Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Piala Asia U-23: Menunggu 63 Tahun

Rizky Ridho dan kawan akan bertarung kembali Jumat (26/4) di Stadion Al-Rayyan, Khalifa dengan juara Grup B Korea Selatan atau Jepang.

Editor: Toni Bramantoro
zoom-in Piala Asia U-23: Menunggu 63 Tahun
dok: PSSI
Timnas Indonesia U-23 saat menjalani latihan bersama skuad Garuda di Turki jelang tampil pada Piala Asia 2023 Qatar. 

OLEH: M Nigara

ALHAMDULILLAH, kata itu yang memenuhi dada saya ketika wasit asal Kuwait, Ammar Ashkanani, meniupkan peluit panjangnya. Rizky Ridho dan kawan-kawan membungkam Yordania 4-1 dalam laga terakhir grup A, Piala Asia U-23, 2024, di Qatar.

Dengan kemenangan ini, Indonesia lolos ke delapan besar Piala Asia U-23. Tim asuhan Shin Tae-yong itu menghasilkan 6 poin dari dua kali menang atas Yordania dan Australia 1-0, dan sekali kalah dari tuan rumah Qatar, 0-2 dalam laga yang diwarnai sikap wasit Nasrullo Kabirov asal Tajikistan yang kontroversial dan merugikan Indonesia.

Rizky Ridho dan kawan akan bertarung kembali Jumat (26/4) di Stadion Al-Rayyan, Khalifa dengan juara Grup B Korea Selatan atau Jepang. Saat ini keduanya sama-sama mengantongi nilai 6. Uniknya baik Korsel maupun Jepang sama menang 1-0 dan 2-0.

Korsel menang 1-0 atas UEA dan 2-0 atas China, sedangkan Jepang menang 1-0 atas China dan 2-0 atas UEA.

Lebih Setengah Abad

Hasil ini merupakan langkah positif dan menjadi langkah yang sangat menjanjikan tentang kemajuan sepakbola Indonesia ke depan.

Maklum, sepanjang sejarah adanya Piala Asia yang dimulai 1959 (yunior), catatan di bawah tahun 1980an, kejuaraan hanya dibagi 2, senior dan junior, kita hanya satu kali pernah menjadi juara.

BERITA REKOMENDASI

Bob Hippy, Sony Sandra, Ipong Silalahi, Faisal Jusuf, Rasjid Dahlan, Idris Mapakaja, kawan-kawan, di bawah asuhan Djamiat Dhalhar, menjadi juara bersama dengan Burma (Myanmar, sekarang), 1961 dalam perhelatan ketiga.

Sejak itu, hingga Ahad (21/4/24) malam tadi, kita baru kembali bisa bermimpi untuk meraih prestasi. Selama 63 tahun sejak 1961 itu, timnas kita selalu gagal. Banyak model pembinaan sudah dilakukan, tetapi hasil selalu kembali ke titik nol.

Untuk itu, hasil yang kita capai saat ini sungguh perlu disyukuri. Keberhasilan masuk ke delapan besar ini adalah buah kerja semua pihak, tentu termasuk mereka yang selalu nyinyir terhadap PSSI dan STY. Dengan adanya teriakan mereka yang anti model naturalisasi, ada cambuk untuk meraih prestasi.

Indah

Kesuksesan melangkah ke delapan besar ini jangan pula kita tanggapi secara berlebihan. Karena, jalan masih panjang, berat, dan berliku. Korsel atau Jepang calon lawan kita memiliki kualitas yang jauh di atas Qatar, Australia, dan Yordania.

Meski demikian, kemenangan 4-1 atas Yordania sungguh bukan hanya kemenangan angka, tapi juga permainan. Jujur, sepanjang sejarah meliput tim nasional sejak 1980- 2024, inilah tim dengan permainan terbaik.

Marselino Ferdinan, Muhammad Fajar Fathur, Muhammad Ferrari, Justin Hubner, Rizky Ridho, Arhan Pratama, Nathan Tjoe-A-on, Ivar Jenner, Rafael Struick, Witan Sulaiman, begitu indah.

Kepercayaan diri mereka begitu luar biasa. Mereka seperti para pemain yang sudah bertahun di dalam tim. Setiap gerakan, bisa saling mengantisipasi, sungguh mengagumkan. Sedikitnya ada 3-4 peluang lain yang bisa jadi gol.

Halaman
12
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
berita POPULER
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas