Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Gelombang Kejut Gerakan Mahasiswa di AS Unjuk Solidaritas Palestina

Gelombang unjukrasa pro-Palestina terjadi di Universitas Harvard, Yale, Princeton, Columbia, Atlanta, McGill Kanada.

Editor: Setya Krisna Sumarga
zoom-in Gelombang Kejut Gerakan Mahasiswa di AS Unjuk Solidaritas Palestina
AFP/FREDERIC J. BROWN
Mahasiswa pro-Palestina berbaris dan memegang poster saat mereka memprotes perang Israel-Hamas di kampus Universitas Southern California di Los Angeles, pada 24 April 2024. Universitas telah menjadi fokus perdebatan budaya yang intens di Amerika Serikat sejak peristiwa tersebut. 7 Oktober Serangan Hamas dan respons militer Israel yang luar biasa terhadap serangan tersebut. (Photo by Frederic J. BROWN / AFP) 

TRIBUNNEWS.COM, YOGYA – Unjuk rasa solidaritas Palestina sepekan terakhir bergelombang membesar di kampus-kampus ternama di daratan AS.

Ratusan ribu warga juga menunjukkan dukungan ke Palestina dalam reli aksi di London, Paris, Berlin, New York, Washington, Kanada, dan masih banyak lagi.

Unjuk rasa di berbagai kampus di AS, termasuk aksi membuka perkemahan di dalam kampus, membelalakkan mata banyak orang.

Pengunjukrasa mengutuk kekerasan dan pembunuhan yang dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza dan Tepi Barat.

Di kampus-kampus, para mahasiswa dan dosen menuntut penghentian investasi dan kerjasama kampus dengan raksasa-raksasa industri militer AS.

Ketua DPR AS Mike Johnson saat bicara di depan pengunjukrasa meminta mahasiswa kembali ke kelas, dan mengingat orang tua mereka yang susah payah membiayai kuliah.

Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu menanggapi aksi-aksi solidaritas Palestina di kampus besar AS sebagai sikap antiSemitik.

Berita Rekomendasi

Pernyataan Netanyahu disambar Bernie Sanders, politisi AS sebagai sikap yang tidak jujur, tidak mau mengakui kenyataan yang terjadi di Israel dan Palestina.

Senator AS Ilhan Omar juga menyatakan hal senada. Bahkan dalam rapat persama Rektor Universitas Columbia, Omar menanyakan apakah pengunjukrasa mengungkapkan sikap anti-Semitik?

Sang Rektor yang tadinya hendak berargumentasi, dipotong Ilhan Omar dan hanya diminta menjawab lugas ya atau tidak. Rektor itu menjawab tidak ada sikap anti-Semitik.

AS memang sedang diguncang respon sivitas akademika kampus-kampus ternama selain Columbia University, aksi massa juga berlangsung di Harvard University, Atlanta dan lain-lainnya.

Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Sekuat apakah aksi massa ini akan mengubah sikap dan pendirian AS terhadap kekejaman yang dilakukan Israel di Jalur Gaza?

Mahasiswa dan aktivis pro-Palestina berkumpul di kamp protes di kampus Universitas Columbia di New York City pada tanggal 25 April 2024. - Kampus-kampus di seluruh AS bersiap menghadapi protes baru dari mahasiswa pro-Palestina, yang memperpanjang kebuntuan yang semakin konfrontatif selama seminggu dengan polisi, penangkapan massal dan tuduhan anti-Semitisme. (Photo by Leonardo Munoz / AFP)
Mahasiswa dan aktivis pro-Palestina berkumpul di kamp protes di kampus Universitas Columbia di New York City pada tanggal 25 April 2024. - Kampus-kampus di seluruh AS bersiap menghadapi protes baru dari mahasiswa pro-Palestina, yang memperpanjang kebuntuan yang semakin konfrontatif selama seminggu dengan polisi, penangkapan massal dan tuduhan anti-Semitisme. (Photo by Leonardo Munoz / AFP) (AFP/LEONARDO MUNOZ)

Perubahan Signifikan Warga Barat

Untuk waktu yang sangat lama, banyak masyarakat di negara barat yang tidak terlibat sama sekali dengan isu-isu yang berasal dari pendudukan Israel di Palestina.

Pendudukan ini menjadi berita, setiap tahun atau lebih, selama satu atau dua hari, dan kemudian terjadi lagi.

Itu terasa “rumit”, dan bagi mereka yang mengetahui konteksnya – di kedua sisi – terlalu bersemangat.

Begitu banyak yang memilih untuk tetap netral. Lebih banyak lagi yang mempercayai fitnah terhadap rakyat Palestina.

Namun, skala dan parahnya kebrutalan yang terjadi selama enam bulan terakhir konflik telah mengakhiri sikap apatis yang meluas terhadap penderitaan rakyat Palestina.

Liputan media secara langsung, berkat pemberitaan tanpa rasa takut dari organisasi seperti Al Jazeera dan jurnalis Palestina di lapangan, telah membuka mata masyarakat.

Action For Humanity, salah satu LSM terkemuka yang bekerja di Gaza dan mempengaruhi pembuat kebijakan di Inggris, merilis hasil survey yang menyebutkan 56 persen warga Inggris kini mendukung penghentian ekspor senjata ke Israel.

Hanya 17 persen yang menentang dan sisanya tidak yakin. Angka itu sangat besar. Survei sebelunya terkait konflik di Suriah dan Yaman, belum pernah ada masyarakat Inggris yang begitu sadar akan topik itu.

Lebih lanjut, ketika ditanya, 59 persen responden mengatakan mereka merasa Israel melakukan pelanggaran hak asasi manusia di Gaza. Hampir tiga dari lima orang, dan hanya 12 persen yang merasa hal tersebut tidak terjadi.

Survei dilakukan sebelum pembunuhan pekerja bantuan World Central Kitchen pada 1 April oleh Israel– sebuah kekejaman yang telah membuat dunia ngeri, bahkan pemerintah Inggris dan Amerika Serikat.

Jumlah orang yang menyadari kengerian yang sedang terjadi dan tidak ingin menjadi bagian dari peristiwa ini, menjadi lebih tinggi.

Jajak pendapat lain yang dilakukan YouGov menunjukkan, semakin lama perang di Gaza berlangsung, semakin banyak orang yang cenderung mendukung gencatan senjata.

Dari 59 persen pada November menjadi 66 persen pada Februari, dan semakin besar kemungkinannya untuk berpikir serangan terhadap Gaza bukanlah tindakan yang benar.

Jumlah yang menginginkan perundingan damai 61 persen pada November 2023, menjadi 66 persen pada Februari 2024.

Pola ini terlihat di seluruh dunia barat, termasuk di AS, beking terbesar dan terkuat Israel di panggung global.

Jajak pendapat CBS/YouGov menemukan pada Oktober 2023, 47 persen – hampir setengah dari warga AS mendukung pengiriman senjata ke Israel.

Pada April jumlahnya anjlok menjadi hanya 32 persen – kurang dari sepertiganya, dan dukungan terhadap gencatan senjata semakin meningkat.

Ini menunjukkan mayoritas masyarakat barat menjadi semakin sadar akan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan di Gaza, Tepi Barat dan Yerusalem.

Semakin banyak orang yang merasa terkejut. Tingginya angka kematian warga sipil di Gaza membuat banyak orang di muka bumi ini menyadari tak ada yang bisa membenarkan apa yang terjadi.

Mahasiswa pro-Palestina memprotes perang Israel-Hamas di kampus Universitas Texas di Austin, Texas, pada 24 April 2024. - Universitas telah menjadi fokus perdebatan budaya yang intens di Amerika Serikat sejak serangan Hamas 7 Oktober dan Tanggapan militer Israel yang luar biasa terhadap hal ini. (Photo by SUZANNE CORDEIRO / AFP)
Mahasiswa pro-Palestina memprotes perang Israel-Hamas di kampus Universitas Texas di Austin, Texas, pada 24 April 2024. - Universitas telah menjadi fokus perdebatan budaya yang intens di Amerika Serikat sejak serangan Hamas 7 Oktober dan Tanggapan militer Israel yang luar biasa terhadap hal ini. (Photo by SUZANNE CORDEIRO / AFP) (AFP/SUZANNE CORDEIRO)

Korban Tewas Palestina Lampaui 34.000

Otoritas Kesehatan Palestina menyebutkan hingga April 2024 sejak peristiwa 7 Oktober 2023, sekurangnya 34.000 warga Palestina tewas di tangan Israel.

Jutaan tempat tinggal penduduk dan ribuan insfrastruktr penting di Jalur Gaza dihancurkan pasukan darat dan udara Israel.  

Tetapi yang paling menyedihkan, pendapat publik ini berbeda dengan para elite pemerintahnya. Ada jurang lebar di antara mereka.

Para politisi di negara-negara barat sama sekali tidak sejalan dengan suasana hati masyarakatnya. Hal ini tidak hanya tercela secara moral, namun juga picik secara politis.

Aksi di kampus-kampus besar AS, yang dikenal pusat demokrasi liberal, direspon represi melibatkan pasukan penindak huru-hara.

Kebebasan berekspresi dan mengemukakan pendapat diberangus. Represi itu sudah melibatkan peralatan pelumpuh dan zat-zat kimia untuk membubarkan massa.

Sabtu (27/4/2024), ratusan mahasiswa dan beberapa dosen serta guru besar ditangkap polisi. Termasuk Dr Jill Stein, aktivis Partai Hijau AS yang turut demo di kampus Washington University St Louis Missouri.

Di Boston, polisi menahan sekitar 100 orang saat membersihkan kamp protes di Universitas Northeastern.

Dalam sebuah pernyataan di X, Northeastern mengatakan area kampus tempat protes diadakan sekarang “sepenuhnya diamankan” dan “semua operasional kampus telah kembali normal”.

Pihak kampus mengatakan langkah tersebut dilakukan setelah “apa yang dimulai sebagai demonstrasi siswa dua hari lalu disusupi penyelenggara profesional yang tidak berafiliasi dengan Northeastern”.

Ia menambahkan individu yang ditahan dan menunjukkan kartu identitas kampus yang sah telah dibebaskan dan akan menghadapi proses disipliner, bukan tindakan hukum.

Pimpinan Northeastern mengklaim teriakan “Bunuh Orang Yahudi” terdengar saat protes, dan ini jadi alasan tindakan keras terhadap demonstran oleh pasukan keamanan.

Namun, anggota gerakan protes pro-Palestina di universitas tersebut menolak tuduhan tersebut.

Di Bloomington di Midwest, Departemen Kepolisian Universitas Indiana menangkap 23 orang saat mereka membersihkan kamp protes kampus.

Departemen Kepolisian Arizona State University menangkap 69 orang karena masuk tanpa izin setelah kelompok tersebut mendirikan “perkemahan tidak sah” di kampus.

Di seluruh AS, pimpinan universitas telah mencoba, dan sebagian besar gagal, untuk meredam demonstrasi.

Sekitar seminggu lalu di Universitas Columbia di New York, lebih dari 100 aktivis pro-Palestina ditangkap.

Represi di Kampus-kampus Ternama AS

Apa yang dimulai di kampus Columbia telah berubah menjadi pertikaian nasional antara mahasiswa dan pemerintah mengenai protes pro-Palestina dan pembatasan kebebasan berpendapat.

Dalam 10 hari terakhir, ratusan mahasiswa telah ditangkap, diskors, hukuman percobaan,  dikeluarkan dari perguruan tinggi, termasuk Universitas Yale, Universitas California Selatan, Universitas Vanderbilt, dan Universitas Minnesota.

Beberapa universitas terpaksa membatalkan upacara wisuda, sementara gedung-gedung universitas lainnya ditempati oleh para pengunjuk rasa.

Ini sebuah tindakan langka yang memiliki risiko besar bagi para mahasiswa di AS yang menyuarakan solidaritas rakyat Palestina.

Mereka yang masuk ke kampus-kampus ternama di AS, seperti Yale. Princeton, Harvard, Columbia, memiliki tujuan besar bersekolah di universitas berbiaya mahal itu.

Tahu risikonya, dan tetap mengambil sikap menyuarakan keprihatinan atas apa yang terjadi di Palestina, tentu sebuah pilihan yang luar biasa.

Para mahasiswa menunjukkan gairah baru terhadap topik Palestina-Israel. Para mahasiswa dan semua yang terlibat aksi rela mempertaruhkan segalanya.

Ini nyaris menjadi sebuah tontonan dan gerakan besar di AS pada dekade 60an, ketika masyarakat menolak perang tak berkesudahan di Vietnam.

Aksi nasional yang memaksa pemerintah AS menarik pulang pasukannya dari Vietnam, sembari menutup malu atas kekeliruan dan kekalahan mereka.

Hanya kali ini, atmosfernya agak berbeda, karena peluang persekusi, diskriminasi, dan penindasan menimpa para mahasiswa Muslim, serta pelajar dan mahasiswa kulit berwarna di AS.

Di Kanada, kamp protes kampus pertama digelar di Universitas McGill di Montreal.

Para pengunjuk rasa menuntut Universitas McGill dan Concordia mendivestasi dana yang terkait dengan negara Zionis serta memutus hubungan dengan institusi akademis Zionis.

Ini tuntutan yang sama persis dengan gerakan mahasiswa di kampus-kampus besar di AS. Volume massanya saja yang berbeda.

Aktivis dan pendukung pro-Palestina memegang plakat dan meneriakkan slogan-slogan saat mereka berkumpul di luar Istana Westminster, lokasi Gedung Parlemen, di pusat kota London, pada 17 April 2024 untuk memprotes ekspor senjata dari Inggris ke Israel.
Aktivis dan pendukung pro-Palestina memegang plakat dan meneriakkan slogan-slogan saat mereka berkumpul di luar Istana Westminster, lokasi Gedung Parlemen, di pusat kota London, pada 17 April 2024 untuk memprotes ekspor senjata dari Inggris ke Israel. (JUSTIN TALLIS / AFP)

Represi terhadap pengunjukrasa terlihat saat Dr Jill Stein dari Partai Hijau AS ditangkap di Universitas Washington di St Louis, Missouri.

Penangkapan Stein terjadi di tengah tindakan keras nasional terhadap demonstrasi anti-Israel.

Stein, manajer kampanyenya, dan wakil manajer kampanyenya termasuk di antara 100 orang yang ditahan Sabtu.

Rekaman video menunjukkan perempuan berusia 73 tahun itu dibawa keluar dari kamp oleh tiga petugas polisi, tangannya tampaknya diikat ke belakang dengan tali pengikat.

Perkemahan tersebut didirikan untuk menuntut universitas tersebut melakukan divestasi dari Boeing, yang memproduksi senjata yang digunakan oleh militer Israel untuk menyerang Gaza.

Kampanye Stein mendukung tuntutan mahasiswa dan protes damai serta pertemuan mereka di kampus.

Stein adalah seorang aktivis Yahudi-Amerika, dan sudah lama mengkritik negara Israel. Dia menentang pembangunan pemukiman Yahudi di tanah Palestina.

Ia mendukung gerakan BDS (Boikot, Divestasi, dan Sanksi), dan menuduh Israel melakukan “genosida” di Gaza.

Stein mencalonkan diri sebagai Presiden AS pada 2012 dan 2016, meraih lebih dari 1 persen suara populer dalam kontes 2016 bersama Donald Trump dan Hillary Clinton.

Pada November 2023, ia mengumumkan akan kembali mencalonkan diri sebagai presiden pada tahun ini, menjanjikan reformasi lingkungan hidup dan kebijakan luar negeri baru berdasarkan diplomasi, hukum internasional, dan hak asasi manusia.

Kesadaran Moral Kolektif Masyarakat

Protes mahasiswa untuk perdamaian dan kebebasan sipil dalam konteks saat ini selalu mewakili bagian terbaik dari kesadaran moral kolektif masyarakat.

Kesadaran ini tidak berbatas apapun, akan sama secara universal saat semua orang di planet ini merasakan sisi kemanusiaannya.  

Uniknya, saat gelombang protes dan solidaritas Palestina melanda AS, Kanada, Inggris dan Eropa, ekspresi serupa belum tampak menonjol di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya.

Ketika isu ini menemukan momentumnya di dunia barat, mestinya harus ditangkap dan membesarkan gelombang solidaritas Palestina supaya pengaruhnya semakin kuat.

Elite Israel pun saat ini sedang gelisah melihat potensi Benyamin Netanyahu dan tokoh-tokoh Israel akan dimasukkan daftar penjahat perang oleh Mahkamah Internasional.

Mereka gelisah karena Washington tidak menunjukkan pembelaan yang kuat atas masalah ini. Presiden Joe Biden bahkan dicurigai akan membiarkan hal itu jika terjadi.

Mahkamah Internasional memiliki yurisdiksi dan wewenang mengadili kejahatan perang di dunia. Israel telah didaftarkan kasusnya di pengadilan ini, dan proses sedang berlangsung.

AS menarik diri dari keanggotaan mahkamah ini sebelum pasukan AS menginvasi Irak dan menggulingkan Sadam Hussein.

Kita tunggu, gelombang solidaritas mahasiswa dan masyarakat untuk Palestina apa juga akan segera membesar di tanah air kita.(Setya Krisna Sumarga/Editor Senior Tribun Network)

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas