Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Presisi Jenderal Listyo Orasi pada Martabat Manusia: Polisi Humanis, Emansipatoris, dan Progresif!
Di bawah Listyo, penegakan hukum dilakukan dengan tegas, namun tetap humanis.
Editor: Sri Juliati
Perlu Dukungan Masyarakat Sipil dan Dunia Pers
Hal-hal di atas tentu tidak lahir dari ruang kosong. Basis HAM yang dibangun Polri hari ini selain muncul dari tuntutan masyarakat, juga merupakan konsekuensi logis dari penghargaan Hak Asasi Manusia terkait kebebasan sipil, yang di dalamnya juga melekat institusi pers.
Jika kita cermati, reaksi publik yang selama ini protes terhadap aksi polisi tidak humanis dan abai terhadap Hak Asasi Manusia, telah memunculkan gambaran atau citra polisi yang otoriter, represif dan tidak menghargai kebebasan sipil dan juga kebebasan pers.
Masih ingat kasus mural yang berisi kritikan beberapa waktu lalu, telah menimbulkan penilaian buruk bagi polisi karena dianggap membungkam kebebasan masyarakat. Media sosial ramai-ramai menaikkan tagar seakan-akan polisi menjadi musuh kebebasan sipil.
Apa iya demikian? Apa iya Polisi yang sudah punya komitmen mengenakan baju HAM, masih juga dianggap anti kebebasan sipil pada saat yang sama? Mari kita uji.
Bukankah kebebasan sipil sesuatu yang tidak mutlak sifatnya karena dia juga dituntut memiliki tanggung jawab etis. Terhadap apa? Ya, tanggung jawab terhadap kebebasan sosial. Bukankah kebebasan individu setiap warga negara tidak bersifat mutlak sebab dia dibatasi oleh kebebasan individu-individu yang lain?
Faktanya Listyo sudah melakukan beberapa kegiatan terkait Hari Hak asasi Manusia yaitu lomba mural, dan orasi kebebasan ekspresi yang melibatkan masyarakat secara masif di 34 Polda. Kebijakan tersebut sebagai implementasi dari peran dan tugas kepolisian berbasis HAk Asasi Manusia sebagaimana diamanatkan berdasarkan Perkap Nomor 9 Tahun 1999 dan juga UU Nomor 40 Nomor 40 Tahun 1999 tentang Kebebasan Pers.
Membangun Watak Humanis di Institusi Polri
Jika demikian soalnya adalah tugas bersama baik Polri maupun masyarakat memastikan nilai-nilai Hak Asasi Manusia menjadi pegangan bersama. Agenda besar pengarusutamaan HAM bukan hanya dituntut pada kinerja Kepolisian, tetapi juga pada masyarakat sipil dan institusi pers.
Salah satu upaya yang harus dipastikan baik terhadap Polri maupun masyarakat sipil dan pers adalah kerja terus-menerus melakukan internalisasi nilai-nilai Hak Asasi Manusia. Internalisasi nilai HAM bisa dibentuk selain melalui pembelajaran atau pelatihan tentu efektif melalui praktek terus-menerus. Termasuk tidak resisten jika ternyata mendapat aksi korektif.
Polri saat ini punya Peraturan Kapolri No 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sekarang tinggal bagaimana peraturan ini menjadi nilai yang dihidupi oleh semua anggota Polri.
Sama halnya pers. Di sisi lain dituntut untuk menjalankan secara konsekuen panduan kode etik jurnalistik dan prinsip-prinsip HAM dalam menjalankan setiap tugasnya. Internaliasi nilai adalah proyek jangka panjang yang harus muncul dalam pikiran dan setiap tindakan.
Di sisi Polri, berita baiknya adalah komitmen HAM yang selama ini digaungkan Listyo mulai membuahkan hasil. Terbukti dengan terus menurunnya jumlah pengaduan masyarakat terkait kepolisian di Komnas HAM berdasarkan periode 2013-2021.
Jika pada tahun 2013 laporan msayarakat terkait kepolisian di Komnas HAM sebanyak 1.938 kasus, pada tahun 2020 turun menjadi 1.122 kasus. Kemudian pada tahun 2021, saat Listyo menjabat turun drastis menjadi 571 kasus. Pelan tapi pasti, citra Polisi humanis menjadi branding baru Polri di bawah kepemimpinan Listyo.