Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Tolak Pengunduran Jadwal Pemilu 2024 ke 2027
Walau tak diucapkan gamblang, namun nyaring terdengar deru napas kalangan yang ingin membangkitkan spirit pemuas-muasan diri sendiri.
Editor: Dewi Agustina
Mahasiswa, akademisi, lembaga swadaya, dan segenap elemen masyarakat perlu diperingatkan akan kehendak regresif dari oligarki politik itu.
Jelas, pengingat ini tidak akan ada artinya jika masyarakat terbeli. Dan ini bukan kekhawatiran kosong.
Sekian banyak kalangan menyebut politik kita sebagai politik berbiaya tinggi.
Kali ini pun, guna menggolkan wacana pengunduran jadwal Pilpres dan Pileg pun, tidak tertutup kemungkinan oligarki akan memperagakan plutokrasi.
Begitu pula dalam isu perpanjangan masa jabatan presiden.
Yakni, memanfaatkan kesempitan hidup masyarakat dengan mengucurkan nominal sebesar-besarnya agar mereka terhasut mendukung pengunduran jadwal pesta demokrasi serentak dan perpanjangan periode jabatan presiden.
Tapi bukankah pengunduran jadwal Pileg dan Pilres menguntungkan bagi saya?
Saat ini saya memang menduduki kursi anggota DPD. Namun saya, tanpa keraguan, menentang pengunduran jadwal Pilpres dan Pileg dari 2024 ke 2027.
Ini merupakan kelengkapan sikap saya sebelumnya, yakni menolak perpanjangan masa jabatan presiden ke tiga periode dan seterusnya.
Kesempatan bagi rakyat untuk memilih dan dipilih harus diselenggarakan tetap pada waktu yang seharusnya, yaitu 2024.
Itu bukan semata-mata hajatan besar yang diadakan secara rutin.
Pada tataran fundamental, Pileg dan Pilpres adalah kesempatan bagi rakyat untuk menentukan arah baru Indonesia, arah baru bagi kehidupan rakyat itu sendiri.
Termasuk kesempatan meluruskan arah perpolitikan negara yang kian hari kian senjang dari ekspektasi masyarakat luas.
Masyarakat yang berkepercayaan diri tinggi dalam interaksi antarbangsa namun rendah hati di hadapan Tuhan, yang mendambakan Indonesia membangun tanpa utang, menegakkan hukum tanpa tebang pilih, dan dipimpin oleh elit yang berfokus pada kerja nyata -- bukan pada citra.
Penulis:
Abdul Rachman Thaha (ART)
Anggota Komite I DPD RI