Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Menemukan Sebab Mengapa Orang Malas dan Suka Menunda
Masalah emosional sangat memengaruhi perilaku kita sehari-hari dan berdampak pada orang-orang di sekitar kita, sehingga tercipta efek domino.
Editor: Setya Krisna Sumarga
OLEH : MURSYIDAH, Penulis dan Pembaca Buku
“Rasa malas biasanya dikaitkan dengan kurangnya tekad. Padahal, kebanyakan rasa malas bersumber dari perasaan. Jika Anda selalu menunda hal yang seharusnya dikerjakan dan menjadi tidak bersemangat, cobalah tengok perasaan Anda terlebih dahulu.” (Halaman 5)
PERNAH mengalami perasaan kesal karena sudah belajar mati-matian, tapi hasilnya tetap jeblok? Sementara teman sebelah yang mengaku tidak belajar justru mendapat nilai tertinggi.
Atau, kita sudah kerja banting tulang, rela lembur ria untuk memenuhi target, tapi tetap saja kena marah atasan karena menurutnya hasil kerja kita jelek?
Karena merasa sia-sia saja apa yang dilakukan, kita pun akhirnya belajar atau mengerjakan tugas sekenanya saja. Akibatnya, orang-orang sekitar mulai mencap kita sebagai orang yang malas.
Jika ingin tahu mengapa kamu dicap malas, atau membuktikan kepada orang-orang sekitar kamu bukanlah pemalas seperti anggapan mereka, terlebih dahulu kamu perlu menganalisis diri kamu sendiri.
Dalam buku “Antimalas dan Suka Menunda” dijelaskan kemalasan merupakan gabungan berbagai unsur kepribadian yang membentuk masalah emosional sehingga terciptalah kebiasaan malas.
Jadi, salah satu penyebab terciptanya kemalasan karena adanya masalah emosional dalam diri. Oleh sebab itu, kita perlu melihat ke dalam diri kita, adakah masalah yang sedang kita hadapi, apa saja masalah itu, dan temukan solusinya.
Kupaslah permasalahanmu satu per satu hingga ke akarnya. Misalnya, pelajar yang malas belajar.
Setelah dianalisis, ternyata masalahnya karena ia merasa kesal, merasa sia-sia belajar giat, sebab nilainya akan tetap jelek.
Setelah dikupas lebih lanjut, ditemukan nilainya yang tetap jelek itu karena ia salah memilih waktu belajar.
Ia adalah “orang malam”, yaitu orang yang baru bisa fokus belajar di malam hari, saat suasana sunyi. Namun, ia belajar di pagi hari, sehingga otaknya tidak bisa menyerap maksimal apa yang dipelajarinya.
Karenanya, belajar segiat apa pun, nilainya akan tetap jelek. Lalu, kenapa ia memilih belajar di siang hari?
Setelah dianalisis lebih jauh, ternyata ibunya yang memaksanya untuk belajar di siang hari. Sang ibu selalu marah saat melihat anaknya tidak pernah belajar, padahal ia hanya melihatnya di siang hari.