Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
"Jalan Langit" Menuju Al-Azhar Mesir
Kiai Imam Jazuli, di sisi lain, terlihat memiliki niat dan tekad yang bulat untuk mencetak 1.000 sarjana.
Editor: Husein Sanusi
"Jalan Langit" Menuju Al-Azhar Mesir
Oleh: KH.Taufik Ardani. MA
TRIBUNNEWS.COM - Sudah lazim dalam tradisi pondok pesantren Sunni mengenal tradisi tawassulan tabarrukan. Tawassul berarti ikhtiar mencari wasilah, sedangkan tabarrukan adalah usaha dan doa mengharapkan berkah. Hanya saja setiap pondok pesantren memiliki cara dan metode tawassul dan tabarrukan yang bermacam-macam.
Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon, asuhan KH. Imam Jazuli, Lc., M.A., melestarikan tradisi tawassulan tabarrukan melalui pengamalan Dalailul Khairat. Sekumpulan shalawat yang dikarang oleh Syeikh Sulaiman al-Jasuli, seorang tokoh sufi dari tarekat Syadziliyah, dan orientasi fikihnya Mazhab Malikiyah.
Kiai Imam Jazuli, di sisi lain, terlihat memiliki niat dan tekad yang bulat untuk mencetak 1.000 sarjana , master dan doktor alumni Bina Insan Mulia di tahun 2028. Jumlah besar ini diharapkan pulang ke tanah air membawa berkah bagi agama, bangsa dan negara. Semua program yang pesantren jalankan mengarah pada satu visi tersebut. Berdasar informasi terbaru, di tahun 2022 ini, pesantren kembali mengirim 90 alumni ke Al-Azhar Mesir.
Dari dua fenomena sosial di atas, penulis melihat ada semacam relasi spiritual antara tradisi mengamalkan Dalailul Khairat dan keberhasilan pesantren mewujudkan visi misinya setahap demi setahap. Relasi spiritual ini mungkin tidak bisa dijelaskan secara rasional dan logis. Tetapi, bila memiliki keyakinan yang kuat, maka kita bisa menerima bahwa tradisi mengamalkan mengamalkan Dalailul Khairat berkontribusi besar pada keberhasilan pesantren memberangkatkan santri-santri untuk studi ke luar negeri.
Tidak ada yang ragu, berdasarkan catatan sejarah, karomah Syeikh Sulaiman al-Jazuli sangat luar biasa. Banyak orang memanfaatkan karomah tersebut, bukan semata tujuan ukhrawi, melainkan murni kepentingan duniawi. Misalnya, pasukan muslim Maroko bertawasul dan bertabarrukan dengan makam Syeikh Sulaiman al-Jazuli dalam rangka menangkal invasi militer kolonial Eropa, Portugis. Dan terbukti berhasil. Pasukan muslim selalu mendapat kemenangan.
Bukan saja tentara muslim Maroko, tetapi tentara kerajaan Islam Melayu juga demikian, terutama dalam melawan invasi Belanda. Selalu saja, keberadaan kitab Dalailul Khairat di tengah peperangan hidup dan mati tercatat dalam sejarah. Karomah Syeikh Sulaiman al-Jazuli, walaupun beliau sudah meninggal, tetap bisa dirasakan langsung dan nyata oleh para pengikutnya.
Setelah era perang fisik berakhir, berganti era baru, yang menuntut persaingan di ranah sains dan teknologi, para pengikut Syeikh Sulaiman al-Jazuli masih memiliki keyakinan akan karomah yang sama. Bahkan, persaingan dalam bidang sains dan teknologi tidak kalah beratnya dibanding peperangan fisik dengan mengangkat senjata. Karomah Syeikh Sulaiman al-Jazuli dan berkah Dalailul Khairat masih sangat dibutuhkan oleh "tentara" muslim kontemporer, yaitu para santri, pelajar, mahasiswa, peneliti/periset.
Sampai di titik inilah, keberhasilan pesantren Bina Insan Mulia mengantarkan santri-santringa ke "Medan Jihad" yang sesungguhnya, yaitu belajar dan menuntut ilmu, tidak lepas dari berkah dan karomah Syeikh Sulaiman al-Jazuli dengan Dalailul Khairatnya. Sebab, keberhasilan dalam Jihad Ilmiah masih sangat bergantung pada kekuatan spiritual, tidak semata-mata mengandalkan skill, kecerdasan intelektual, dan usaha-usaha lahiriah lainnya.
Penulis sangat apresiatif terhadap visi dan pencapaian Kiai Imam Jazuli selama ini, karena mengingatkan pada pengalaman historis kita sebagai umat Islam di era golden age masa silam. Pada saat itu, Kekhalifahan Abbasiyah menggalakan sains dan teknologi, membangun Baitul Hikmah, mengutus ilmuan muslim untuk belajar ke Eropa, dan pulang membawa pengetahuan saintifik mutakhir. Sains teknologi Islam pun mencapai puncak kejayaannya.
Kiai Imam Jazuli tampak ingin mengikuti jejak kegemilangan Daulah Abbasiyah ini, melalui lembaga pesantrennya. Mengutus para santri ke berbagai penjuru dunia; Eropa, Rusia, China, Australia, Amerika, dan lainnya. Kemudian meminta mereka pulang ke tanah air, menyerahkan hidupnya untuk kepentingan bangsa dan negara. Andaikan ini dilakukan oleh pemerintah tentu tidak mengejutkan. Tetapi, sosok Kiai dengan visi bagai pemimpin negeri sungguh luar biasa.
Penulis membayangkan seandainya ribuan pondok pesantren di Indonesia ini memiliki jurang perbedaan yang tidak begitu mencolok; di mana satu dua orang santrinya melanjutkan jenjang pendidikan ke luar negeri, lalu pulang ke tanah air untuk mengabdi, maka corak kebangsaan kita pasti lebih baik.
Hari ini penulis ikut memanjatkan doa. Semoga beberapa tahun mendatang, tatkala para alumni Bina Insan Mulia kembali ke tanah air, Mereka menjadi tokoh-tokoh besar di negeri ini, membawakan nama harum tanah air tercinta ini, sebagaimana cita-cita foundingfathers. Bahkan, mereka sendirilah yang akan jadi penerus tongkat estafet para pahlawan negeri.
Doa tersebut bukan mustahil terwujud, mengingat karomah Syeikh Sulaiman al-Jazuli dan berkah Dalailul Khairat akan terus nyata sepanjang zaman. Bagi kita kaum tradisionalis, yang memandang hidup tidak semata-mata secara rasional dan materialis, memiliki keyakinan kuat bahwa kemampuan lahiriah manusia terbatas. Di luar sana, ada kekuatan adimanusiawi yang sangat besar pengaruhnya terhadap corak kehidupan ini berjalan. Wallahu a'lam bis shawab.
*Pimpinan Pondok Pesantren ASWAJA Karawang. Wakil sekertaris PWNU JABAR, Ketua himpunan pengusaha Nahdliyin Karawang Jabar. Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Departemen Komunikasi*