Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Menimbang Nusron Wahid, Kader PMII Sebagai Calon Ketum PBNU pada Muktamar 34
Nusron Wahid adalah salah satu kader Nahdliyyin yang memiliki semua kriteria selain cak Imin.
Editor: Husein Sanusi
Sayangnya, kini telah masuk era baru, spirit baru yang lebih milenial, serta tantangan masa depan yang jauh berbeda dibanding pengalaman apapun di masa silam. Bahkan, Golkar dulu dan Golkar kini pun sudah berbeda.
Golkar dan PKB memang dua ideologi berbeda, lahir di dua zaman berbeda, orba dan reformasi.
Tetapi, pengalaman politik mutakhir menunjukkan Golkar dan PKB berada dalam satu garis perjuangan, mendukung kepemimpinan Jokowi, demi masa depan Indonesia yang jauh lebih kompleks.
Golkar dan PKB hanya berbeda di tingkat domestik, tetapi satu visi di konteks global, yaitu untuk membawa Indonesia menjadi bagian dari global-players.
Atau sederhananya Nusron Wahid tinggal Mundur dari Partai Golkar saja, sebagai syarat pencalonan ketum PBNU yaitu bukan pengurus partai tertentu.
Hemat penulis, warga Nahdliyyin maupun PBNU dapat mengabaikan latar belakang kepartaian kader-kader terbaiknya, seperti perbedaan Muhaimin Iskandar (PKB) dan Nusron Wahid (Golkar), asalkan dan selama memiliki kapabilitas dan kapasitas mumpuni sebagai politisi ulung dan manajerial.
Karena salah satu syarat pencalonan Ketum PBNU yaitu "Bukan Pengurus Partai tertentu", maka bagi kader partai cukup mengundurkan diri dari partainya sebelum pencalonan.
Kita semua, misalnya saja, tidak bisa membayangkan bagaimana caranya NU mewujudkan cita-cita ideal yang tercermin dalam buku “Fikih Energi Terbarukan”, sebuah buku yang dilaunching pada tahun 2018, tanpa kepemimpinan yang kuat secara politik kekuasaan.
Warga Nahdliyyin tidak bisa hanya bermain sebagai aktor diplomat non-state untuk mewujudkan cita-cita ideal seperti itu.
Butuh dukungan politik pemerintahan dan kekuasaan terhadap semua visi ideal, progresif, dan visioner Nahdliyyin.
Sebaliknya, apabila Ketum PBNU berasal dari non-politisi maka pengalaman “merengek” kekuasaan seperti terjadi pasca Pilpres 2019 sangat terbuka untuk terulang pada Pilpres 2024 nanti.
Untuk itulah, majunya Nusron Wahid sebagai Caketum PBNU, yang merepresentasi politisi ulung, pada Muktamar NU 34 nanti sangat tepat dan strategis Jika cak Imin tidak berkenan maju.
Nusron Wahid adalah kader terbaik PMII, selain Muhaimin Iskandar yang lebih dulu jadi Ketum.
Karenanya, kader-kader ideologis PMII memiliki banyak alternatif, kaya akan sumber daya manusia yang berharga nan membanggakan.