Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Manakar Nalar Syarat Calon Kepala Daerah
Figur qualified, mumpuni, visioner, memiliki visi, misi dan program kerja yang berorientasi pada kemajuan dan kesejahteraan daerah yang aka
Editor: Eko Sutriyanto
Begitu juga dalam proses penyaringan untuk menduduki jabatan eselon di Pemerintahan yang harus melalui mekanisme dan sistem merit yang cukup ketat.
Nah, apalagi untuk mencari seorang Kepala Daerah, yang notabene merupakan atasan dari ribuan pegawai di daerah.
Jabatan dengan jobdesk yang jauh lebih berat dari sekedar pekerjaan administratif, tapi juga harus memiliki mindset, perspektif dan paradigma yang jauh lebih matang agar mampu menghasilkan ide-ide dan gagasan kreatif.
Jabatan yang juga menuntut kemampuan leadership yang baik serta mempunyai skill komunikasi dan negosiasi yang handal agar mampu menjadi solusi dari setiap permasalahan yang ada di daerahnya.
Maka dari itu, menetapkan batas pendidikan paling rendah SLTA atau sederajat untuk calon Kepala Daerah, saat sekarang ini tidak lagi logis dan jauh dari kata ideal. Sehingga sudah sepatutnya menaikan batasan pendidikan terakhir untuk calon Kepala Daerah menjadi paling rendah Sarjana atau sederajat.
Syarat batas usia paling rendah
Sama halnya dengan batas jenjang pendidikan paling rendah, batas usia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur serta 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota, sebagaimana yang disebutkan dalam UU Pilkada, juga dinilai memiliki pertimbangan dan argumentasi yang lemah sehingga membuka ruang perdepatan yang tidak berkesudahan di ranah publik.
Mensyaratkan batasan usia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun tersebut justru memberi kesan bahwa keberadaan Bupati atau Walikota dalam struktur organisasi negara ini tidaklah begitu penting.
Mengizinkan seseorang yang berusia 25-30 tahun untuk memimpin sebuah Kabupaten/Kota, seakan-akan mengisyaratkan bahwa eksistensi jabatan tersebut tidaklah begitu berpengaruh secara krusial.
Bahkan hal tersebut bisa menimbulkan prasangka bahwa ditentukan demikian agar kepemimpinan dan kebijakan sang Bupati atau Walikota masih mudah disetir dan diintervensi. Melegalkan seseorang yang masih berusia 25-30 tahun untuk menjadi pemimpin suatu Kabupaten/Kota, terkesan seperti sebuah lelucon konyol.
Apalagi jika yang bersangkutan direntang usia segitu hanya lulusan SLTA atau sederajat pula, kira-kira kontribusi apa yang bisa diberikannya untuk daerah yang akan dipimpinnya kelak.
Jangankan untuk memajukan dan mensejahterakan masyarakat daerah dengan segala problematikanya, kemampuan yang bersangkutan dalam memimpin sebuah tim besar yang bernama Pemerintahan Daerah saja masih patut diragukan.
Pengalaman sebanyak apa yang bisa diaplikasikannya ketika menjadi Kepala Daerah di usia segitu. Integritas seperti apa yang bisa dijanjikannya bila yang bersangkutan masih belum pernah mengenal berbagai macam godaan dan tekanan ketika menjadi seorang pemimpin.
Apa di usia segitu yang bersangkutan sudah memiliki pemahaman tentang latar belakang penyebab meningkatnya angka kemiskinan dan kriminalitas sehingga mampu menyusun strategi untuk mengentaskannya.