa artikel dan catatan yang saya tulis, maupun bahan-bahan dalam pelatihan dan seminar yang saya jalankan.
Dengan demikian, saya ingin meneguhkan pandangan bahwa nilai positive yang konkrit dan aplikatif dapat juga berlaku secara personal pada kehidupan seseorang untuk tujuan yang menjadi hakikat dalam hidup, yakni menjadi pribadi yang bahagia..
Nilai-nilai tersebut akan memiliki kekuatan sekaligus menjadi pemantik (trigger) untuk kehidupan yang lebih baik bagi siapapun di kemudian hari.(*)