Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Energi Baru dan Terbarukan, Tantangan dan Peluang Indonesia 2050

Transisi energi yang ramah lingkungan dan energi baru terbarukan diharapkan dapat menjadi solusi masalah energi ke depan

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Energi Baru dan Terbarukan, Tantangan dan Peluang Indonesia 2050
TRIBUN SUMSEL/ABRIANSYAH LIBERTO
Suasana Pembangkit Listrik Tenaga Surya atau PLTS yang berkapasitas 2 Megawatt (MW) yang berlokasi di kawasan Jakabaring Sport City, Palembang, Sumatra Selatan, Kamis (29/12/2022). PLTS tersebut terbesar di Sumatera , Pembangunan PLTS Jakabaring ini merupakan hasil proyek kerjasama Joint Crediting Mechanism (JCM), kerjasama antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang dalam pembangunan rendah karbon untuk pencegahan perubahan iklim,Produksi listrik yang dihasilkan oleh PLTS Jakabaring ini dijual ke jaringan PLN berdasar peraturan yang berlaku. (TRIBUN SUMSEL/ABRIANSYAH LIBERTO) 

Oleh : Cornelius Corniado Ginting, SH  *)

INDONESIA adalah salah satu dari 195 negara yang menandatangani Kesepakatan Paris (Paris Agreement) dan satu dari 164 negara ditambah Uni Eropa, yang meratifikasinya.

Dengan komitmen internasional ini, Indonesia memiliki target nasional untuk menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 29 persen dari kondisi business as usual di tahun 2030 dengan usaha sendiri dan lebih jauh 41% dengan bantuan internasional.

Tidak di pungkiri di tengah ancaman krisis energi yang melanda dunia akibat dampak perang Rusia-Ukraina, transisi energi menjadi salah satu perbincangan penting dalam gelaran KTT G20 2022 lalu.

Transisi energi yang ramah lingkungan dan energi baru terbarukan diharapkan dapat menjadi solusi masalah energi ke depan

Komitmen ini mensyaratkan Indonesia untuk konsisten mengembangkan energi terbarukan salah satunya ketenagalistrikan.

Dengan perspektif energi sebagai modal pembangunan, energi terbarukan memiliki peranan penting dalam pendorong sistem ekonomi hijau, berkelanjutan, dan rendah karbon.

Baca juga: Sri Mulyani Akui Tidak Mudah Menjalankan Transisi Energi Baru Terbarukan, Sangat Kompleks

BERITA REKOMENDASI

Pembangunan dengan kesadaran jangka panjang ini telah menjadi tren pembangunan di seluruh dunia, menyikapi semakin naiknya populasi, kebutuhan manusia, dan kegiatan manusia yang menyebabkan kerusakan lingkungan.

Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, meliputi sumber energi surya, sember energi air dan mikrohidro, sumber energi angin, sumber energi panas bumi, sumber energi gelombang laut, dan sumber energi biomassa. Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, konsumsi energi saat ini juga memiliki potensi untuk efisiensi dan konservasi energi.

Berdasarkan amanat Undang-Undang No. 30 Tahun 2007 tentang Energi, Kebijakan Energi Nasional (KEN) disusun dengan berdasarkan pada prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna mendukung terciptanya kemandirian energi dan ketahanan energi nasional.

Implikasi dari kebijakan ini adalah perlunya diversifikasi energi untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri, salah satunya dengan mengembangkan energi baru terbarukan (EBT).

Dalam KEN, target EBT secara spesifik diatur dengan tenggat waktu 2025 dan 2050.

Dalam target tersebut, porsi EBT dalam bauran energi nasional harus mencapai setidaknya 23% di tahun 2025 dan paling sedikit 31% tahun 2050 sepanjang keekonomiannya terpenuhi.

Target ini setara dengan 45,2 GW pembangkit listrik EBT di tahun 2025, sisanya merupakan kontribusi dari biofuel, biomassa, biogas, dan coal bed methane.".

Dalam hal Rencana Umum Penyediaan Listrik (RUPTL) 2021-2030, diproyeksikan total tambahan kapasitas pembangkit adalah 40.575 Gigawatt (GW), dengan porsi pembangkit EBT sebesar 20.923 GW atau 51,6% dan porsi pembangkit listrik sebesar 19.562 GW atau 48,4%.berdasarkan jenis pembangkitnya, pembangkit dengan sumber EBT terbesar adalah Pembangkit Listrik Tenaga Air/Mikro/Mikrohidro (10.391 GW), kemudian Pembangkit Listrik Tenaga Surya (4,68 GW), Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (3.355 GW), PLT EBT Base (1 ,01 GW), lalu Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (0,597 GW), PLT Bio (0,590 GW), dan BESS (0,3 GW).

Sementara untuk pembangkitan dengan sumber energi fosil, PLTU menempati porsi terbesar dengan 13.819 GW, kemudian Pembangkitan Tenaga Listrik Uap/Gas Uap/Mesin Gas dengan 5.828 GW, dan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel dengan 5 Megawatt (MW).

Berdasarkan jenis pengembang, Independent Power Producer (IPP) mengambil porsi terbesar untuk pengembangan pembangkit hingga tahun 2030, yakni 26.006 GW atau 64%, kemudian PLN sebanyak 14.269 GW atau 35%, dan kerja sama antar wilayah usaha sebesar 300 MW atau 1% .

Tantangan Pemerintah 

Ada beberapa tantangan dalam mengupayakan akses dan pemerataan energi di Indonesia dengan menggunakan energi terbarukan.

Biaya produksi listrik dari pembangkit energi terbarukan masih relatif lebih tinggi sehingga dianggap kurang kompetitif dibanding biaya produksi listrik dari pembangkit konvensional.

Beberapa komponen untuk pembangkit listrik energi terbarukan juga masih diimpor, selain mempengaruhi harga produksi, juga menjadi tantangan untuk pemeliharan.

Baca juga: ASEAN Punya Sumber Energi Terbarukan 17 Ribu GW, Menteri ESDM: Modal Kejar Target Net Zero Emission

Dalam proses pemeliharaan dan perawatan, kapasitas sumber daya manusia masih perlu ditingkatkan. Dalam beberapa kasus untuk pembangkit listrik energi terbarukan yang dibangun pemerintah pusat dan diserahkan pada pemerintah daerah, pengoperasian dan perawatan tidak berjalan dengan baik sehingga pembangkit tersebut akhirnya mangkrak.

Kebijakan dalam negeri saat ini juga dinilai belum kondusif oleh para investor sehingga mereka kurang berminat untuk berinvestasi di sektor energi terbarukan, misalnya minimnya insentif untuk pengembang dan dinamika perubahan kebijakan yang berubah-ubah.

Bagi investor, kepastian kebijakan adalah faktor penting untuk mendapatkan pendana an bank dan juga perlindungan bisnis dalam jangka panjang.

Tantangan lain terkait energi terbarukan adalah sifat beberapa sumber energi terbarukan yang intermittent (tidak kontinyu) dan tidak dapat ditransportasikan sehingga harus dibangkitkan di lokasi setempat.

Hal ini sebenarnya justru baik untuk melistriki lokasi yang sulit dijangkau jaringan seperti daerah perdesaan.

Namun begitu, pemerintah tetap berupaya keras untuk mengejar target pemanfaatan energi terbarukan sebesar 23% di tahun 2025, pemerintah saat ini menggenjot pengembangan pembangunan pembangkit listrik dari tenaga energi terbarukan.

Pemerintah perlu juga menerapkan kebijakan energi nasional secara konsisten melalui penyusunan Rencana Pengembangan Energi Terbarukan, instrumen pengelolaan risiko proyek-proyek energi terbarukan dan penganggaran yang memadai untuk membangun proyek energi terbarukan off-grid di daerah 3T dan Pemerintah pusat perlu melibatkan pemerintah daerah dalam perencanaan, pembangunan, dan evaluasi dalam program pengembangan energi terbarukan sehingga proyek-proyek energi terbarukan mampu dikelola oleh pemerintah daerah secara berkelanjutan.

Selain itu, sinergitas dan kolaborasi melalui kementerian dan lembaga terkait perlu dilakukan dalam membuat kebijakan yang menaungi produksi teknologi energi terbarukan dalam negeri dan merumuskan kebijakan insentif keuangan untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif.

Juga menyediakan  akses energi dengan energi terbarukan yang dilakukan oleh berbagai pihak dan lembaga dapat dikumpulkan untuk dijadikan best practice dan lessons learned untuk duplikasi pemanfaatan energi terbarukan di tempat lain sehingga tercipatanya tata Kelola dan ekosistem tentang pengelolaan energi terbarukan di Indonesia.

Pemerintah dan DPR dapat segera mempercepat Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) yang saat ini tengah dibahasa terkait Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari pemerintah dan DPR bisa segera membentuk Panitia Kerja (Panja) bersama pemerintah guna membahas lebih dalam terkait substitusi dari RUU EBET .

*) Founder Pusat Advokasi dan Dalil Hukum Indonesia (PADHI)

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
berita POPULER
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas