Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Dampak Sekularisme Kemalis terhadap Ruang Publik di Turki

Sekularisme gaya Mustafa Kemal Ataturk, Pendiri Republik Turki, jauh lebih ekstrim. Yaitu, pemisahan agama dari seluruh ruang publik.

Editor: Husein Sanusi
zoom-in Dampak Sekularisme Kemalis terhadap Ruang Publik di Turki
Dokumen Pribadi KH. Imam Jazuli.
Pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon, Jawa Barat, KH. Imam Jazuli bersama dengan Istri, Hj. Malika Lulu, S.Psy, di Cappadocia, Turki, Jumat (6/1/2023). 

Sekularisme ini mulai sedikit kehilangan pamornya sejak 1982, yang saat itu sekolah dasar dan menengah mulai mengajarkan pelajaran agama, terutama ajaran agama Islam Sunni, walaupun ajaran agama-agama lain juga diwakili. Hal itu tergantung pada lembaga pendidikan yang menerapkannya.

Baca juga: Era Kebangkitan Turki Usmani dan Kejayaan Islam Global

Di sekolah dasar dan menengah, anak-anak akan belajar sejarah agama, praktek dan keyakinan yang berhubungan dengan Islam Sunni. Sekalipun sudah jelas bahwa Turki adalah negara Sekular, penerapan pendidikan agama di sekolah-sekolah dasar dan menengah mendapatkan kritik keras dari media asing maupun media publik Turki.

Sementara di kelas menengah atas, anak-anak yang berusia 18 tahun, pelajaran agama digabungkan ke dalam studi filsafat. Jadi, agama diajarkan sebagai filsafat (felsefe), yang juga merupakan mandat lembaga pendidikan. Di sekolah menengah atas ini, anak-anak lebih mendalam belajar agama-agama di luar Islam, pemikir-pemikir filsfat keagamaan, ide-ide dan keyakinan.

Di sekolah-sekolah agama, yang dikenal sebagai “İmam Hatips”, Islam mulai diajarkan secara lebih mendalam, dan pembacaan doa-doa sebagai bagian dari mata pelajaran Islam. Kehadiran “İmam Hatips” ini mulai terkenal sejak tahun 1950-an.

Di sekolah-sekolah privat İmam Hatip, bahasa Arab diajarkan sebagai bahasa kedua, atau ketiga, atau keempat, setelah bahasa Inggris dan Turki. Di beberapa sekolah, pelajaran al-Quran menjadi mata pelajaran pilihan. Tetapi, ada juga sekolah-sekolah yang sepenuhnya mengnajarkan pelajaran agama yang mereka tawarkan sebagai keunggulan sekolah mereka.

Pada tahun 2000-an, kelompok muslim reformis ini mencapai puncak perlawanannya terhadap sekularisme penuh Kemal Ataturk. Mereka pun berhasil mengusung seorang tokoh muslim besar bernama Recep Tayyip Erdogan, yang berasal dari partai berbasis Islam AKP (Adalet ve Kalkınma Partisi), menjadi presiden Turki tahun 2002.

Alhasil, penulis ingin mengatakan, kekuasaan datang dan pergi. Pemikiran tumbuh dan tumbang. Turki Usmani runtuh di tangan sekularisme Kemal Ataturk. Tetapi, Kemalisme juga tidak berdaya di tangan Tayyipisme atau Erdoğanisme; yaitu agenda-agenda politik dan idealisme Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.[]

*Penulis adalah Alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015.

Berita Rekomendasi
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas