Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
“Perang” Dua Panglima, Istana yang Terbakar!
Walau tidak punya logistik tapi Adian lebih tahan lapar dan bagai gerilyawan dia mampu bertahan dari makan apapun yang ditemukan di hutan.
Editor: Setya Krisna Sumarga
OLEH : RENI AGUSTIAN, Mahasiswa Pascasarjana University of Manchester
DALAM tulisan ini saya sedang mengulas ‘perang terbuka” antara Erick Thohir dan Adian Napitupulu. Saya tidak akan membahas mengenai motivasi dan tujuan perang masing masing pihak.
Karena bagi saya, jika sudah “perang terbuka” maka motif dan tujuan masing masing tidak lagi penting untuk dianalisa. Semoga tulisan ini bisa memberikan pencerahan dan sudut pandang objektif bagi kita semua
Ada dua faktor yang membuat orang memiliki stamina dalam "perang". Pertama, logistik. Kedua, pengalaman.
JIka dari segi logistik, maka Adian tentu tidak akan kuat mengimbangi Erick Thohir yang memang berasal dari keluarga konglomerat.
Apalagi sekarang sudah menjabat sebagai menteri yang mengelola aset Rp 8.000 triliun. Bisa di pastikan 1.000 persen, Erick Thohir akan sangat unggul dan tidak terkalahkan oleh Adian dalam hal logistik.
Apakah kekalahan logistik membuat "perang terbuka” yang sudah berlangsung hampir dua bulan ini akan membuat Adian menyerah kalah?
Hitungan saya, tidak akan semudah itu Adian dikalahkan. Adian bukan aktivis kaleng-kaleng. Adian punya daya tahan yang lahir dari proses pertarungan panjang sejak awal 90 an.
Walau tidak punya logistik tapi Adian lebih tahan lapar dan bagai gerilyawan dia mampu bertahan dari makan apapun yang ditemukan di hutan. Mulai akar, daun, buah, hingga hewan buruan.
Kesimpulan saya, "perang" Erick Thohir vs Adian tidak akan berakhir dalam waktu dekat. "Perang" ini akan berlangsung hingga Erick Thohir diresafel, didamaikan istana.
Atau jika kedua hal itu tidak terjadi maka boleh jadi "perang" akan berakhir Oktober 2025 saat Presiden pengganti Jokowi dilantik.
Jika "perang terbuka" berlangsung hingga 2025, maka peluang Adian untuk menang secara politik dan moral akan lebih besar.
Mengapa? Karena selama 4 tahun ke depan Erick Thohir sebagai menteri akan mengambil ratusan kebijakan dan dari setiap kebijakan itu akan menjadi amunisi baru buat Adian.
Peluang kemenangan Erick Thohir justru jika mampu bermain pendek walaupun mungkin akan menguras logistik yang sangat besar dengan menggunakan cara cara yang serupa seperti yang digunakan melengserkan Ari Askhara dari Dirut Garuda, yaitu dengan isu-isu.
Serangan Adian akan mengarah pada pendelegitimasian semua kebijakan yang diambil Erick Thohir. Serangan Erick Thohir pada Adian akan lebih mengarah pada wilayah mendelegitimasi Adian secara etika dan moralitas.
Itu area serangan yang paling mungkin karena posisi Adian bukan menteri yang menjadi pengambil kebijakan.
Erick Thohir kuat karena dengan latar belakangnya sebagai pengusaha maka jelas dirinya akan didukung oleh banyak pengusaha hingga konglomerat.
Namun jangan lupa, Erick Thohir tidak memiliki kekuatan yg dimiliki oleh Adian Napitupulu, yaitu partai politik. Adian adalah politisi kader PDIP yang memiliki rekam jejak cukup baik di internal partai.
Besar kemungkinan PDIP akan membela disaat posisi Adian terdesak. Bagaimanapun juga PDIP dikenal sebagai partai yang memiliki solidaritas tinggi terhadap kadernya.
Sebenarnya jika Erick maupun Adian bukan sesama pendukung Jokowi, maka "perang" ini mirip pertandingan sepak bola yang menarik dan berkualitas.
Mulanya Erick diserang dengan data utang, lalu muncul tagar #SesatPikirAdianNapitupulu yang diperkirakan dilakukan pendukung Erick.
Diduga pendukung Adian membalas tagar itu dengan tagar #ErickOut. Tagar #ErickOut dibalas kelompok Erick dengan memunculkan opini "Adian titipkan 60 komisaris".
Lalu isu ini dibalas kelompok Adian dengan opini "6.000" komisaris titipan di bumn". Menarik bukan? Pertarungan politik yang keren, cerdas dan elegan yang sesungguhnya membuka polemik yang mencerdaskan walaupun akhirnya semua menjadi sangat terbuka.
Kalau dari sisi pertarungan politik maka ini sangat menarik. Tapi kalau di lihat dari posisi Erick maupun Adian yang sama sama merupakan pendukung Jokowi maka "perang" ini akan sangat merugikan Jokowi.
Terlebih lagi saat ini di mana secara ekonomi Indonesia sedang berjalan menuju resesi besar.
Ketika Jokowi diserang habis-habisan oposisi yang menggunakan momentum krisis ekonomi, maka Erick Thohir dan Adian Napitupulu belum tentu akan menghentikan "perang" mereka.
Dengan demikian barisan yang membela Jokowi tidak akan sekuat saat Pilpres. Itu berarti kemungkinan besar pendukung Erick Thohir dan Adian Napitupulu juga takkan mengambil sikap membela Jokowi, melainkan justru asyik meneruskan perang mereka sendiri.
Semakin lama "perang" ini berlanjut maka barisan pendukung dan pembela Jokowi akan semakin banyak yang terseret-seret.
Akan ada bergabung di pihak Erick Thohir tapi sebagian juga akan ada yang bergabung di pihak Adian Napitupulu.
Situasi hari ini terlihat para politisi dan pejabat juga enggan terlibat mendukung Erick atau Adian secara terbuka.
Semua sepertinya mengambil posisi "aman" dan menonton karena belum jelas siapa yang lebih berpeluang menang.
Jangankan berpihak, bahkan untuk mengambil posisi sebagai penengah atau mediator yang mendamaikan saja tidak ada yang punya keberanian.
Berapa lama "perang" berapa banyak "korban" akan sangat di tentukan dari intervensi Jokowi.
Tapi seringkali perang tidak berakhir seperti apa yang diharapkan jadi mungkin saja Erick Thohir dan Adian Napitupulu menjadi arang atau abu dan Jokowi turun sebelum waktunya.
Karena sejarah mengajarkan bila ada perang antara dua panglima, maka istanalah yang terbakar.(*)