Di Tangan Sutrisno, Kayu Jati Diukir Menjadi Patung-patung Mewah
Karyanya berupa ukiran relief perjamuan terakhir Jesus pun pernah dibeli warga Perancis untuk dibawa ke negeri Menara Eiffel itu.
Editor: Mohamad Yoenus
Laporan Wartawan Surya, Iksan Fauzi
TRIBUNNEWS.COM, BOJONEGORO - Belajar mengukir patung secara otodidak, Sutrisno kini menjadi salah satu pengusaha besar di Kabupaten Bojonegoro.
Karyanya berupa ukiran relief perjamuan terakhir Jesus pun pernah dibeli warga Perancis untuk dibawa ke negeri Menara Eiffel itu.
Di rumahnya, di Jalan Pemuda gang Yakub nomor 6, suara mesin pemotong kayu menderu.
Di sela nyaring deru mesin, beberapa tukang mengukir papan kayu jati untuk dibuat relief.
Tak jauh dari rumahnya, Sutrisno memiliki dua lokasi lagi untuk memproduksi ukiran patung dan relief serta untuk tempat patung yang siap dikirim.
Kepada reporter Harian Surya yang menemui di rumahnya, Rabu (16/12/2015) siang, Sutrsino menceritakan kisah hidupnya menekuni dunia patung ukiran.
Berawal dari menjadi tukang ukir patung ikut orang lain, Sutrisno secara tekun mempelajari beragam ukiran.
Setiap kali libur kerja, ia mencoba membuat beberapa patung.
Dari hasil coba-coba itu, Sutrisno tak menyangka karyanya ada yang membeli.
Awalnya hanya patung harimau dan kuda. Saking senangnya, ia pun semangat membuat patung lebih banyak lagi.
“Lama kelamaan tahu pasarnya. Lalu mencari terobosan membuat patung Jesus dan Bunda Maria. Setiap jelang Natal, banyak pesanan patung Jesus, Bunda Maria, dan relief perjamuan,” kenang Sutrisno.
Tekad besar untuk mengubah nasib pun menggugah hati Sutrisno.
Pada tahun 2002, di sela kerja ikut orang lain, pria yang memiliki dua anak itu membuat patung lalu dijual sendiri.
Perlahan-lahan, ia mulai menemukan jalan terang perekonomiannya.
Sutrisno memberanikan diri mendirikan usaha ukir kayu di rumahnya di Jalan Pemuda gang Yakub nomor 6.
Dimulai dari bekerja seorang diri, lambat laun, Sutrisno mencari tenaga kerja.
Kini, sudah ada 18 orang setiap hari membantunya. Jumlah itu bisa lebih besar ketika pesanan banyak.
“Saya tertarik menekuni kerajinan dari kayu Jati karena di sini (Bojonegoro) bahan bakunya. Orang lain cenderung memanfaatkan kayu itu untuk membuat meja, padahal bahan baku kayu bentuknya sudah bagus, tinggal diberi sentuhan untuk menjadi patung,” tutur Sutrisno.
Patung ukiran karya pemilik Sanggar Fiesta selalu menggunakan bahan baku kayu Jati utuh yang berumur ratusan tahun.
Kayu tersebut dibeli dari pihak Perhutani. Sekarang, sebagian besar karyanya dibeli oleh kalangan pengusaha dan pejabat.
Rata-rata, mereka yang pesen patung untuk ornamen gereja di luar Jawa, antara lain Medan, Manado, Makassar, dan Nusa Tenggara Timur. Namun, tak sedikit pula yang digunakan untuk pajangan di rumah.
“Kalau pejabat biasanya dipakai di rumahnya sendiri. Mereka minta harga mahal, tentunya kualitasnya bagus. Kalau tidak mahal tidak mau,” ujar Sutrisno.
Selama ini, kerajinan yang diproduksi Sutrisno ada beberapa macam, antara lain, altar, podium, patung Jesus, Bunda Maria, wayangan, kaligrafi, ukiran mebel, relief pedesaan, jaka tarub, walisongo, relief pedesaan, Ramayana.
“Saya juga membuat relief trail pesanan mantan kasat lantas Bojonegoro, sekarang orangnya bertugas di Surabaya,” ujarnya sembari mengungkapkan ciri khas ukirannya natural.
Rata-rata harga karya yang dipatok Sutrisno seharga Rp 2,5 juta hingga puluhan juta.
Mahal tidaknya harga tergantung ukuran dan kesulitan ukiran patung maupun relief. Semakin besar dan sulit, maka harganya semakin mahal.
Menurutnya, meski ekonomi masih dalam keadaan sulit seperti sekarang ini, pesanan patung dan relief masih stabil.
Namun, supaya tak gulung tikar, Sutrisno juga menerima pesanan pembuatan meja, kursi, maupun almari.
“Saya tidak satu produk, kalau melayani pembuatan patung saja tidak kuat,” ungkapnya.
Kini, setiap bulan Sutrisno mendapatkan omzet penjualan dari hasil kerajinannya antara Rp 50 juta hingga ratusan juta per bulannya.
Untuk mengembangkan usahanya, ia berusaha mendapatkan pinjaman dari pihak bank. (*)