Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Jalur Perintis: Strategi Tidak Konvensional dalam Kampanye Calon Presiden Indonesia
Kemunculan “Gemoy” tidak hanya membuat Prabowo disayangi oleh khalayak yang lebih luas, namun juga memberikan nafas baru dalam kampanyenya
Editor: Eko Sutriyanto
Oleh : Widyaretna Buenastuti *)
JAKARTA - Berbagai strategi tidak biasa ditampilkan pasangan capres cawapres RI saat mengadakan kampanye yang telah berlangsung beberapa waktu lalu.
Strategi ini dilakukan sebagai upaya menarik minat calon pemilik suara.
Berikut catatan masing-masing paslon dalam berkampanye:
01 Kampanye ‘Desak Anies’: Sebuah Pendekatan Baru terhadap Dialog Langsung dalam Kampanye Presiden
Dalam lanskap politik yang sering kali didominasi oleh pidato yang disusun dengan cermat dan acara yang diatur secara hati-hati, sebuah gaya kampanye presiden baru yang dipelopori oleh mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan muncul.
Strategi kampanye inovatif yang dijuluki “Desak Anies” ini merevolusi cara kandidat berinteraksi dengan pemilih, menekankan dialog langsung dan interaksi spontan.
Inti dari kampanye Desak Anies adalah komitmen terhadap komunikasi yang terbuka dan tanpa filter antara kandidat dan publik. Berakhirlah sudah hari-hari di mana pesan harus dikurasi dengan cermat dan pemberian tanggapan yang terlatih.
Sebaliknya, Anies Baswedan menerima spontanitas dan keaslian, serta mengundang pemilih untuk berinteraksi dengannya secara pribadi, bebas dari batasan retorika politik tradisional.
Baca juga: Pakar Nilai Jokowi Salah Tafsir Undang-Undang: Hak Kampanye Presiden Hanya Bagi Petahana
Salah satu ciri khas kampanye Desak Anies adalah penggunaan pertanyaan spontan. Alih-alih mengandalkan poin pembicaraan yang disiapkan, Anies menyambut pertanyaan mendadak dari publik, menangani masalah-masalah mendesak secara langsung, dan memberikan tanggapan yang sungguh-sungguh dan tanpa persiapan. Pendekatan ini tidak hanya menunjukan transparansi dan aksesibilitas Anies, namun juga menciptakan rasa kepercayaan dan koneksi dengan pemilih.
Selain itu, pasangan calon wakil presiden pilihan Anies menambah dimensi lain pada daya tarik kampanyenya. Calon wakil presiden Anies, Muhaimin Iskandar, lulusan pesantren, membawa perspektif unik. Dikenal dengan julukan “Slepet Imin” yang merupakan bahasa gaul yang digunakan anak-anak pesantren, menunjukan pilihan tidak lazim yang secara bersamaan menekankan komitmen kampanye pada inklusivitas dan keberagaman.
Penggabungan budaya pesantren ke dalam branding kampanye berfungsi sebagai jembatan untuk dapat terhubung dengan segmen pemilih yang lebih luas, khususnya mereka yang memiliki latar belakang religius tradisional. Dengan merangkul unsur-unsur linguistik dan budaya yang akrab bagi santri, Anies dan timnya menunjukkan pemahaman terhadap kekayaan identitas dan pengalaman Indonesia.
Kampanye Desak Anies dan Slepet Imin mencerminkan perubahan dari strategi politik konvensional, menantang status quo dan mendefinisikan ulang parameter kampanye presiden. Melalui keterlibatan langsung dengan masyarakat dan kemauan untuk menghadapi pertanyaan sulit secara real-time, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar menetapkan standar baru bagi kepemimpinan politik, yang berakar pada keaslian, empati, dan akuntabilitas.
Ketika kampanye semakin mendapatkan momentum, jelas bahwa Desak Anies dan Slepet Imin telah menyentuh hati pemilih di seluruh negeri. Dengan memprioritaskan dialog yang bermakna dan hubungan yang tulus dibandingkan kinerja yang baik dan janji-janji kosong, Anies Baswedan menawarkan visi menarik untuk masa depan politik Indonesia – suatu masa depan yang responsif terhadap kebutuhan dan aspirasi rakyat.