Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Cerita tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kita
Mengawali lembaran baru ini, saya kira kawan kawan sudah memiliki resolusi baru pada tahun 2024. Dan selamat mengawali resolusi baru itu.
Editor: Malvyandie Haryadi
Agar belanja negara berjalan makin baik, keuangan pusat dan daerah lebih konvergen, dan berbasis outcome, kita juga mengonsolidasikan keuangan pemerintah pusat dan daerah melalui Undang Undang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah.
Beleid ini menjadi modal penting bagi pemerintah melakukan reformasi kebijakan belanja pada tahun 2023 lalu dan kedepan.
Menghadapi situasi ekonomi dan keuangan global yang tidak menentu, Badan Anggaran DPR dan pemerintah sepakat, melalui APBN 2023, dan 2024 memberikan perlindungan maksimal bagi keluarga miskin.
Kita posisikan APBN sebagai shock absorber, berperan penahan guncangan.
Itu sebabnya anggaran perlindungan sosial kita tebalkan pada tahun 2023 dan 2024. Oleh karena itu kebijakan ini jangan disalah gunakan sebagai kebijakan sinterklas pada masa pemilu.
Karena penebalan anggaran perlinsos inilah kita berhasil menjaga daya beli rumah tangga. Kita paham betul, pengaruh inflasi terhadap tingkat kemiskinan sangat besar.
Oleh sebab itu, inflasi yang menjadi momok di banyak negara selama dua tahun terakhir mampu kita kendalikan cukup baik.
Tren angka inflasi sepanjang 2023 terus turun, dari awal tahun inflasi mencapai 5,2 persen menjadi 2,9 persen pada Desember 2023.
Konsumsi rumah tangga sebagai tiang utama pertumbuhan ekonomi nasional terus tumbuh positif sejak kuartal II 2021.
Selama rentang 2023 perekonomian kita tumbuh, saya perkirakan tahun 2023 pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen. Berhasil pulih kembali sejak kuartal II 2021.
Sepanjang 2023 kita menghadapi tekanan berkelanjutan nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS. Hal ini imbas dari kebijakan suku bunga tinggi yang ditempuh oleh The Fed.
Alhamdulillah kita berhasil imbangi permainan ini dengan baik, meskipun kita sempat khawatir kurs Dolar AS menyentuh batas psikologis diatas Rp. 16.000.
Ketergantungan kita terhadap Dolar AS terus kita kurangi, Badan Anggaran DPR terus memberikan dorongan agar Bank Indonesia makin inovatif.
BI terus mengembangkan kerjasama bilateral dan multilateral untuk menciptakan pembayaran internasional lebih variatif.