Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Mahal atau Murah dalam Perspektif Ketauhidan
kalangan praktisi perbankan syariah dibuat gerah, karena adanya video viral yang menyatakan bank syariah lebih mahal dari bank konvensional
Editor: Sanusi
Penulis Deni Nuryadin, Relawan BAZNAS dan Dosen Ekonomi Islam FEB UHAMKA
TRIBUNNEWS.COM - Baru-baru ini kalangan praktisi perbankan syariah dibuat gerah, karena adanya video viral yang menyatakan bahwa bank syariah lebih mahal dari bank konvensional, sebuah penilaian yang terburu-buru dari salah seorang pengusaha sekaligus aktif di kegiatan philantrophy.
Ada statement yang tidak pas dalam mengutarakan maksud kekecewaan nasabah pembiayaan kepada salah satu bank syariah yang menjadi kreditornya.
Baca juga: Terkait Laporan Jusuf Hamka, Wakil Ketua Komisi XI DPR Dorong OJK Usut Oknum Perbankan Syariah
Walaupun yang bersangkutan telah melakukan permohonan maaf atas statement-nya namun kejadian seperti ini telah memberikan hikmah bagi kita semua.
Dan hal ini menyadarkan kita semua bahwa pentingnya pemahaman yang sama antara masyarakat selaku pengguna jasa dengan bank syariah selaku lembaga intermediasi salah satu instrumen keuangan syariah. Seringnya kekeliruan atau perbedaan pemahaman biasanya melingkupi sebagai berikut:
Baca juga: Mengaku Diperas Bank Syariah, Jusuf Hamka Akan Dipanggil OJK
Pertama, Bank syariah dan masyarakat semestinya sudah mengetahui bahwa bahwa bank syariah tidak menggunakan prinsip bunga dalam menjalankan usahanya, melainkan menggunakan prinsip akad jual beli, akad bagi hasil atau sewa menyewa dalam menghitung operasional pembiayaaan, jadi apabila ada potongan statement bahwa "bunga bank syariah lebih mahal..." merupakan kekeliruan yang sangat mendasar karena bank syariah tidak menggunakan prinsip bunga seperti yang telah dijelaskan di atas.
Kedua, berdasarkan point di atas maka akan menjadi tidak pas pula apabila membandingkan satu bank syariah dengan bank lain yang berbeda konsep perhitungannya. Lebih fair apabila membandingkan kinerja bank syariah dibandingkan dengan bank syariah lainnya.
Baca juga: Ketua PMI Jusuf Kalla Tinjau Proses Donor Plasma Konvalesens
Ketiga, kisruh atau ketidaksamaan pemahaman biasanya terjadi pada seputar aspek bank teknis, salah satunya adalah penerjemahan dalam menafsirkan daftar angsuran di bidang pembiayaan yang harus dibayar oleh nasabah hingga jatuh tempo lunas atau pelunasan dipercepat (pengakuan pembayaran cicilan yang telah dibayar oleh nasabah berbeda dengan pencatatan yang diakui oleh bank sebagai cicilan pokok dan cicilan margin).
Untuk menghindari hal dimaksud maka bank syariah wajib menjelaskan secara rinci dan sejelas-jelasnya di awal pada saat akad pembiayaan dilangsungkan mengenai pemahaman yang sama terkait tata cara hingga pencatatan pembayaran angsuran kepada nasabahnya dan menghindari adanya anggapan bahwa semua nasabah sudah mengetahui dan mengerti sesuai yang ada dikepala para praktisi perbankan sehingga mengabaikan penjelasan yang diperlukan oleh kedua belah pihak, dengan demikian nasabah dan bank syariah mengetahui konsekuensi atas akad yang telah ditandatanganinya.
Keberkahan tidak harus terlihat manis, murah atau mudah melainkan keberkahan dalam melakukan aktifitas sehari-hari dan aktifitas bisnis seorang manusia sholeh didasarkan pada niat tujuan awal yakni untuk mencari keridhoan Allah, semisal kut berjuang dalam membantu memajukan sistim ekonomi Islam di Indonesia (Literasi secara langsung maupun secara tidak langsung).
Dasar perbuatan dan perilaku di atas sudah barang tentu akan memperingan langkah perjuangan seorang muslim dalam berdakwah. Dengan demikian menyadari apa yang selama ini ia miliki baik harta, anak, ilmu dan kekuasaan hanyalah titipan sementara dalam menguji kita apakah pantas menjadi makhluk yang memiliki derajat ketakwaan yang tinggi disisi Allah atau sebaliknya akan tergelincir sehingga lupa akan tujuan semula manusia diciptakan yakni hanya untuk beribadah kepada Allah.
Pada perspektif ke-tauhid-an manakala datangnya capek, lelah, mahal, penderitaan, kesenangan dan berat maka bagi seorang muslim yang sholeh itu semua tidak akan menjadi halangan melainkan sebaliknya menjadi penyemangat untuk terus melakukan dakwah membumikan nilai,-nilai Islam (kebaikan dan kebajikan) sebagai Rahmat seluruh umat manusia agar bisa hidup selamat dan bahagia di dunia dan di akherat.
Marilah kita mensuri tauladani kemuliaan para Rasul dan Nabi serta para sahabat Nabi yang berjuang dengan kekuasaannya, keilmuannya, hartanya bahkan jiwanya dipertaruhkan dalam menyampaikan kebenaran yang datangnya dari Allah SWT.
Semoga peristiwa di atas menjadi renungan kita bersama