Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Pemulihan Ekonomi, Omnibus Law, dan Normal Baru
Perbaikan tata kelola yang dapat meminimalkan biaya transaksi akan menstimulir perkembangan ekonomi.
Editor: Sanusi
Sejumlah pengamat lainnya menilai kegiatan usaha yang selama ini terhambat oleh perizinan dan syarat-syarat terkait lingkungan, bentuk hambatan sebenarnya adalah korupsi dan rumitnya proses administrasi perizinan.
Penilaian ini mungkin ada benarnya, akan tetapi fakta bahwa terdapat prosedur yang selama ini menghambat yang tidak terkait korupsi, seperti misalnya dalam proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung, pemerintah hanya melelang proyek, dan pelaku usaha harus mendapatkan lahan dan seluruh perijinan, sehingga biaya proyek menjadi tinggi dan penyelesaian konstruksi tidak tepat jadwal.
Kondisi ini kemudian akan dibalik melalui Omnibus Law, bahwa pemerintah bertanggung jawab menyediakan lahan yang diperlukan dalam pelaksanaan proyek sesuai dengan lokasi atau trase yang direncanakan sekaligus menyediakan seluruh perizinannya, sehingga pelaku usaha tinggal melaksanakan pembangunan dan penyediaan pembiayaannya.
Aturan Pelaksanaan
Sebagai catatan akhir, bahwa setelah menjadi UU, RUU Cipta Kerja masih harus didukung dengan aturan-aturan pelaksanaan, khususnya peraturan pemerintah.
Pada akhirnya regulasi ini akan diimplementasikan melalui Online Single Submission. Sejauh mana efektivitasnya, antara lain akan tampak pada peningkatan peringkat kemudahan berbisnis (Ease of Doing Business/EoDB) yang pada 2020 masih stagnan pada posisi 73, jauh di bawah Singapura (2), Malaysia (23), dan Thailand (21).
Alhasil, reformasi regulasi melalui Omnibus Law sangatlah penting dan bahkan vital untuk pemulihan ekonomi. Maka, filosofi dasar New Institutional Economics “Institutions matter” benar adanya.