Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Resesi Ekonomi Memicu Era Krisis
Dunia kembali dihadapkan pada kecemasan akan ancaman resesi ekonomi yang sekarang ini sedang mengintai negara Paman Sam
Editor: Sanusi
Pemulihan ekonomi nasional pasca Pandemi akan menghadapi hambatan dan tantangan yang sulit. Dari masalah geopolitik Rusia-Ukraina, ancaman resesi di AS dan beberapa negara di Eropa, munculnya varian baru virus yang masih merebak hingga soal kebangkrutan akibat utang yang mengancam Sri Lanka, Nepal dan Pakistan. Semua gejolak eksternal yang terjadi di waktu yang hampir bersamaan. Hal ini kian mengaburkan prospek pemulihan ekonomi nasional pasca Pandemi.
Memang besar kecilnya dampak eksternal terhadap ekonomi domestik sangat dideterminasi oleh fundamental ekonomi negeri ini. Tapi perlu dipahami, kalau gejolak eksternal hanyalah salah satu faktor selain faktor-faktor internal. Suksesi elektoral yang akan berlangsung di 2024 mendatang menjadi tantangan tersendiri bagi kerja-kerja pemerintahan. Mengapa hal ini penting? Sebab politik dan ekonomi adalah entitas yang saling terkait dan mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya.
Secara umum, ada dua persoalan pokok yang menjadi pekerjaan rumah pemerintah dalam rangka pemulihan ekonomi nasional. Pertama, mengantisipasi dampak jika resesi ekonomi benar-benar menerjang AS. Kedua, utang luar negeri Indonesia yang diproyeksi akan alami peningkatan karena sejumlah faktor.
Untuk yang pertama, kendati resesi ekonomi AS belum benar-benar terjadi. Namun kabar ini telah membawa efek yang cukup nyata. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di pekan lalu, semisal, tercatat menurun dari 2 persen, melanjutkan penurunan 1,3 persen dari minggu sebelumnya. Selain itu, pasar obligasi juga ikut tertekan akibat kebijakan kenaikan suku bunga The Fed. Faktor-faktor ini telah membuat nilai tukar rupiah telah mengalami tekanan.
Baca juga: Vladimir Putin Siap Pasok 50 Juta Ton Gandum ke Pasar Internasional Demi Mengatasi Inflasi Global
Bank Indonesia (BI) sendiri mengakui bahwa saat ini nilai tukar rupiah sedang mengalami tekanan yang tinggi. Bahkan diproyeksi tekanan ini baru bisa reda di tahun mendatang 2023. Artinya, manakala nilai tukar rupiah terus merosot, dapat dipastikan, akan memicu inflasi. Dalam beberapa waktu terakhir, kabar terkait naiknya harga-harga kebutuhan pokok telah menjadi isu nasional. Mulai dari kenaikan harga Cabai, bawang merah hingga minyak goreng telah meresahkan masyarakat.
Semakin tinggi harga-harga, tentu, akan menyulitkan ekonomi masyarakat berpenghasilan rendah. Akibatnya, konsumsi rumah tangga sebagai tulang punggung ekonomi terganggu. Hal ini kemudian dapat memicu tekanan bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Di samping itu, terdapat pula masalah BBM jenis pertalite yang distribusinya cenderung dipersulit. Baru-baru ini bahkan Pertamina rencananya akan memberlakukan kebijakan penjualan pertalite dan solar melalui aplikasi. Hal ini jelas membawa tekanan ekonomi bagi pedagang eceran.
Terkait dengan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia. Meskipun di April 2020 ULN mengalami penurunan yang cukup signifikan. Namun beberapa ekonomi telah memproyeksi akan ada peningkatan ULN pada 2023 nanti. Penyebabnya paling tidak ada tiga, yakni tren kenaikan suku bunga global dapat memicu peningkatan bunga ULN Indonesia; pendanaan Pemilu dan penyelesaian proyek infrastruktur yang telah dicanangkan; dan, melemahnya nilai tukar.
Persoalan ULN ini harus diperhitungkan secara cermat dan terukur. Pasalnya, dampak yang ditimbulkan bukan hanya sebatas beban utang yang harus ditanggung oleh pemerintahan di masa mendatang dan/atau generasi bangsa selanjutnya, melainkan lebih dari itu ULN sangat berkaitan erat dengan kelangsungan hidup bangsa ini. Kasus yang menimpa Sri Lanka paling tidak dapat dijadikan pelajaran berharga tentang bagaimana seharusnya ULN itu digunakan dan dikelola agar tidak melahirkan masalah di kemudian hari.