Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Memprediksi Putusan MK dan Solusi
Sebenarnya MK sudah bisa disebut cukup sangat baik dan memberi secercah harapan dengan memanggil 4 menteri.
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Oleh : KRMT Roy Suryo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Saya bukan seorang Pakar Hukum, jadi tulisan ini kalau ada yg comment "ngapain itu RS ikut2an comment yg bukan kepakarannya" saya terima dgn lapang dada, makanya tidak sebagaimana biasanya (tanpa) ditulis gelar "Dr" saat menulis nama, memang kali ini tidak. Bukan berarti bahwa gelar (ASLI) itu tidak penting, karena bagaimanapun juga sampai sekarang masih ada yg tanpa Etika mengaku2 lulusan dari kampus ternama, bahkan ditiru juga oleh anaknya, dibiarkan saja tanpa sedikitpun punya rasa malu apalagi bersalah.
Jadi di sini memang saya selaku masyarakat biasa saja yg masih punya kepedulian terhadap hasil putusan MK yg akan sangat berpengaruh terhadap bangsa ini , tidak hanya 5 tahun kedepan tetapi bahkan bisa selamanya jika praktek2 kotor dalam Pemilu spt tahun 2024 ini menjadi modus dan dibiarkan berlangsung tanpa bisa dicegah lagi.
Intinya, Mahkamah Konstitusi (MK) besok Senin (22/04/24) akan membuat keputusan yg sangat krusial dan penting bagi bangsa ini, sebuah Keputusan yg bukan hanya menentukan arah bangsa ini kedepan selamanya sbgmn saya tulis sebelumnya, tetapi juga pertaruhan nama baik serta marwah dari Lembaga peradilan yg sempat tercoreng namanya gara2 ulah Paman Usman yg meski akhirnya disanksi oleh MKMK namun keputusan MK 90 tetap berlaku dan menimbulkan kegaduhan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Baca juga: Tangani Sengketa Pemilu, Delapan Hakim MK Terus Dipantau MKMK
Apalagi karena seharusnya keputusan yg sejatinya berbanding 7:2 dlm memutus batas usia CaWaGub, bisa diputarbalikkan menjadi 4:5 gegara perbedaan antara frasa batas jabatan "Gubernur" dan "Walikota".
Oleh karena itu jangan sampai lagi terjadi mispersepsi sebagaimana Keputusan MK 90 tsb sebelumnya, karena gara2 hal tsb bis menjadi KPU juga melanggar PKPU-nya sendiri (dan sebenarnya sudah diputus bersalah juga oleh DKPP) namun "setali tiga uang" tetap juga nekad jalan terus diberlakukan dan membuat Pemilu 2024 berjalan dgn kotor. Kata kotor ini bukan mengada2, karena setidaknya sudah ada 2 Film yg dibuat dgn judul kotor tsb, yakni "Dirty Vote" (11/02/24) dan "Dirty Election" (20/4/24).
Keduanya tentu bukan tanpa dasar dan sudah melalui proses Riset Ilmiah yg bisa dipertanggungjawabkan standar analisis dan hipotesisnya, karena melibatkan berbagai Pakar dalam disiplin ilmunya masing2.
Melihat bagaimana Prediksi Keputusan MK besok Senin, tentu sampai dengan Hasil Rapat Permusyawaratan Hakim MK tsb diumumkan, tidak ada yg bisa menebak dgn tepat, bahkan -berdasarkan pengalaman Kep MK 90 lalu- Para Hakim MK-pun sampai last-minute juga masih bisa berubah gara2 (konon) ada "kekuatan eksternal" yg bisa mengacaukan semuanya.
Hal inilah yg tentu membuat kondisi hukum di Indonesia menjadi uncertainly alias ada ketidakpastian gara2 cawe-cawe oknum yg sangat tidak berjiwa besar alias negarawan, bahkan cenderung sangat nepotis karena mengutamakan kepentingan keluarganya sendiri dibanding masyarakat.
Sebenarnya MK sudah bisa disebut cukup sangat baik dan memberi secercah harapan dgn memanggil 4 menteri selaku Pembantu Presiden dalam Persidangannya lalu ketika BanSos banyak dipersoalkan sebagai salahsatu penyebab Anomali keterpilihan salahsatu Paslon, dimana diakui kalau saja Presiden bukan seorang Kepala Negara, maka dialah yg akan dipanggil dan bukan menterinya.
Semoga saja hal tsb bukan Rhetorika belaka atau bahkan sekedar PHP alias Lypservice saja, sebab bilamana hal tsb yg dilakukan maka sangat berdosalah para Wakil Tuhan tsb kemarin saat persidangannya, apalagi terlebih waktu itu ditengah2 bulan Suci Ramadan, InsyaaAllah tidak.
Demikian juga dengan statemen bahwa setidaknya ada 14 (empat belas) Amicus Curiae yg akan diterima dan ada kemungkinan dipertimbangkan, diantara setidaknya 44 (empat puluh empat) Amicus Curiae yg sudah masuk sampai dengan tulisan ini dibuat, Sabtu 20/04/24. Sebenarnya saja, deadline atau batas waktu tgl 16/04/24 jam 16.00 sebagai saat terakhir penerimaan Amicus Curiae tsb juga kurang tepat, karena dulunya juga tidak pernah diberikan pengumuman kapan batas akhir tsb, karena saya yakin bilamana ada pemberitahuan sebelumnya, pastilah mereka2 yg peduli dan menjadi "sahabat pengadilan" ini akan mencoba keras utk tepat waktu sebelum ditutup.
Hal berbeda dan sangat kontras terlihat juga pada banyaknya kiriman Karangan Bunga atau Bunga Papan yg dikirim oleh pihak2 tidak jelas ke Kantor MK mulai hari ini, karena modus ini seringkali dilakukan utk menekan atau setidaknya mempengaruhi Keputusan MK namun dgn cara yg kurang elegan atau dengan kata lain "kampungan".
Karena jelas terlihat dari kata2-nya yg seragam dan tampak dikirim dari Florist yg hampir sama secara serempak, moga2 saja pembayarannya beres kali ini karena bbrp kali kejadian sama dan para pemesannya kemudian siluman alias hilang tak tentu rimbanya.
Sehingga sudah kasihan para Floristnya, Bunga2 Papan tsb juga hanya menjadi sampah yg mengotori lingkungan, untungnya oleh Sekretariat MK tidak dipajang didepan Kantor MK namun hanya diletakkan (=dikesampingkan) di dinding gedung sebelah MK.
Hal sama juga terjadi saat ada "Demo tandingan" alias Demo jadi-jadian kemarin (Jumat, 19/04/24) dimana sempat disebut2 akan datang "96,2 juta" massa dari kelompok tertentu dan setelah diinterogasi bbrp "mahasewa" (bukan mahasiswa) yg tampak demo, ternyata mereka sendiri tidak tahu nama kampusnya sendiri dan tampak plonga-plongo saat ditanya, persis seperti kalau orang yg sebenarnya memang tidak bisa bicara dan ketahuan Alat bantu bicara alias Feedingnya.
Apalagi sudah jadi rahasia umum kalau mereka2 ini memang hanya dibayar 45rb sd 55rb sebagaimana banyak beredar chatnya di berbagai media sosial, sangat ironis dan memalukan karena persis seperti modus gentong babi dalam BanSos.
Kembali pada bagaimana Hasil Rapat Permusyawaratan Hakim MK, apakah akan Menerima sepenuhnya Gugatan 01 dan 03, Menolak Sepenuhnya Gugatan 01 dan 03 atau Menerima sebagian Gugatan 01 dan 03 tersebut, tentu semua ada Plus minus dan konsekuensinya masing2 yg tidak mudah.
Apalagi jika misalnya Gugatan 01 dan 03 diterima sepenuhnya, maka akan ada Diskualifikasi salahsatu Cawapres atau bahkan Paslon 02 seluruhnya dan dilakukan Pemilu Ulang yg hanya diikuti Paslon 01 dan 03, atau jika hanya Cawapres saja yg di diskualifikasi maka harus ada mekanisme penunjukkan Cawapres baru (bahkan ada usulan melibatkan DPR dsb).
Tentu soal Diskualifikasi ini bisa jadi persoalan yg paling rumit, apalagi mengingat bagaimana perilaku (baca: Kotor) yg dilakukan selama ini dgn kelihatan semua unsur dan kekuatannya, bisa2 malah para Hakim MK memilih utk Play safe dgn main aman dan hanya mengabulkan sebagian tuntutan, termasuk Pemilu Ulang di beberapa daerah, namun tidak berani menyentuh soal Diskualifikasi tersebut.
Meski sebenarnya yg di diskualifikasi bukan Paslon keseluruhan (Capres dan Cawapres) tetapi cukup Cawapresnya saja yg bermasalah besar, karena dianggap Capres masih bisa ditolelir meski banyak juga "catatan"-nya, baik nasional maupun internasional.
Saya sendiri berpendapat, tentu saja sekalilagi ini (maaf jika ada yg tidak berkenan) karena benar2 hanya selaku masyarakat biasa dan samasekali terlepas dari kompetensi soal Telematika, Multimedia, AI atau OCB selama ini, bilamana Opsi "the best from the worst" adalah dilakukan Pemilihan Umum Ulang secara total semuanya, alias diikuti kembali oleh ke-3 Paslon yg sama, namun dengan Pengawasan yg sangat ketat semuanya, misalnya termasuk Larangan KPK utk pembagian BanSos yg baru sebelumnya dan Pemantauan yg sangat ketat terhadap kinerja KPU, Bawaslu dan terutama SIREKAP-nya utk menghindari Settingan atau Penyisipan Algoritma dan JSON-Script seperti sebelumnya, bahkan Cloud-Server diawasi tidak perlu sampai di Alibaba dgn Software diAuidit IT Forensik dan Sertifikasi sebelumnya.
Dengan Pemilu diulang lagi secara total begini memang pasti tidak memuaskan semua pihak, namun solusi ini yg tampaknya belum terpikir diberbagai Opsi penyelesaian yg ada.
Dengan demikian diharapkan dgn pertarungan bak "total football" tsb sudah tidak bisa dilakukan modus2 sebagaimana sebelumnya, karena kini masyarakat sudah tahu dan faham cara2 (kotor) sebelumnya sebagaimana yg sudah tayang baik di film "Dirty Vote" maupun "Dirty Election" yg mengungkap modus2 curang hingga kejahatan Pemilu 2024 kemarin.
Semua mata dan telinga mengawasi bahkan kalau perlu Undang pemantau Internasional yg selama ini sudah mencermati bagaimana karut marutnya Pemilu di Indonesia sebagaimana tulisan terakhir di New York Times, The Guardian, The Economist dan media2 mainstream LuarNegeri lainnya. Namun apakah ini bisa jadi Solusi terbaik? Wallahuallam bissawab ...
KRMT Roy Suryo - Meski sehari2nya selaku Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen yg memperoleh Gelar Dr (ASLI), namun khusus saat menulis ini selaku Masyarakat biasa.