Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Kitab Pararaton, Letusan Gunung Berapi, dan Tanda-tanda Bencana di Masa Kuno

Kejadian letusan gunung dalam Pararaton ternyata juga terekam di Nagarakrtama.Itulah saat penulis Nagarakrtagama mengingatkan Hayam Wuruk lahir.

Editor: Setya Krisna Sumarga
zoom-in Kitab Pararaton, Letusan Gunung Berapi, dan Tanda-tanda Bencana di Masa Kuno
Koleksi Pribadi Goenawan A Sambodo
Goenawan A Sambodo, epigraf dan peneliti sejarah kuno Jawa, menunjukkan prasasti tamra atau tembaga di sebuah event kesejarahan 

Di dalam prasasti yang terkenal tentang penanganan banjir ini adalah prasasti Kamalagyan masa Airlangga dan prasasti Tugu dari Purnnawarmman

Sedikit tentang prasasti Tugu. Ada sungai bernama Candrabhaga yang digali oleh maharaja Purnnawarmman.

Alirannya ditujukan ke laut. Itu setelah saluran sungainya sampai di istana kerajaan yang termasyhur.

Pada tahun ke-22 bertakhtanya, raja menitahkan menggali kali yang permai dan berair jernih. Gomati namanya. Itu setelah alirannya melintas di tengah-tengah tanah kediaman yang mulia nenekda sang Purnnawarmman.

Pekerjaan dimulai pada hari baik tanggal 8 paro-gelap bulan Phalguna. Lalu disudahi pada tanggal ke-13 paro-terang bulan Caitra. Jadi hanya berlangsung 21 hari lamanya. Saluran galian itu panjangnya 6.122 tumbak.

Mengapa banjir? Dari kalimat, “alirannya melintas di tengah-tengah tanah kediaman Yang Mulia Nenekda Sang Purnnawarmman,” dianggap beberapa ahli sebagai aliran air masuk ke kediaman nenek raja.

Merujuk telaah ahli sejarah kuno Jawa, almarhum Trigangga, dari prasasti Kamalagyan lebih jelas menggambarkan adanya desa desa terdampak banjir yang mengakibatkan kesulitan para warganya.

Berita Rekomendasi

Raja lantas memerintahkan pembangunan bendungan untuk mengatasi hal itu. Adapun sebabnya raja mengambil tindakan demikian karena bengawan (Sungai Brantas) sering menjebol tanggul di Waringin Sapta.

Akibatnya, banyak desa, daerah perdikan, hunian para biksu, pendeta dan pertapa, serta bangunan suci/candi kebanjiran.

Akibat banjir yang selalu datang itu maka sawah-sawah tergenang air dan hancur, dan penghasilan pajak yang masuk menjadi sangat berkurang.

Apa penyebab banjir? Kalau kita perhatikan tanggal dikeluarkannya prasasti Kamalagyan, 11 November 1037 M, pada bulan tersebut sudah memasuki musim hujan.

Jadi banjir yang menggenangi lahan-lahan hunian dan pertanian di pinggiran sungai Brantas disebabkan hujan, baik langsung (hujan setempat) maupun tidak langsung (hujan di bagian hulu, dekat pegunungan yang mengakibatkan air bah).


Intensitas hujan ini kemungkinan besar lama sehingga meningkatkan volume air sungai, lalu melimpah dan membanjiri lahan-lahan sekitarnya.

Tetapi hujan deras bukanlah “pelaku tunggal” penyebab banjir. Air laut pasang pun bisa jadi penyebab banjir sungai Brantas, walau secara tidak langsung karena jauh di pedalaman.

Halaman
1234
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas