Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners

Tribunners / Citizen Journalism

Abdul Aziz al-Tsa’alabi, Pan Islamisme, dan Barat

Abdul Aziz al-Tsa’alabi lahir di kota Tunis, Tunisia, dari keluarga berkebangsaan Aljazair pada 1876.

Editor: Husein Sanusi
zoom-in Abdul Aziz al-Tsa’alabi, Pan Islamisme, dan Barat
Dokumen Pribadi KH. Imam Jazuli.
Pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon, KH. Imam Jazuli, bersama Dubes RI untuk Tunisia, Zuhairi Misrawi, saat berkunjung ke Tunisia, Minggu (11/12/2022). 

Abdul Aziz al-Tsa’alabi, Pan Islamisme, dan Barat

Catatan Perjalanan KH. Imam Jazuli, Lc. MA.*

Kamis (22/12/2022) kemarin, paling berkesan bagi penulis. Dialog tentang tokoh penting di Tunisia alumni Universitas Zaitunah tak kunjung usai. Penulis berhari-hari diskusi dengan Gus Dubes Zuhairi Misrawi dan Dr. Ahmad Shaleh Amin ( Mahasiswa Indonesia alumni Zaitunah) termasuk tentang Abdul Aziz al-Tsa’alabi.

Umumnya kita sering disuguhkan dengan cerita sejarah Pan Islamisme tumbuh pada Perang Dunia II (April 1936). Kala itu muncul gagasan politik untuk menyatukan dunia Islam, yang tertuang dalam Al-A'mal al-Kamilah karya Jamaluddin al-Afghani. Pan Islamisme ingin mempersatukan umat muslim di bawah bendera kekhalifahan.

Apa benar Jamaluddin al-Afghani pencetus paham Persatuan Umat Muslim, khususnya di tanah Arab? Tidak. Akar-akar pemikiran Pan Islamisme sejatinya lahir dari Abdul Aziz al-Tsa’albi, intelektual Tunisia sekaligus alumni Universitas Zaitunah.

Abdul Aziz al-Tsa’alabi lahir di kota Tunis, Tunisia, dari keluarga berkebangsaan Aljazair pada 1876. Kakek Abdul Aziz ini bernama Abdurrahman al-Tsa'abi. Ia pindah ke Tunisia pada tahun 1830, setelah melarikan diri dari Aljazair karena diburu oleh kolonial Perancis.

Sampai tahun 1889, Abdul Aziz belajar menghafal al-Qur'an. Baru pada tahun 1890 sampai 1896, ia menempuh pendidikan di Universitas Zaitunah. Ketika Madrasah Khalduniah didirikan pada 22 Desember 1896, Abdul Aziz al-Tsa'alabi ikut mengenyam pendidikan di sana.

Baca juga: Thahir Al-Haddad, Bapak Feminisme Tunisia

BERITA TERKAIT

Abdul Aziz al-Tsa’alabi melanjutkan kiprah perjuangan kakeknya Abdurrahman al-Tsa’alabi sebagai pejuang anti-kolonial. Ketika Prancis menyerbu Tunisia dengan tiga puluh ribu pasukan pada 1881, Abdul Aziz al-Tsa'alabi bersama para alim ulama Tunisia terjun ke medan perang. Tujuannya adalah memerdekakan tanah air mereka dari penjajahan.

Dari tahun 1895 sampai 1897, Abdul Aziz al-Tsa'alabi ikut mendirikan Partai Nasionalis Islam (al-Hizb al-Wathani al-Islami). Ia juga banyak melahirkan karya tulis yang berisi seruan melawan penjajahan. Karena tekanan keras pemerintah kolonial, al-Tsa'alabi terpaksa melarikan diri dari negeri Tunis. Ia menghabiskan waktu 4 tahun di perantauan.

Tahun 1906, al-Tsa'alabi kena fitnah atas provokasi kolonial. Setelah rakyat Tunisia sadar akan tipu daya kolonial, mereka pun menyesal dan melawannya. Pada tahun 1912, Perancis didepak dari Tunisia. Rakyat Tunis juga sempat mendorong hukum mati al-Tsa'alabi yang dianggap bersekongkol dengan kolonial.

Dari tahun 1920-1923, gerak langkah diplomatik al-Tsa’alabi tidak disukai oleh kaum muda Tunisia yang ingin merdeka sepenuhnya dan secepatnya. Kasus ini mirip dengan konflik kaum muda dan kaum tua menjelang kemerdekaan Indonesia, sehingga Soekarno harus diculik.

Abdul Aziz al-Tsa’alabi lebih condong pada gaya politik kaum tua dengan menempuh jalur diplomatik. Karenanya, ia banyak menghabiskan usianya dalam perjalanan. Pada tahun 1898, ia pergi ke Tharablisi, kemudian Benggasi, lalu menuju Astana melalui Yunani dan Bulgaria.

Abdul Aziz al-Tsa’alabi juga berhubungan dengan Daulah Turki Usmani untuk menjelaskan kondisi negara Tunisia. Setelah dari Turki, ia melanjutkan perjalanan ke Mesir dengan tujuan serupa, mencari dukungan politik. Baru pada tahun 1902, ia kembali ke Tunisia. Ini akhir perjalanan periode pertamanya.

Baca juga: Habib Burguibah dan Sekularisasi Tunisia

Dari 1923 sampai 1937, Abdul Aziz al-Tsa'alabi melakukan perjalanan periode keduanya, mulai dari Mesir, Suriah, Iraq, Hijaz, India, hingga ke Indonesia. Ia juga menghadiri Muktamar Palestina tahun 1930 dan menjadi anggota Tanfidziahnya. Tujuannya tetap sama, mencari dukungan internasional untuk negaranya, Tunisia.

Halaman
12
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
berita POPULER
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas