Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Meninjau Kembali Kebijakan tentang Eliminasi Penularan Penyakit Ibu ke Anak

PMK Nomor 52 Tahun 2017 merupakan bukti keseriusan pemerintah untuk mengendalikan dan mengurangi prevalensi penyakit menular yang dapat dicegah.

Editor: Sri Juliati
zoom-in Meninjau Kembali Kebijakan tentang Eliminasi Penularan Penyakit Ibu ke Anak
NET
Ilustrasi ibu dan anak - Upaya preventif penularan penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV), sifilis, dan Hepatitis B dari ibu ke anak pada saat kehamilan sangat penting dalam konteks kesehatan masyarakat di Indonesia. Mengapa demikian?  

Oleh: Lenna Maydianasari 
Mahasiswa Program Studi Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dosen Universitas Respati Yogyakarta

TRIBUNNEWS.COM - Upaya preventif penularan penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV), sifilis, dan Hepatitis B dari ibu ke anak pada saat kehamilan sangat penting dalam konteks kesehatan masyarakat di Indonesia. Mengapa demikian? 

Pencegahan penularan HIV, sifilis, serta Hepatitis B dari ibu ke anak dapat mengurangi kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas). Bayi yang terinfeksi karena tertular dari ibunya akan mengalami berbagai masalah kesehatan yang serius. 

Sebagai contoh, bayi yang terinfeksi sifilis pada masa kehamilan, dapat menyebabkan kelahiran prematur atau lahir dengan sifilis kongenital (bawaan) yang mengakibatkan kecacatan, kebutaan, bahkan terjadinya kematian. 

Kondisi yang sama akan ditemukan jika bayi terinfeksi hepatitis B yang akan berkembang menjadi infeksi kronis sehingga resiko sirosis hati, kanker hati dan komplikasi jangka panjang lainnya akan meningkat. 

Kita tidak bisa menghitung secara pasti berapa banyak biaya perawatan bagi bayi yang terinfeksi. Namun yang bisa kita pastikan adalah tidak semua orang tua memiliki kesanggupan untuk menanggung besarnya biaya perawatan dalam waktu yang lama. 

Jadi, penularan penyakit dari ibu ke anak akan menambah beban kesehatan masyarakat maupun negara secara luas. Oleh karena itu, pencegahan penularan akan mengurangi secara signifikan beban tersebut dan yang paling penting adalah manfaat jangka panjang dari segi sosial maupun ekonomi.

Berita Rekomendasi

Deteksi dini sebagai bagian dari upaya preventif penularan penyakit HIV, sifilis, dan Hepatitis sangat strategis untuk melindungi bayi maupun penularan lebih lanjut di masyarakat. Belum lagi munculnya stigma dan diskriminasi yang tidak bisa dihindari oleh ibu yang terinfeksi HIV, sifilis, dan Hepatitis B. 

Dengan adanya pencegahan penularan melalui tes kemudian dilanjutkan pengobatan yang tepat bagi ibu hamil yang hasil tesnya positif, tentu dapat membantu mengurangi stigma masyarakat. Ibu hamil akan mendapatkan dukungan medis yang aman dan perawatan yang tepat sehingga kualitas hidupnya meningkat.

Melihat manfaat yang begitu penting bagi kesehatan masyarakat, maka artikel ini bertujuan untuk mengkritisi kebijakan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 52 Tahun 2017 dan memberikan masukan untuk perbaikan dalam implementasinya.

Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 52 Tahun 2017 merupakan bukti keseriusan pemerintah Indonesia untuk mengendalikan dan mengurangi prevalensi penyakit menular yang dapat dicegah. 

Baca juga: HIV Masih Dianggap Aib, Dokter: Hindari Penyakitnya, Bukan Orangnya 

Kebijakan tersebut telah menetapkan tahapan-tahapan yang jelas untuk mengeliminasi penularan penyakit khususnya dari ibu ke anak dan umumnya di masyarakat, sehingga berkontribusi dalam pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Namun demikian, dalam implementasinya masih ditemukan banyak keterbatasan.

Kegiatan promosi kesehatan terkendala dalam implementasinya, terutama di daerah-daerah yang masih sulit dijangkau. Memang ada regulasi dalam pelaksanaan kegiatan tersebut yaitu dengan strategi advokasi, pemberdayaan masyarakat maupun kemitraan. 

Namun edukasi tentang pentingnya deteksi dini HIV, sifilis dan Hepatitis B sebaiknya lebih diperluas dengan pendekatan yang lebih menjangkau kalangan masyarakat yang minim akses informasi kesehatan. Misalnya dengan pemberdayaan kader kesehatan atau edukasi berbasis komunitas yang dilakukan tenaga kesehatan dengan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat setempat.

Halaman
12
Sumber: TribunSolo.com
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas