Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Ucapan Puan adalah Doa dan Harapan yang Diperkuat dengan Basmalah
Pengadu itu membungkusnya dengan motif politik yakni dengan tudingan bahwa Mbak Puan telah menghina Sumatera Barat.
Editor: Hasanudin Aco
Oleh: Rahmat Sahid
TRIBUNNEWS.COM - Semoga Sumatera Barat menjadi provinsi yang memang mendukung Negara Pancasila. Bismillahirrahmanirrahim.
Kalimat pendek yang diucapkan Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Politik, Puan Maharani itu viral.
Banyak yang mencerca, tidak sedikit juga yang membela.
Padahal, kalimat itu adalah doa, yang kesungguhan doa itu disempurnakan dengan bacaan basmalah Bismillahirrahmanirrahim.
Adakah yang negatif atau jelek dari doa itu?
Tentu tidak, jika kita mencernanya dengan positif, bukan dengan motif politik untuk “menyerang”.
Baca: Puan: Semoga Sumatera Barat Menjadi Provinsi Mendukung Negara Pancasila
Bagi siapapun yang mempolitisi ucapan doa itu, mari kita berpikir jernih dan berhati dingin sambil tanya pada diri sendiri:
Layakkah menggugat doa? Siapakah kita kok berani mengguggat doa?
Coba juga tanya pada diri sendiri dalam setiap kali memanjatkan doa, dengan kata “semoga” kah?
Dan kepada siapa itu pengharapan ditujukan? Terlebih ketika sudah menyempurnakan pengharapan itu dengan bacaan basmalah. Bukankah itu ditujukan sebagai doa kepada Tuhan?
Lalu kenapa, kok sampai ada kalimat doa saja digugat dan dipolitisasi dengan berbagai cercaan?
Sebagai contoh, kalau penulis berdoa dengan kalimat: “Semoga Fadli Zon menjadi anggota DPR yang memang mendukung kepentingan rakyat. Bismillahirrahmanirrahim”.
Apakah kalimat doa itu salah? Tentu Fadli Zon ketika mendengarkan ucapan doa itu, semestinya malah akan berucap: Amiiin….
Demikian juga harusnya sikap kita ketika mendengarkan doa dari Puan Maharani, kita jawab dengan kata: Amiiiin Yaa Rabbal ‘Alamiin, agar doa itu dikabulkan Allah Subhanahu Wata’ala.
Sebab, mendoakan Fadli Zon dengan pengharapan ia menjadi anggota DPR yang memang mendukung kepentingan rakyat bukanlah menuding bahwa ia adalah bukan pendukung kepentingan rakyat.
Sama halnya, berdoa semoga Sumatra Barat menjadi provinsi yang memang mendukung Negara Pancasila bukan berarti bahwa Sumatra Barat adalah bukan pendukung Negara Pancasila.
Doa itu pengharapan tanpa disertai tudingan. Namanya doa ya doa, diawali dengan kata semoga, karena suatu pengharapan.
Lalu, kenapa kok bisa samai doa saja bisa menjadi bahan “gorengan politik” yang jelas ada unsure kesengajaan untuk melakukan “serangan politik” terhadap Mbak Puan Maharani?
Apakah ada manusia di muka bumi ini yang punya kuasa untuk menggugat doa seseorang? Terlebih doanya adalah doa pengharapan kebaikan, dan terlebih lagi doa itu disempurnakan dengan bacaan basmalah?
Kalau ada orang yang merasa punya hak untuk menggugat doa seperti itu, betapa hebatnya orang itu, sampai-sampai doa pun digugatnya.
Apalagi, ternyata ada orang yang dengan jemawanya mengadukan Mbak Puan ke Bareskrim Mabes Polri, yang diadukan adalah kalimat: yang sangat jelas maknanya adalah kalimat doa.
Pengadu itu membungkusnya dengan motif politik yakni dengan tudingan bahwa Mbak Puan telah menghina Sumatera Barat.
Sebagai penutup tulisan ini, ada sebuah pertanyaan mengenai doa. Bagaimana: misalnya ketika penulis berdoa begini: Semoga pasangan Mulyadi-Ali Mukhni di Pilkada Sumatra Barat mengamini doa Mbak Puan. Bismillahirrahmanirrahim, apakah doa itu salah, dan akan digutat sebagai gorengan politik?
Jika doa itu di-Amiin-kan, dan dikabulkan, maka pengharapan akan terwujud. Bahwa Sumatra Barat menjadi provinsi yang memang mendukung Pancasila.
* Rahmat Sahid : Wartawan Senior & Wakil Sekretaris Umum Baitul Muslimin Indonesia