Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Konstruksi Berfikir di Balik Pro Kontra Pelaksanaan Pilkada
Tarik menarik soal waktu pelaksanaan pilkada berjalan cukup alot hingga menimbulkan polemik di ranah publik.
Editor: Rachmat Hidayat
Kuncinya adalah seberapa kuat elektabilitas Anies. Jika memang memiliki dukungan kuat, tentu Anies dan pendukungnya akan berusaha menciptakan panggung agar Anies bisa "menari" di hadapan khalayak.
Baca juga: Jokowi Nilai PPKM Tak Efektif, IDI Sarankan Pemerintah Terapkan PSBB Ketat
Anies merupakan tokoh nasional yang memiliki magnet dan sudah sampai pada level sebagai "media darling". Popularitas Anies semakin melejit. Dengan modal itu, bisa menjadi daya tarik untuk mencari dukungan partai.
Dengan demikian , asumsi yang menyatakan Anies akan kehilangan panggung politik jika pilkada dilaksanakan 2024 masih terlalu dini.
Baca juga: Saksi Ahli di Kasus Djoko Tjandra: Yang Punya Kewenangan Cekal Adalah Menkumham
Banyak jalan menuju Roma, begitu kata pepatah yang muncul kali pertama dari bahasa latin mīlle viae dūcunt hominēs per saecula Rōmam. Tidak sedikit cara yang bisa ditempuh Anies agar bisa lolos di pilpres, meskipun pilkada dilakukan pada 2024.
Sukses di Pilkada Belum Tentu Linear di Pilpres
Demikian pula jika Pilkada dilakukan pada tahun 2022, tidak otomatis menjamin kesuksesan (baca kemenangan) Anies Baswedan dalam kompetisi pilpres 2024. Anies masih harus berjuang keras untuk memenangkan pilkada DKI Jakarta. Dan itu pasti tidak mudah. Anies mungkin akan berhadapan dengan sejumlah figur yang tidak bisa dianggap remeh. Figur Tri Rismaharini, Sandiaga Uno, dan sejumlah tokoh lain berpotensi menjadi lawan kuat Anies.
Selain itu, faktor kinerja Anies sebagai gubernur juga akan menjadi salah satu faktor penting yang turut menentukan. Sementara, ada kecenderungan penurunan tingkat kepuasan publik dalam dua tahun terakhir, meski tingkat kepuasan kinerja Anies berdasarkan sejumlah hasil survei masih di atas 60 persen.
Angka kepuasan ini memang tidak terlalu spektakuler.Tetapi masih berada di ambang batas aman bagi petahana. Di sisi lain, publik masih sering membandingkan kinerja Anies dengan gubernur sebelumnya. Kinerja Anies dinilai lebih buruk dari Jokowi dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ketika memimpin Jakarta.
Survei Indo Barometer menunjukkan sebanyak 42 persen responden menilai Ahok berhasil mengatasi banjir Jakarta.
Selanjutnya, Jokowi 25 persen dan Anies 4,1 persen responden. Kemudian, sebanyak 35,3 persen menilai Ahok berhasil menangani kemacetan, Jokowi memiliki tingkat keberhasilan 35,1 persen dan Anies 8,3 persen responden. Meski hasil survei kerap menimbulkan kontroversi, tapi publik tentu bisa memilah mana hasil survei yang sesuai realitas atau tidak.
Seandainya cucu pahlawan nasional Abdurrahman Baswedan ini berhasil memenangi pilkada DKI, tidak otomatis kemenangan tersebut berpengaruh signifikan terhadap kemenangan dalam pilpres. Meskipun, tidak menampik, tentu ada benefit politik yang bisa didapat jika Anies kembali terpilih menjadi gubernur. Pamor Anies berpotensi semakin naik. Secara psikologi politik bisa memperkuat magnet dukungan.
Tetapi, kemenangan di pilkada belum tentu berbanding lurus dengan kemenangan di pilpres. Anies masih harus membuktikan keberhasilan pembangunan di DKI yang monumental. Dia harus berpacu dengan waktu, belum lagi harus menghadapi sejumlah tantangan dalam dinamika politik menuju pilpres yang mungkin akan berlangsung keras.
Nasib Anies belum tentu sebaik pendahulunya, mantan Gubernur DKI Joko Widodo (Jokowi) yang sukses dalam kontestasi pilpres.
Baca juga: Profil Presiden Myanmar Win Myint, Dikenal sebagai Pendukung Kuat Aung San Suu Kyi
Lalu, bagaimana kalau Anies kalah di pilkada DKI? Jika kalah tentu saja ada resikonya. Kekalahan di Pilkada DKI justru bisa menjadi pukulan berat secara psikologis yang berpotensi melemahkan dukungan, baik dukungan partai maupun publik. Kekalahan Anies justru berpotensi meredupkan pamornya.
Meski demikian, tidak secara otomatis menutup peluang untuk maju di pilpres. Konstelasi politik dalam dinamika pilpres masih memungkinkan terjadinya perubahan. Peluang Anies masih terbuka. Peluang itu akan tergantung dinamika politik yang masih akan terus berkembang.
Baca juga: Ini Dia 7 Hobi Populer Selama Pandemi, Apa pilihanmu
Dengan demikian, pengaruh signifikan antara pelaksanaan pilkada 2022 dan 2024 terhadap kesuksesan Anies di pilpres masih akan diuji.