Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Apa yang Kita Tahu Tentang Iran? Sabar Balas Serangan Demonstratif Israel  

Iran bertekad membalas serangan Israel yang menewaskan dua jenderal Korps Garda Republik Iran di Damaskus, Suriah.

Editor: Setya Krisna Sumarga
zoom-in Apa yang Kita Tahu Tentang Iran? Sabar Balas Serangan Demonstratif Israel  
Kolase Tribunnews
Rudal Iran. Negara itu disebut tengah menyiapkan serangan balasan ke Israel dalam 48 jam mendatang. 

TRIBUNNEWS.COM, YOGYA – Perwakilan Iran di PBB menyatakan, Teheran tidak perlu membalas serangan Israel yang menewaskan dua jenderalnya, jika PBB menjalankan tugas fungsinya.

Iran mendorong PBB mengecam/mengutuk aksi Iran di Damaskus, Suriah. Langkah yang hingga hari ini tidak pernah terdengar atau dinyatakan Sekjen PBB dan atau Dewan Keamanan PBB.

Israel sejauh ini tetap tidak mengomentari serangan mematikan ke konsulat Iran di Damaskus, yang dituduhkan kepada mereka oleh Iran.

“Seandainya Dewan Keamanan PBB mengutuk tindakan agresi tercela rezim zionis terhadap lokasi diplomatik kami di Damaskus dan kemudian mengadili para pelakunya, maka keharusan Iran menghukum rezim jahat ini mungkin bisa dihindarkan,” tulis misi Iran di PBB di akun X.

Pemimpin besar Iran, Ayatollah Ali Khamenei menjanjikan hukuman dan pembalasan setimpal terhadap Israel atas aksinya membunuh tujuh perwira Korps Garda Republik Iran di Suriah.

Baca juga: Analis Israel: Iran Siapkan Serangan Besar Balas Kematian Jenderal Zahedi, Awal Perang Dahsyat?

Baca juga: PROFIL Brigjen Reza Zahedi, Jenderal Senior Iran yang Tewas dalam Serangan Udara Israel di Damaskus

Baca juga: Iran Eksekusi Mati Agen Mossad Israel atas Serangan Drone ke Kompleks Militer

Israel telah menetapkan siaga tertinggi menghadapi potensi pembalasan Iran, baik langsung maupun tak langsung.

Media Wall Street Journal mengutip sumbernya menyebut Iran akan menyerang target di Israel dalam 48 jam setelah berakhirnya bulan suci Ramadhan.

Berita Rekomendasi

Sementara media Inggris melaporkan Israel bersiap menyerang fasilitas nuklir Iran jika terjadi serangan rudal dari Teheran.

Pemerintah AS telah menyatakan akan mendukung Israel melawan Teheran. Isunya, jet-jet tempur AS akan ambil bagian langsung dalam operasi militer Israel ke Iran.

Kolumnis dan ahli politik militer dari Valdai Grup Rusia, Fyodor Lukyanov, menyatakan, Iran tidak akan serta merta melakukan pembalasan melihat karakter politik mereka.

Artinya, hiruk pikuk kabar Iran akan langsung menyerang Israel adalah penilaian yang tidak mencermati cara dan strategi besar Iran dalam konteks Timur Tengah.

Menurut Lukyanov dalam kolomnya di situs Russia Today, Jumat (12/4/2024), Iran kini memilih metode perang hibrida atau asimetrik, mengingat dominasi lawan-lawan politik militernya.

Kekhasan budaya politik Teheran menurutnya adalah keinginan untuk menahan diri, apa pun situasinya, pembalasan tidak akan datang dengan segera.

Pernyataan-pernyataan yang tidak menyenangkan mengenai pembalasan yang akan segera terjadi kadang-kadang terkesan teatrikal, terutama jika jeda tersebut berkepanjangan.

Namun banyak yang tahu, Iran tidak akan berhenti hanya pada kata-kata saja. Tindakan dalam bentuk apa pun tidak bisa dihindari.

Dalam hal ini, tindakan penghancuran lembaga diplomatik (konsulat Iran di Damaskus) sangat demonstratif.

Markas Mossad, organisasi intelijen Israel, di Kota Erbil, Irak, luluh lantak dihajar 24 rudal balistik Fateh yang ditembakkan Garda Revolusi Iran, Selasa, 16 Januari 2024.
Markas Mossad, organisasi intelijen Israel, di Kota Erbil, Irak, luluh lantak dihajar 24 rudal balistik Fateh yang ditembakkan Garda Revolusi Iran, Selasa, 16 Januari 2024. (dok.)

Perang Asimetrik Prinsip Favorit Iran

Menurut Lukyanov, aksi balas dendamnya kemungkinan juga tidak akan kalah flamboyannya. Bagaimanapun, asimetri adalah salah satu prinsip favorit Teheran.

Serangan ke konsulat Iran di Suriah terjadi pada peringatan 45 tahun proklamasi Republik Islam oleh Ayatollah Khomeini.

Itu mungkin suatu kebetulan, tetapi, seperti yang mereka katakan, itu simbolis. Revolusi 1979 menciptakan sebuah negara yang sangat bertentangan dengan lanskap politik wilayah tersebut.

Republik baru ini berkonflik dengan semua orang, tanpa kecuali, hanya karena sifat rezimnya, yang secara kualitatif berbeda dari rezim mitra eksternal mana pun.

Akibatnya, mereka hanya bisa mengandalkan diri mereka sendiri dan mengeksploitasi kontradiksi obyektif pihak lain.

Oleh karena itu, sejak awal, Teheran menggunakan taktik yang kemudian disebut sebagai taktik “hibrida” atau tidak langsung.

Hal ini mengarah pada segala macam bentuk konfrontasi tidak langsung dan seringkali tidak diketahui, sehingga memberikan ruang yang luas bagi fleksibilitas.

Tentu saja banyak yang berubah sejak saat itu, dan Iran bukan lagi negara paria revolusioner, namun tradisi dan persepsi diri yang terpisah tetap ada.

Paradoksnya adalah Iran dan Israel, yang merupakan antagonis utama di kawasan ini, memiliki banyak kesamaan, setidaknya dalam hal posisi mereka di kawasan.

Israel adalah negara lain yang dalam banyak hal berselisih dengan semua negara tetangganya.

Strategi kelangsungan hidupnya juga sebagian besar didasarkan pada penggunaan berbagai cara yang tidak lazim, beberapa di antaranya tersembunyi.

Termasuk mengeksploitasi konflik antarnegara sekitar. Perbedaan mendasarnya adalah, tidak seperti Iran yang revolusioner, Israel tidak hanya bergantung pada dirinya sendiri tetapi juga pada pelindung eksternal, yaitu AS.

Asal usul hubungan ini sudah jelas. Munculnya negara Yahudi modern di Palestina merupakan hasil dari sejarah Eropa abad 20. AS dan Inggris memainkan peran yang menentukan.

Keputusan-keputusan yang diambil pada pertengahan abad yang lalu merupakan akibat langsung dari bencana holocaust.

Dukungan eksternal terhadap Israel ditentukan oleh faktor-faktor lain. Namun yang penting dalam konteks ini adalah hal itu menentukan.

Segalanya menjadi berbeda. Di satu sisi, bantuan eksternal telah memungkinkan Israel menjadi negara terkuat di Timur Tengah secara militer dan mengisolasi diri secara politik.

Di sisi lain, dalam hampir setiap konflik yang melibatkan Israel, pihak-pihak eksternal yang besar mau tidak mau melakukan intervensi demi kepentingan mereka sendiri, yang belum tentu sejalan dengan aspirasi negara tersebut.

Penyimpangan ini tidak dimotivasi oleh ketertarikan pada masa lalu, namun oleh keinginan untuk memahami masa kini dan kemungkinan masa depan.

Menurut Editor in Chief Russia in Global Affair ini, jika patronase eksternal dipandang sebagai prasyarat keberhasilan Israel, maka perubahan bisa terjadi.

Intensitas konfrontasi saat ini di Palestina sangatlah tinggi, dilihat dari konsentrasi kekerasan dan tingkat kerusakan yang nyata sangat besar.

Hal ini begitu signifikan sehingga penolakan secara lahiriah terhadap apa yang terjadi, khususnya tindakan Israel, menjadi fakta kehidupan yang semakin nyata.

Tentu saja, suatu negara dapat mengabaikan keputusan lembaga-lembaga internasional yang tidak mempunyai sarana untuk menegakkan keputusan mereka.

Namun, mereka tidak bisa mengabaikan opini publik.

Saat ini, massa kritis semakin menumpuk, dan hal ini dapat mempengaruhi keberanian para patron, terutama karena masing-masing dari mereka memiliki kekhasan politik internalnya masing-masing.

Operasi militer di Jalur Gaza telah berlangsung selama enam bulan, dan masalah utamanya adalah belum adanya hasil nyata.

Solusi yang cepat mungkin dapat membenarkan cara-cara tersebut, namun sekarang dampaknya justru sebaliknya.

Dari sudut pandang ini, Hamas telah berhasil memprovokasi Israel untuk melakukan tindakan yang merugikannya dan membuat Amerika, yang sudah mempunyai banyak masalah, gelisah.

Jika tren ini terus berlanjut dalam beberapa dekade mendatang, loyalitas AS dan negara-negara barat terhadap Israel mungkin akan semakin terancam.

Sekali lagi, sekali lagi, posisi sentral Israel dalam persepsi geopolitik barat terhadap Timur Tengah telah ditentukan peristiwa-peristiwa abad 20, yang kini semakin jauh.

Agar dapat bertahan hidup di wilayah yang bermusuhan, Israel mungkin harus lebih menjadi bagian dari wilayah tersebut.

Mereka harus berinisiatif membangun hubungan dengan negara-negara tetangganya. Pengalaman Iran menunjukkan hal ini mungkin terjadi.

Sementara mengenai peran PBB dalam berbagai konflik, terutama di Ukraina dan Palestina, organisasi dunia ini terlihat kedodoran.

Secara khusus menyangkut Israel, PBB selalu tampak terdikte kekuatan super power. Hanya di Keputusan terbaru Dewan Keamanan PBB, sedikit memperoleh angin dari AS.

Washington bersikap membiarkan keputusan gencatan senjata itu lolos, karena Gedung Putih jengah dengan kebijakan perang Benyamin Netanyahu.

Presiden AS Joe Biden mengutarakan kejengkelannya atas sikap elite Israel yang tak sejalan dengan langkah dan strategis AS menangani masalah di Jalur Gaza.

Kebijakan Gedung Putih Tentukan PBB

Oleh karena itu, jika Teheran berharap PBB akan bertindak tegas mengutuk/mengecam dan bahkan menghukum penyerang konsultas Iran di Damaskus, sulit terwujud.

Spesial dalam konteks Iran, Gedung Putih yang saat ini dikuasai elite Demokrat, lebih banyak akan melindungi kepentingan Israel, apapun situasinya.

Oleh sebab itu, AS juga akan menghalang-halangi setiap upaya agar PBB bersikap tegas terhadap Israel yang sudah berulangkali melanggar hukum dan melanggar kedaulatan negara lain.

Iran pasti akan membalas serangan militer Israel. Caranya seperti apa, dan targetnya di mana, ini yang masih sulit ditebak.

Ketika Jenderal Qassem Soleimani, pemimpin Brigade Al Quds Korps Garda Republik Iran dibunuh drone AS, balasan mengarah ke pangkalan AS di Irbil, Irak utara.

Serangan presisi yang mengejutkan banyak pihak melihat akurasi lusinan rudal yang diluncurkan Iran dari jarak ratusan kilometer.

Secara teknis, rudal Iran saat ini mampu mencapai target strategis di wilayah Israel. Tapi sebaliknya, Israel juga akan dengan mudah menggempur sasaran-sasaran penting di dalam wilayah Iran.

Jika serangan Iran langsung dibalas Israel, maka potensi terbakarnya kawasan Timur Tengah bukan mustahil.

Perang akan berkobar di kawasan, dan pasti akan mengubah secara signifikan lansekap geopolitik Timur Tengah.(Setya Krisna Sumarga/Editor Senior Tribun Network)

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas