Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Standing Ovation untuk Andi Widjajanto
Lemhannas berkabung, bangga dan ikut bermartabat, Gubernur Andi Widjajanto mengundurkan diri dari jabatannya menyusul ditunjuk jadi TPN Ganjar Pranowo
Editor: Theresia Felisiani
Komjen Pol (Purn) Heru Winarko, Taprof Bid. Politik mengungkapkan perasaannya, Lemhannas RI kehilangan orang baik dan benar. Lemhannas membutuhkan Gubernur yang seperti Andi Widjajanto. Baginya, itu adalah risiko politik bermartabat dan tidak semua para pemimpin negeri ini dapat melakukannya.
Laksda TNI (Purn) Agung Pramono, Taprof Lemhannas bidang Pertahanan dan Keamanan menyatakan, seharusnya para menteri atau pejabat yang terkait dengan partai atau keberpihakan pada salah satu kontenstan melakukan hal yang sama dengan Andi Widjajanto. Berpolitik secara beretika harusnya dikedepankan untuk menjadi suri tauladan bagi generasi muda.
Sedangkan Wakor Taprof Mayjen TNI (Purn) Imam Maksudi menegaskan, tidak ada kata lain kecuali Ksatria yang selalu berkata jujur, memihak pada kebenaran dan berani memutuskan demi masyarakat banyak. Andi Widjajanto jika diibaratkan dalam pewayangan, dia adalah Wibisana - tokoh protagonis dalam babad Ramayana. Meskipun ia adalah adik kandung Rahwana, ia memihak Rama karena kebenaran.
Prof. Dr. Ir Reni Mayerni M.P, orang nomor satu di Kedeputian Pengkajian Strategik Lemhannas sangat kehilangan. Ia bangga atas etika politik yang ditunjukan atasannya itu. Di matanya, pengunduran diri Andi sejatinya untuk menghindari konflik kepentingan terutama di kedeputiannya. Sudah pasti dirinya sangat kehilangan sosok pemimpin yang cerdas dan responsif. Diakuinya, melalu tangan dinginnnya Andi Widjajanto mengubah cara pandang dan cara kerja kedeputian pengkajian Lemhannas yang satu-satunya pengguna (user) adalah Presiden RI.
Sementara bagi penulis, pengunduran diri Andi Widjajanto sebagai orang nomor satu di lembaga yang berwibawa dan elit itu mengingatkan akan peribahasa latin - Modus Omnbibus In Rebus Optimum Est Habitu – Dalam Semua Keadaan, Yang Paling Baik Adalah Tahu Batas. Melihat pengalaman sejarah hidupnya, Andi telah menunjukan martabatnya sebagai politikus yang tahu diri, tahu batas, tahu untuk berhenti dan kapan harus berjalan.
Dalam konteks hingar bingarnya pemilu 2024, Andi Widjajanto tidak membiarkan dirinya dibuli oleh medsos ataupun para lawan politiknya yang „cemburu“ terhadap kekuatannya. Dia tahu diri, tahu batas kapan harus berhenti dan kapan harus berjalan, kapan harus memilih dan kapan harus membuang. Memiliki pengalaman 3 (tiga) kali pada posisi memutuskan untuk mengundurkan diri terkait dengan pemilu merupakan pelajaran terbaik bagi calon pemimpin nasional.
Indonesia membutuhkan banyak Andi Widjajanto untuk menjadikan demokrasi dalam pemilu sebagai pilihan terbaik untuk menghindarkan Indonesia dipimpin oleh pemimpin yang buruk. Tentu, pengunduran dirinya akan dilihat sebagai model oleh para anak didik Lemhannas yang terdiri dari para sipil terpilih dan anggota TNI atau Polri dari pangkat kolonel / kombes hingga bintang tiga.
Bagi saya, ini bukan hanya tentang Andi Widjajanto. Ini soal Indonesia, kepemimpinan nasionalnya dan Ideologi Pancasila. Andi Widjajanto dalam waktu yang relatif singkat yakni 1 tahun 6 bulan dalam memimpin Lemhannas RI, telah mengembalikan Lemhannas ke khittahnya sebagai lembaga pendidikan geopolitik bagi para peserta didik Lemhannas RI, sebagaimana yang dicita-citakan Presiden Soekarno. Dan, para peserta didik Lemhannas RI yang telah berusia 58 itu adalah para pemimpin nasional. Yang paling utama adalah, Andi Widjajanto telah menanamkan politik yang beretika dan kepemimpinan yang bermartabat.
Andaikata dapat diikuti secara streaming oleh masyarakat Indonesia, pengunduran diri Andi Widjajanto di Auditorium Gajahmada itu bisa jadi akan memengaruhi Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang syarat usia menjadi Presiden. Who Knows ?
Namun berpolitik itu seperti bermain judi atau bahkan menyiratkan kehidupan itu sendiri. Guru politik dunia yakni Bangsa Romawi mengatakan, Humana Vita Est alea, In Qua Vincera Tam Fortuitum Quam Necesse Perdere – Hidup Manusia Itu Seperti Permainan Dadu, Di Mana Kemenangan Merupakan Suatu Kebetulan Dan Kekalahan Menjadi Sebuah Keharusan. Dan, saya berharap, kemenangan ada di pihak Andi Widjajanto – bukan karena kebetulan tetapi karena pelajaran berpolitik secara etik dan kepemimpinan bermartabat yang telah ditunjukan kepada bangsa Indonesia .
Salam Hormat Pak Gubernur !