Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Sanksi Sosial Pelanggar PSBB Harus Diperjelas dalam Pelaksanaannya
Sikap bablas pelaksana di lapangan menyebabkan makna dari sanksi sosial ini menjadi bias.
Editor: Hasanudin Aco
Oleh: Hj Intan Fauzi, SH, LL.M
Anggota DPR RI Dapil Kota Bekasi dan Depok
TRIBUNNEWS.COM - Salah satu sanksi yang tercantum dalam Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 yaitu Kerja Sosial.
Penerapan sanksi sosial bagi masyarakat yang melanggar Protokol Kesehatan pencegahan Covid-19 dianggap efektif dan memberikan efek jera.
Masyarakat yang tidak mengikuti aturan langsung diberikan sanksi dan banyak masyarakat yang memilih kerja sosial dibandingkan sanksi denda.
Sayangnya dalam implementasinya di lapangan, sanksi sosial agak kebablasan.
Bahkan, sanksi sosial ini menjadi obyek lelucon atau bahkan obyeks ekploitasi terhadap para pelanggar protokol Covid-19.
Setiap Pemerintah Daerah baik tingkat provisi juga Kabupaten/Kota perlu menerbitkan peraturan sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan pencegahan Covid 19.
Salah satu pemberian sanksi di DKI diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengenaan Sanksi Terhadap Pelanggaran PSBB Dalam Penanganan Covid-19.
Penindakan yang dilakukan terhadap para pelanggar protokol kesehatandi berbagai daerah sangat beragam, mulai dari sanksi teguran tertulis, sanksi kerja sosial membersihkan fasilitas umum, hingga denda administratif.
Sikap bablas pelaksana di lapangan menyebabkan makna dari sanksi sosial ini menjadi bias.
Karena itu, bentuk sanksi sosial ini harus diurai secara jelas agar tidak bias makna dan masing masing memiliki interpretasi yang keluar dari aturan.
Hal ini penting, mengingat sanksi ini dirancang guna meningkatkan kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan.
Hukum diberlakukan untuk dipatuhi, bukan dibuat untuk dilanggar.
Baca: PSBB di DKI Jakarta Diperpanjang 14 Hari
Definisi sanksi sosial harus jelas, sebab dalam banyak kasus pelanggaran protokol kesehatan, hukuman sosial tergantung kreatifitas aparat pelaksana.
Peraturan sanksi sosial perlu diatur secara rigid, sehingga tidak menimbulkan multitafsir dalam impelementasi di lapangan.
Misalnya sanksi sosial memeluk pohon, atau hukuman fisik terhadap wanita sambil ditonton banyak petugas pria, ini bentuk pelecehan terhadap perempuan.
Hal ini sudah berlebihan, sebab sanksi sosial ini sudah memasuki ranah privat seseorang.
Sanksi sosial adalah salah satu cara bagi pelanggar untuk menimbulkan efek jera dan tujuannya agar masyarakat disiplin menerapkan protokol kesehatan untuk pencegahan penularan covid-19.
Untuk itulah sanksi soal ini harus diatur secara jelas, termasuk jenis hukuman yang diterima oleh pelanggar PSBB ini.
Sehingga sanksinya harus dikembalikan kepada tujuan awalnya.
Intinya, jangan ada deviasi di level pelaksana dilapangan. Jangan sampai implementasi di lapangan tergantung kreativitas masing-masing petugas.
Juga tidak diterapkannya protokol kesehatan saat pelanggar menjalani hukuman, maupun saat prosedur di posko terpadu.
Di lokasi malah terjadi kerumunan karena banyaknya petugas dan para pelanggar yang dikumpukan, sehingga salah satu unsur menjaga jarak tidak ada sehingga risiko penularan sangat mungkin terjadi.