Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Itu Kehendak Rakyat atau Keinginan Politisi?
Sebenarnya Perpanjangan Masa Jabatan Presiden itu merupakan kehendak Rakyat atau bukan?
Editor: Malvyandie Haryadi
Oleh : Adian Napitupulu
Sekjen PENA 98
(Persatuan Nasional Aktivis 98)
TRIBUNNERS - Sebenarnya Perpanjangan Masa Jabatan Presiden itu merupakan kehendak Rakyat atau bukan?
Bagaimana untuk mengetahuinya?
Apakah melalui Partai Politik dengan perwakilan kursi di parlemen, melalui Survey atau analisa Big Data?
Atau hasil diskusi dengan beberapa petani dan beberapa pengusaha yang kebetulan sering ketiban cuan.
Kalau kehendak rakyat di ukur dari suara partai berdasarkan kursi perwakilan rakyat yang menyerap aspirasi dari Rakyat melalui seluruh struktur partai hingga Rt/Rw maka kecil harapan perpanjangan masa jabatan Presiden untuk di setujui Parlemen karena partai yang menolak menguasai mayoritas kursi dengan total 388 kursi sementara yang setuju hanya 187 kursi.
Baca juga: Kamhar: Luhut Sebaiknya Hentikan Wacana Penundaan Pemilu dan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden
Kalau alat ukur kehendak Rakyat di cerminkan dari hasil survey maka LSI sudah mengeluarkan hasil survei dan terbukti bahwa 70,7% masyarakat menolak perpanjangan masa jabatan presiden, sementara 20,3 masyarakat menginginkan sebaliknya.
Kalau menurut Muhaimin ketua PKB dan Luhut Binsar Panjaitan, berdasarkan Big Data maka disimpulkan bahwa 60% Rakyat setuju perpanjangan masa jabatan Presiden dan 40% sisanya menolak.
Kenapa hasilnya berbanding terbalik? Apakah karena presentase Survey dipaparkan secara lengkap oleh lembaga independen.
Baca juga: Wacana Penundaan Pemilu 2024, Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Tak Diatur di Konstitusi
Sementara hasil Big Data di paparkan oleh ketua umum partai dan politisi yang sudah pasti tidak indenpenden dan pasti juga sarat kepentingan politik.
Paparan Survey lengkap sekali, Sementara paparan Big Data hanya di sampaikan dalam pernyataan politisi tanpa publikasi resmi yang detail.
Di semua media hanya di sebutkan : "Data dari 100 juta pengguna sosial media dan 60% mendukung, 40% menolak" sama sekali tidak di sebutkan data tersebut dari Big Data berasal Facebook, Instagram, Twitter, Tiktok, Snapchat atau apa ?
Dalam penyampaian hasil Big Data juga tidak ada paparan yang secara ilmiah menjelaskan metodeloginya bagaimana, angka 100 juta itu dari mana saja dan rentang waktu nya berapa lama?
Lalu jenis kelamin, tingkat ekonomi, wilayah hingga margin error termasuk lembaga mana yang mengelola Big Data tersebut apakah Lembaga Independen, BIN, BRIN, Menkominfo, Badan Syber atau apa sebagaimana paparan hasil Survey yang lengkap dan detail hingga kadang bisa sampai 25 bahkan 40 halaman.