Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Menggali Akar Popularitas Cak Imin di 5 Besar Survei PolMark
Di sisi lain, Cak Imin mengungguli mantan cawapres Pemilu 2019 Sandiaga Uno (2,0%) dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa (1,3%).
Editor: Husein Sanusi
Menggali Akar Popularitas Cak Imin di 5 Besar Survei PolMark
Oleh: KH. Imam Jazuli, Lc. MA.*
TRIBUNNEWS.COM - Hasil survei PolMark tentang elektabilitas calon presiden pada Pemilu 2024 nanti cukup mengejutkan. Nama Muhaimin Iskandar (PKB) muncul di urutan ke-5 besar, di bawah Ganjar Pranowo (PDIP), Prabowo Subianto (Gerindra), Anies Baswedan dan Ridwan Kamil (profesional).
Kader PDIP Ganjar Pranowo mendapatkan elektabilitas paling tinggi (22,8 persen), melampaui Ketum Gerindra Prabowo Subianto (17,4%). Baru kemudian disusun oleh Anies Baswedan yang diusung oleh PKS sebesar 13,9%. Sedangkan Ketum PKB Cak Imin (4,8%) bersaing ketat dengan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (5,2%).
Empat nama (Ganjar, Prabowo, Anies, Ridwan Kamil) memang sudah populer di setiap survei. Yang paling mengejutkan di sini adalah kemunculan Cak Imin di 5 Besar, yang bahkan melampaui kader tercinta PDIP Puan Maharani (1,7%), putra tercinta mantan presiden RI Agus Harimurti Yudhoyono (1,7%).
Di sisi lain, Cak Imin mengungguli mantan cawapres Pemilu 2019 Sandiaga Uno (2,0%) dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa (1,3%). Uniknya lagi, Cak Imin mampu melampaui jauh di atas kader tercinta PBNU sekaligus Menteri BUMN Erick Thohir (1,0%).
Di kalangan kelompok nasionalis, maka sudah pasti hanya ada dua nama yang akan dipilih, yaitu: Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto. Beberapa nama lain dari kalangan nasional, seperti Puan Maharani, Sandiaga Uno, dan AHY tidak bisa diangkat lagi. Tingkat elektabilitas mereka terlalu jauh di bawah Ganjar dan Prabowo.
Di kalangan kelompok Nasionalis-Islam, hanya ada satu nama yang bisa dipilih, yaitu Muhaimin Iskandar. Sementara beberapa nama lain, seperti Khofifah Indar Parawansa, Erick Thohir, dan Ridwan Kamil jauh di bawah elektabilitas Muhaimin Iskandar.
Sementara dari kalangan Islamis, hanya ada satu nama yang muncul, yaitu Anies Baswedan. Dari sekian nama yang muncul dalam survei, hanya Anies Baswedan yang mewakili kelompok Islamis.
Alhasil, bila kita kerucutkan berdasarkan kategori ideologi dan basis massanya, maka hanya akan muncul empat nama: Ganjar dan Prabowo (nasionalis), Cak Imin (Nasionalis-Islam), dan Anies Baswedan (Islamis). Jadi, di Pemilu 2024 nanti, empat nama inilah yang akan berkompetisi.
Kekuatan Cak Imin patut dipertimbangkan. Karena menurut hasil survei PolMark Indonesia, Cak Imin berkuasa di Jawa Timur yang merupakan basis massa Nahdliyyin. Artinya, warga Jawa Timur telah menyadari betapa penting penggabungan dua kekuatan besar antara PKB dan NU.
Jika penggabungan kekuatan PKB dan NU ini terjadi di seluruh wilayah Indonesia, maka kader Nahdliyyin yang muncul dalam rangking tertinggi survei PolMark akan keluar sebagai pemenang.
Sebab, suara warga Nahdliyyin tidak mungkin diserahkan kepada kader-kader Nahdliyyin lainnya, yang memiliki tingkat elektabilitas rendah, seperti Khofifah Indar Parawansa dan Erick Thohir. Satu-satunya kader Nahdliyyin yang paling tinggi elektabilitasnya adalah Ketum PKB.
Sampai di sini, percuma saja opini dan usaha memecahkan kekuatan Nahdliyyin menjadi NU dan PKB. Sebab, jika itu terjadi, suara Nahdliyyin akan terbuang sia-sia dengan mendukung kadernya yang rendah tingkat elektabilitasnya.
Sampai di sini penulis memiliki pendapat, bahwa naiknya elektabilitas Cak Imin menjadi 5 besar adalah kontribusi besar warga Nahdliyyin, khususnya di Jawa Timur. Mereka sadar dengan menggabungkan kekuatan PKB dan NU akan tercipta kemenangan.
Pada saat kelompok Nasionalis-Islam berjuang mensolidkan barisan, kelompok Nasionalis memiliki dua kader yang sama-sama kuat, yaitu Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto. Persaingan internal kelompok Nasionalis pada saat yang sama akan berkontribusi positif pada konsolidasi kelompok Nasionalis-Islam. Sementara kelompok Islamis hanya pewarna kehidupan ini. Wallahu a'lam bis shawab.[]
*Penulis adalah Alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015.