Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Menguji Kesiapan Parpol dalam Kampanye Daring Pilkada
KPU masih mengijinkan kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka dan dialog dengan dihadiri maksimal sebanyak 50 orang.
Editor: Hasanudin Aco
Selain dapat menjangkau pemilih yang ingin disasar secara akurat, model kampanye ini dianggap dapat mengurangi miskomunikasi antara pasangan calon dengan pemilih terkait konten-konten program yang disosialisasikan.
Sementara itu, model kampanye daring dianggap dapat memunculkan sekat-sekat informasi dan misskomunikasi akibat jaringan internet yang kurang merata serta rendahnya tingkat literasi internet di sejumlah daerah.
Inilah kendala utama yang dihadapi dalam pola kampanye virtual.
Problematika ini terjadi karena ketidaksiapan partai politik dan pasangan calon kepala daerah dalam proses adaptasi dengan situasi pandemi.
Dalam kondisi grafik pergerakan penyebaran covid-19 yang terus naik, aktifitas-aktifitas yang bisa memicu penyebaran virus secara massif mestinya dapat dikurangi.
Partai-partai politik dan pasangan calon depala daerah tampak tidak siap dengan infrastruktur kampanye daring.
Selain karena kegagapan para pengurus parpol dalam mengimplementasikan perangkat-perangkat kampanye virtual, kampanye tatap muka telah dipraktekkan selama bertahun-tahun dan menjadi “konsensus” serta budaya politik yang mengakar di kalangan pegiat politik.
Meskipun telah diatur dalam peraturan KPU, model kampanye virtual tetap menemui kendala-kendala teknis di lapangan yang tidak mudah.
Sementara itu, kampanye terbuka maupun pertemuan terbatas memiliki risiko penularan lebih besar karena interaksi yang lebih intens antara calon, tim kampanye, dan masyarakat pemilih.
Potensi penyebaran virus dari model kampanye tatap muka inipun bisa semakin meluas karena durasi kampanye yang cukup panjang, sekitar 71 hari.
Memperpendek durasi waktu kampanye tentu berimplikasi pada munculnya ketidakadilan karena dianggap lebih mementingkan calon incumbent.
Tetapi durasi kampanye yang panjang, disertai kecenderungan tingginya intensitas kampanye luring dibanding kampanye virtual, menimbulkan kekhawatiran tersendiri di mana aktifitas kampanye berpotensi menimbulkan cluster baru penularan covid-19.
Dalam konteks ini, periode 71 hari kampanye Pilkada 2020 menjadi sangat krusial dalam upaya bersama memutus rantai penularan virus Corona.
Pelanggaran protokol kesehatan sepanjang periode kampanye Pilkada mestinya tidak boleh ditolerir.
![Baca WhatsApp Tribunnews](https://asset-1.tstatic.net/img/wa_channel.png)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.