Beda Prinsip dengan Hary Tanoe, Syarwan Mundur: Tata Krama Tak Bisa Dibeli dengan Aset dan Uang
Pengunduran diri itu diumumkannya secara resmi dalam konfrensi pers di Gedung LAM Riau, Jalan Diponegoro, Pekanbaru.
Editor: Mohamad Yoenus
Laporan Reporter Tribun Pekanbaru, David Tobing
TRIBUNNEWS.COM, PEKANBARU - Secara mengejutkan, mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) era BJ Habibie, Syarwan Hamid, yang didaulat menjadi Ketua Dewan Penasihat Partai Persatuan Indonesia (Perindo), menyatakan mengundurkan diri dari jabatan tersebut.
Pengunduran diri itu diumumkannya secara resmi dalam konfrensi pers di Gedung LAM Riau, Jalan Diponegoro, Pekanbaru, Selasa (17/11/2015).
Pengunduran diri Syarwan terjadi sehari menjelang Deklarasi Partai Perindo Provinsi Riau, yang akan dilaksanakan pada Rabu (18/11/2015), yang juga akan dihadiri Ketua Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo.
Pria kelahiran Siak, Riau, yang juga pernah menjabat sebagai Kepala Staf Sosial Politik (Kassospol) ABRI itu mengatakan, pengundurannya dilakukannya terkait adanya ketidaksesuaian prinsip antara dia dan Hary Tanoe.
"Bagi saya, tidak ada tempat sebagai dewan penasehat. Kalau penasihat harus bisa bertemu dan berdialog. Sikap yang seperti itu bukanlah sikap yang bisa kita harapkan terjadi pada seorang pimpinan atau calon pemimpin," katanya.
"Seorang pimpinan harus bisa komunikatif, orang yang sportif dan gantle, dan sebagainya, di samping syarat lainnya," ujarnya.
"Bukan karena glamor, aset dan segala macamnya, yang dapat membeli tatakrama, menukar tata krama dengan uang atau semacam itu. Jadi semua itu saya anggap menjadi masalah prinsip," ujar Syarwan. (*)