Tribunners / Citizen Journalism
Mabes Polri Diserang Teroris
SETARA Institute: Penindakan Terukur dan Akuntabel Terhadap Teroris Dibenarkan
Eksistensi kelompok teroris ini dimungkinkan karena mengendurnya kepekaan dan melemahnya partisipasi masyarakat.
Editor: Malvyandie Haryadi

Oleh: Hendardi, Ketua SETARA Institute
TRIBUNNERS - Setelah teror bom di Gereja Katedral Makassar pada 28 Maret 2021, pelaku terorisme lone wolf (tindakan sendirian) berusaha menyerang Mabes Polri, namun berhasil dilumpuhkan oleh aparat.
Lone wolf merupakan strategi mutakhir di kalangan kelompok dan jaringan teroris. Strategi tersebut memungkinkan siapa saja menjadi aktor teroris.
Dua peristiwa teror terakhir di Makassar dan di Jakarta menunjukkan bahwa kelompok pengusung ideologi teror masih eksis di Indonesia, termasuk dengan menggunakan strategi lone wolf.
Baca juga: Buntut Teror di Mabes Polri: Petugas Keamanan Markas Diperiksa, Apabila Ada Kelalaian akan Ditindak
Jaringan Jamaah Ansharud Daulah (JAD) adalah salah satu jaringan terorisme yang paling menonjol mengadopsi strategi lone wolf dalam menjalankan tindakan teror.
JAD mengkapitalisasi pesatnya perkembangan teknologi informasi dan memanfaatkannya secara efektif untuk melakukan proses radikalisasi di ruang publik dengan menyasar kelompok-kelompok spesifik, yang memiliki potensi transformasi secara cepat untuk menjadi intoleran aktif, radikal, lalu jihadis dan melakukan amaliyah teror.
Baca juga: Ayahanda Terlambat Menghentikan Aksi Teror ZA di Mabes Polri: Kita Belum Sempat Rangkul
Eksistensi kelompok teroris ini dimungkinkan karena mengendurnya kepekaan dan melemahnya partisipasi masyarakat.
Di sisi lain, berkembang upaya untuk mendelegitimasi tindakan polisional oleh institusi-institusi keamanan negara dalam menangani terorisme.
Baca juga: IPW Nilai Teroris Ingin Tunjukkan 2 Hal Lewat Serangan di Mabes Polri dan Bom di Makassar
Hal itu mendorong masyarakat menjadi permisif, karena berkembang persepsi bahwa terorisme adalah konspirasi atau rekayasa pihak-pihak tertentu.
Padahal, dua aksi terakhir, misalnya, menunjukkan betapa jejaring itu nyata dan keberadaan mereka membahayakan jiwa warga masyarakat.