Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Surat Terbuka untuk Bapak Menteri Agama dan Jajarannya
Saya adalah anak kampung. Kebetulan ayahanda saya mengasuh pondok pesantren Ihyaul Ulum Gresik. Namun, niat dan tekat belajar ilmu agama besar
Editor: Husein Sanusi
Surat Terbuka untuk Bapak Menteri Agama dan Jajarannya.
Kepada Yang Terhormat,
Bapak Menteri Agama
Bapak Dirjen Pendis
Bapak Direktur Diktis,
dan Semua Camaba yang Gagal Tes Seleksi Kemenag 2021
Di Tempat.
Assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh.
Dengan adanya Surat Terbuka ini, saya Qistina Barizah. Menulis surat ini tidak dalam rangka menuntut apapun selain Bapak Menteri dan jajarannya berkenan menjadi tempat curhat kesedihan hati ini.
Saya adalah anak kampung. Kebetulan ayahanda saya mengasuh pondok pesantren Ihyaul Ulum Gresik. Namun, niat dan tekat belajar ilmu agama tidak perlu diragukan. Saya sebagai putri beliau diwarisi semangat itu.
Dengan niat yang sama, saya pun menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Modern Gontor Putri 1. Karena sejak awal adalah niatnya belajar agama dengan sungguh-sungguh, saya tidak menyia-nyiakan waktu belajar itu. Alhamdulilah, Allah SWT menakdirkan saya selalu berprestasi rangking 1 selama di gontor bahkan terakhir mendapat predikat Mumtaz (terbaik)
Insyaallah, saya tidak termasuk anak yang mengecewakan harapan ayahanda. Mengingat tekat ayahanda tidak pernah surut, cita-citanya pun bertambah. Beliau inginkan saya melanjutkan studi ke Al-Azhar, Mesir. Sepulang kelak dari pusat ilmu itu, ayahanda berharap saya melanjutkan pengembangan pondok pesantren di kampung.
Beliau bela-belain dengan menjual ini itu. Sebagian besar modal terkumpul dengan menjual beberapa properti keluarga. Untuk itulah, selepas lulus Gontor saya pun mengikuti program kursus bahasa di Mumtaza Center selama 1 tahun penuh. Hingga saya betul-betul dinyatakan sebagai alumni yang siap melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi luar negeri, tepatnya Al-Azhar.
Sayang beribu sayang. Kali ini saya tidak bisa mewujudkan harapan orangtua. Saya tidak lulus Ujian Seleksi Kemenag 2021. Saat pengumuman kelulusan telah diumumkan, ada 1.500 an calon mahasiswa baru (Camaba) yang lulus, dan 4.000 an Camaba yang Gagal. Saya termasuk yang gagal.
Ibarat jatuh, tertimpa tangga pula. Itu yang saya alami. Setelah tidak lulus tes seleksi Kemenag, saya dilarang belajar di PUSIBA karena regulasi Kemenag. Padahal, informasi yang saya dapatkan, tahun sebelumnya siapapun yang ikut pendidikan bahasa Arab di PUSIBA, kelak ia bisa memiliki kapasitas keahlian bahasa yang disyaratkan Al-Azhar.
Apa salah saya pada negara? Apakah saya jadi beban negara? Sungguh saya tidak memohon beasiswa untuk pendidikan saya. Saya kesana dengan Biaya dari orang tua sendiri, Saya hanya ingin belajar dan belajar dan belajar. Mengapa saya dihalang-halangi untuk belajar? Apakah saya tidak boleh belajar, yang menjadi cita-cita orangtua dan pijakan awal pengembangan pondok pesantren saya di kampung?
Bapak Kemenag dan semua jajarannya. Walaupun aturan dan larangan Anda itu membuat perasaan keluarga saya begitu sedih dan hancur, saya tetap ingin mengucapkan mohon maaf lahir batin, minal Aidin wal Faizin. Terimakasih atas hadiah pahit di Hari Raya ini.
Hormat saya,
Qistina Barizah Sekeluarga.
*Disclaimer: Hingga berita ini ditayangkan tribunnews telah menghubungi Dirjen Pendis Kemenag lewat telpon dan pesan singkat WA untuk melakukan konfirmasi namun belum ada jawaban.